Rabu, Desember 03, 2008

7 Tahun Berjuang Sebelum Bertemu Guru Ruhani


SYEKH ABDUL QADIR AL JAILANI Q.S. berusia delapan belas tahun ketika tiba di kota Baghdad. Saat tiba di gerbang kota, Nabi Khidir muncul dan melarangnya memasuki kota itu selama enam tahun. Kemudian Khidir membawanya ke sebuah bangunan tua dan berkata, “Tinggallah di sini dan jangan pergi meninggalkan tempat ini.”

Akhirnya SYEKH ABDUL QADIR AL JAILANI Q.S. menetap di sana selama tiga tahun. Setiap tahun Khidir datang dan memerintahkannya menetap di sana. Mengenai pengalamannya di tempat itu SYEKH ABDUL QADIR AL JAILANI Q.S. bercerita :

Selama menetap di padang pasir di luar Bagdad, semua yang kulihat hanyalah keindahan dunia. Semuanya menggodaku. Namun, Allah melindungiku dari godaannya. Setan, yang muncul dalam berbagai paras dan rupa, terus mendatangiku, menggoda, mengusik bahkan menyerangku. Allah selalu menjadikanku sebagai pemenang. Hawa nafsuku pun datang setiap hari dengan paras dan rupa diriku sendiri memohon agar aku sudi menjadi sahabatnya. Ketika kutolak, ia menyerangku. Allah menjadikanku sebagai pemenang dalam setiap peperangan tanpa henti ini. Aku berhasil menjadikannya sebagai tawananku selama bertahun-tahun dan memaksanya tinggal di bangunan tua di padang pasir itu.

Selama beberapa tahun aku hanya memakan rumput-rumputan dan akar-akaran yang dapat kutemukan. Selama itu pula aku tak pernah minum. Tahun berikutnya, aku hanya minum tak makan apa-apa. Dan tahun berikutnya aku tak makan, tak minum, bahkan tak tidur.

Aku tinggal di bangunan tua istana raja-raja Persia di Karkh. Aku berjalan bertelanjang kaki di atas duri-duri padang pasir dan tak merasakan apa-apa. Aku terus berjalan. Setiap kali kulihat tebing, aku mendakinya. Tak sedikit pun kuberikan kesempatan kepada hawa nafsuku untuk beristirahat atau merasa nyaman.

Di akhir tahun ketujuh, pada suatu malam aku mendengar satu suara menyeru, “Hai Abdul Qadir, kini kau dapat memasuki Baghdad.”

Akhirnya, kumasuki kota Baghdad dan tinggal di sana selama beberapa hari. Namun, aku tak tahan menyaksikan kemaksiatan, keseatana dan kelicikan yang merajalela di kota itu. Agar terhindar dari pengaruh buruknya, aku pergi meninggalkan Bagdad dengan hanya membawa al-Qur’an.

Namun, ketika di gerbang kota itu untuk kembali menyendiri di padang sahara, kudengar satu suara berbisik, “Kemana kau akan pergi?” katanya, “Kembalilah, kau harus menolong masyarakat.”

“Kenapa harus kupedulikan orang-orang bobrok itu?” seruku lantang, “Aku harus melindungi imanku.”

“Kembalilah, dan jangan khawatirkan imanmu,” Bisikan suar itu terdengar lagi. “Tak ada sesuatu pun yang akan membahayakan dirimu.”

Aku tak dapat melihat siapa gerangan yang bicara itu.

Kemudian sesuatu terjadi atas diriku. Entah apa yang mendorongku, tiba-tiba aku bertafakur. Seharian aku berdoa kepada Allah, semoga Dia berkenan membukakan tabir diriku sehingga mengetahui apa yang harus kulakukan.
Hari berikutnya, ketika aku mengembara di pinggiran Bagdad, di sekitar Muzfariyah, seorang lelaki, yang tak pernah kukenal sebelumnya, membuka pintu rumahnya dan memanggilku, “Hai Abdul Qadir!”

Ketika berada tepat di depan rumahnya, ia berkata “Katakan kepadaku apa yang kau minta kepada Allah? Apa yang kau do’kan kemarin?

Aku diam terpaku. Tak dapat kutemukan jawaban. Orang itu menatapku. Lalu tiba-tiba membanting pintu dengan sangat keras sehingga debu-debu berterbangan dan mengotori nyaris seluruh tubuhku. Aku pergi sambil bertanya-tanya apa yang kuminta kepada Allah sehari sebelumnya. Aku berhasil mengingatnya, lalu kembali ke rumah orang itu untuk memberikan jawaban. Namun, rumah tadi tak dapat kutemukan, begitu pun orang itu. Rasa takut meneyelubungiku. Pikirku, ia tentu orang yang dekat kepada Allah. Kelak, aku mengetahui bahwa orang itu adalah Hammad al Dabbas, yang kemudian menjadi guruku.

Syekh Tosun Bayrak, Mengenal Sang Sultan Aulia
The Secret of Secrets, Hakikat Segala Rahasia Kehidupan, Syekh Abdul Qadir Al Jailani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar