Kamis, Juli 03, 2014

Saat Terindah Mendulang Tambang Emas Kebahagiaan

Belasan anak-anak usia SD segera berlarian keluar masjid seusai Imam Shalat Tarawih mengucapkan salam di rakaat terakhir rangkaian Shalat Tarawih dan Witir yang dipimpinnya. Mereka berebutan meraih pemukul bedug yang jumlahnya empat pasang dan hanya empat anak tercepat yang mampu meraih empat pasang pemukul bedug itu. Sedang yang lainnya bersorak menyemangati kawan-kawannya yang sudah memegang pemukul bedug. Tidak lama kemudian terdengar suara rampak bedug bersahut-sahutan, meski iramanya tidak harmonis. Suasana di luar masjid menjadi semarak, sementara di dalam masjid orang-orang dewasa tetap khusyuk melanjutkan dzikir seusai Shalat Tarawih dan Witir. Lelah memukul bedug mereka kembali ke dalam masjid untuk mengikuti kegiatan tadarus al-Qur’an yang dipimpin salah seorang ustadz.
Ini gambaran suasana malam Ramadhan yang banyak kita jumpai di pelosok-pelosok desa di Nusantara, paling tidak suasana itu yang akrab penulis alami di daerah asal penulis, kawasan Barat Kabupaten Bogor tepatnya kampung Sadeng Kaum. Sejak penulis kecil hingga sekarang suasana itu tidak berubah. Orang-orang yang kini telah dewasa menularkan secara alamiah kepada generasi yang lebih muda bagaimana mengekspresikan kegembiraan mengisi malam-malam Ramadhan.
Lain di desa lain pula di Kota.
Kehidupan relijius di desa cenderung homogen, sehingga kemeriahan menyambut dan mengisi malam-malam Ramadhan dengan memukul bedug, membaca al-Qur’an - seringkali menggunakan alat pengeras suara sehingga terdengar sampai ke sudut-sudut desa - non stop hingga menjelang waktu makan sahur, rutin dilakukan setiap malam. Sementara di kota, suasana meriah seperti itu tidak berlangsung lama. Meski di beberapa lokasi ada kemiripan namun itu berbatas waktu, paling tidak hingga pukul 22.00.
Hal ini  bisa dimaklumi, karena di kota populasi manusia lebih heterogen, demikian juga para penganut agama dan keyakinan menjadi lebih majemuk. Pada gilirannya masyarakat muslim harus lebih mengedepankan sikap toleransi dalam mengamalkan ritual keagamaannya.   
Ada perbedaan mencolok akibat perbedaan pengamalan keagaamaan di desa dan di kota. Anak-anak di desa cenderung lebih relijius. Didukung oleh lingkungan dan dorongan orang tua kepada anak-anaknya agar lebih aktif mengamalkan ritual keagamaan. Sedari balita mereka diharuskan menyelesaikan hafalan juz ‘Amma (juz yang ke-30 di dalam Al-Qur’an) dan mampu mengkhatamkan al-Qur’an saat usia mulai beranjak enam tahun ke atas. Apalagi kalau lingkungan desa tempat mereka tinggal berdiri pondok-pondok pesantren.   
Di kota, kegiatan super sibuk selalu mengiringi kehidupan para orangtua. Pergi kerja pagi-pagi buta karena harus mengejar jam masuk kantor tepat waktu, terlambat sedikit jatah uang makan hangus. Ketika berangkat kerja anak-anak masih terlelap tidur. Pulang kantor tidak bisa segera pulang ke rumah karena harus melakukan meeting bersama klien. Belum lagi di perjalanan harus berjuang dengan suasana macet lalulintas. Tiba di rumah  sudah larut malam. Anak-anak pun sudah tidur. Tidak ada waktu berinteraksi intensif dengan anggota keluarga yang lain. Akibatnya terjadi pengabaian pendidikan keagamaan anak-anak di rumah.
Bersyukur, Allah Yang Mahapengasih dan Mahapenyayang memberikan fasilitas Ramadhan sebulan penuh yang di dalamnya penuh dengan Keberkahan, Rahmat dan Ampunan-Nya. Semua amal baik dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT. Memacu umat muslim yang menjalaninya untuk giat beramal sholih.
Kesadaran beragama menjadi lebih terbina. Di lingkungan rumah, masjid-masjid menyelenggarakan kegiatan keagamaan lebih masif. Di kantor tidak ketinggalan, para pengurus bidang kerohaniahan bersemangat menyajikan aneka menu kajian tematis dalam rangka mengisi dahaga spiritualitas teman-temannya sesama karyawan yang sedang berpuasa agar di sela-sela waktu istirahat diisi dengan siraman-siraman ruhani yang mencerahkan.
Semua menjadi serba terkondisikan. Allah SWT sedang memanjakan mahlukNya di bulan suci ini.
Di antara rangkaian khutbah menjelang Ramadhan, Rasulullah SAW berpesan :
“Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah.
·         Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama.
·         Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama.
·         Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.
Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-NYA.
Di bulan ini
·         nafas-nafasmu menjadi tasbih,
·         tidurmu ibadah,
·         amal-amalmu diterima dan
·         doa-doamu diijabah.
Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.

Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini.
Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu di hari kiamat.
·         Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin.
·         Muliakanlah orang tuamu,
·         sayangilah yang muda,
·         sambungkanlah tali persaudaraanmu,
·         jaga lidahmu,
·         tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan
·         pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya.
·         Kasihilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu.
·         Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu.
Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih;
·         Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya,
·         menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan
·         mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.

Dari penggalan khutbah menjelang Ramadhan ini semoga kita mampu mengamalkannya dan hanya orang-orang yang mampu mengambil peluang emas inilah yang beruntung dan berbahagia. ***han020714

5 komentar: