Ada banyak kenangan indah ketika kami bertandang ke Banjarmasin, 24 – 27 Nopember 2008 yang lalu. Tuan rumah, Bapak Gerlyansyah Basrindu yang akrab dipanggil Pak Igur, sosok bapak yang sangat ramah dan cepat beradaptasi. Padahal, kami belum lama mengenal beliau. Seingat kami, kita ketemuan saat ada training untuk sebuah perbankan syariah papan atas di kota yang sama tahun lalu.
Pak Igur merupakan tokoh penting di Banjarmasin. Banyak public figure Banjarmasin yang menjadi rekanannya, tidak sekadar ‘say hello’ atau kenal lewat ajudan. Bahkan banyak yang sudah sangat dekat seperti keluarga. Tidak heran jika ada acara-acara seremonial di kampus yang ia pimpin, STIA Bina Banua, banyak pejabat teras turut hadir sebagai tamu kehormatan. Cerdas sosial, dua kata itu agaknya tepat disandang Pak Igur. Selain sebelumnya beliau telah mendapatkan nama bagus, Syaifudin, dari sang guru mursyid di Suryalaya, Tasikmalaya.
Sore itu, sekitar pukul 17 lebih WITA, Pak Igur sudah menunggu rombongan dari Jakarta yang akan bertugas memberikan pembinaan pada komunitas muslim Banjarmasin. Rombongan yang dipimpin oleh Ajengan Zezen dan Ust. Wahfiudin ini berjumlah lima orang, termasuk penulis. Pak Igur sudah siap dengan Toyota Kijang Kapsul 1996nya. Rombongan yang baru saja mendarat di Bandara Syamsuddin Noer, dengan segera masuk ke dalam kapsul silver itu. Agak sesak memang. Namun, tidak berapa lama ternyata mobil penjemput lain tiba. Akhirnya sebagian rombongan hijrah ke mobil yang baru datang itu.
Setengah jam berlalu ketika kami tiba di penginapan. Sebuah guest house yang lumayan nyaman, tapi sayang nggak ada liftnya. Penulis dan seorang rekan kebagian kamar di lantai paling atas. Kebayang deh, capeknya. Tapi nggak apa-apa, sekalian fisioteraphy untuk kaki yang setahun lalu mendapat musibah. Alhamdulillah kedua kaki bagus ini masih diselamatkan Allah.
Penat belum hilang, tugas sudah menghadang. Rekan penulis yang baru selesai tugas training di Rantau Prapat kelihatan lelah sekali. Dia butuh istirahat. Ya, sudah akhirnya penulis dan Kang Ibnu – ajudan Ajengan Jejen – berangkat ke ruang training di Kampus STIA Bina Banua. Masih di dalam Kijang Kapsul Silver, Pak Igur setia mendampingi kami di belakang stir. Nuraniku bicara, “Hmm, bapak satu ini luar biasa. Padahal dia orang nomor satu di kampusnya. Bisa saja ia menyuruh bawahannya untuk tugas kecil seperti ini. Tapi, itulah Pak Igur.”
Tiba di kampus, kami langsung menuju ruang training. Sebuah aula serbaguna sederhana yang disulap menjadi ruang training berkapasitas seratus orang. Setting perlengkapan audio, layar dan projector, backdrop, tata kursi kemudian dengan cepat dilakukan. Sebuah rutinitas persiapan training yang sudah berulangkali dilaksanakan, sesuai SOP yang kantor bikin. Lewat maghrib, pekerjaan selesai. Lumayan lelah dan mandi keringat.
Letih sore itu nyatanya mengandung hikmah yang luar biasa. Pak Igur yang datang kembali ke kampus setelah menjemput istrinya, membawa kami ke sebuah rumah mungil dan asri di kawasan perumahan Bunyamin. Sebuah kediaman putra Ibu Badi’ah (istri almarhum Prof. Jurkani Yahya). Di rumah mungil itu telah menanti Ajengan Jejen dan Ust. Wahfiudin serta rekan kami. Tibanya kami serta merta menimbulkan ajakan tuan rumah untuk langsung menuju ruang makan. “Eh, tau aja tuan rumah. Lagi lapar-lapar gini diajak makan. Alhamdulillah,” seruku dalam hati.
“Woww…!!!” Penulis terkejut dengan hidangan di depan mata. Menu seafood ala Banjarmasin tertata rapi dan mengundang syahwat bathni (baca : perut yang keroncongan). Udang Gala berwarna merah dan Ikan Gurame Bakar menarik-narik air liur yang seperti ingin cepat-cepat menyeruak keluar dari dalam mulut. Apalagi sambalnya. Hmm… Dahsyat… Luar Biasa. Malam itu, sepertinya tuan rumah benar-benar tahu kondisi kami.
Suasana makan malam yang sangat berkesan. Peluh mengalir deras dari pelipis. Saking semangatnya menyantap Udang Gala dan Ikan Bakar. Seloroh kecil datang dari lisan Ust. Wahfiudin, “Saya, kalo makan sampai keluar keringat deras dari wajah, tandanya selera makan saya sangat cocok dengan menu yang disantap. Makanan malam ini sangat luar biasa. Tuan rumah emang paling bisa bikin senang tamu.”
Begitulah coretan kecil saat kami berkunjung ke Banjarmasin. Kami mendapatkan service istimewa dari Pak Igur dan keluarganya, juga Bu Badi’ah dan keluarganya. Makan malam itu menjadi motivator kami untuk semakin bersemangat melatih kawan-kawan tiga hari berikutnya.
Rawamangun, 5 Desember 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar