Selasa, Desember 02, 2008

Lelaki Pesolek

Galih sedang sibuk di depan laptopnya di sebuah kafe kopi kenamaan di bilangan Kelapa Gading. Segelas kopi hangat menemaninya. Berkali-kali ia mencium aroma harum minyak wangi dari beberapa pengunjung kafe yang hilir mudik. Sebagian besar pengunjung adalah pria-pria perlente karyawan kantor di kawasan tersebut.

Tiba-tiba ia dikejutkan oleh sebuah suara yang memanggil namanya. Kedengarannya sangat familiar. “Hei Guys…, Lagi ngapain lo di sini?” panggil si punya suara sambil memukulkan tangannya ke pundak Galih dari arah belakang. Galih menengok, “Hai John, apa kabar? Keren Lo! Elo ngantor di sini?” Jawab Galih sambil berdiri. Ternyata yang menyapa Galih adalah kawan lamanya, John semasa di SMA. Lalu Galih dan John terlibat obrolan panjang mengenang masa-masa indah mereka di SMA.

Galih terpesona dengan tampilan John sekarang. Beda dengan gayanya waktu di SMA dulu. John waktu di SMA rambutnya gondrong. Bagian bawah kemeja seragam hampir tidak pernah dimasukkan ke celana. Celana abu-abu sering dibiarkan bolong-bolong di lutut.. Bagian bawahnya sengaja di lepas jahitannya untuk sekadar meninggalkan kesan santai. Sepatu kets tanpa kaos kaki tidak pernah lepas dari kedua kakinya yang berukuran 43.

Kini, John berpenampilan eksekutif muda. Potongan rambutnya pendek dan tersisir rapi. Terlihat percikan sinar kecil-kecil pada permukaan helai-helai rambut yang memantul akibat polesan minyak rambut. Wajahnya putih bersih. Tampak polesan bedak tipis menghiasi pipi yang licin. Bekas cukuran kumis dan jenggot di atas dan di bawah bibir yang kehijauan menambah kesan ‘cantik’ sosok John. Kedua bibirnya berwarna merah, terkesan polesan tipis ‘lipstik’ yang sering digunakan kaum wanita.

Galih berpikir, jangan-jangan John sudah berganti kelamin sekarang. Tetapi ia heran, John masih berpakaian ala laki-laki tulen. Sikapnya tetap macho. John tidak menampakkan kesan gemulai. Gaya bicaranya sangat mengesankan, kadang meledak-ledak diselingi guyonan ringan, kadang serius tapi santai.

John dengan senyumnya yang lebar akhirnya berpamitan pada Galih. Ia berencana menemui rekan bisnisnya di kafe itu. Sambil bertukar nomor telepon John menyarankan Galih untuk melanjutkan komunikasinya di lain waktu. Akhirnya mereka berpisah.

Tinggal Galih termenung sendirian. Ia masih memikirkan penampilan John. Galih melebarkan pandangannya ke seluruh ruangan kafe itu. Ternyata tidak hanya John yang berpenampilan kelimis dan dihiasi ‘asesoris’ ala wanita.

Galih ingin menuangkan pengalaman barunya ke dalam laptop. Tapi ia ingin tahu mengapa mereka berpenampilan seperti itu. Dari jauh ia memperhatikan tingkah laku para eksekutif muda di hadapannya yang sedang menikmati kopi-kopi hangatnya. Galih berusaha mencari jawabannya.

Tetapi ia juga perlu tahu, apakah Islam memperbolehkan laki-laki berpenampilan seperti John. Dan untuk hal-hal yang berkaitan dengan hukum Islam Galih harus bertanya kepada ahlinya. Akhirnya ia pergi ke ustadz yang biasa ia sambangi.

1 komentar:

  1. Cerita yang menarik dan bisa menjadi renungan bagi kita semua

    BalasHapus