Selasa, Februari 24, 2009

Orasi Akeh : Wasilah Mursyid

Semua yang hadir pada manaqib di Suryalaya 7 Februari 2009 yang lalu mendapatkan sesuatu yang agak berbeda dibanding manaqib-manaqib sebelumnya. Pagi itu, sebagaimana biasa sebelum para petugas manaqib dipersilakan melaksanakan kewajibannya di Mesjid Nurul Asror, pembawa acara memberikan kesempatan kepada murid senior Pangersa Abah yaitu KH. R. Abdullah Syarif (Akeh) untuk menyampaikan pengantar.

Pada manaqib-manaqib sebelumnya, Akeh yang sudah sangat sepuh—diperkirakan usianya hampir sama dengan Pangersa Abah—berbicara dengan nada suara yang lemah, selemah kondisi tubuhnya yang semakin renta. Tapi, pagi itu ada sesuatu yang lain. Setelah menyampaikan pengantarnya, beliau memohon ijin untuk berbicara agak panjang lebar.

Pada awalnya, Akeh berbicara dengan intonasi yang lembut. Dengan bahasa sunda yang fasih, diselingi sesekali bahasa Indonesia, Akeh memberikan ucapan selamat datang untuk ikhwan-akhwat dari luar negeri, yaitu dari Malaysia. Rombongan Malaysia datang ke Suryalaya memang tidak pada setiap manaqib, mengingat betapa jauhnya jarak yang harus ditempuh. Kali ini, rombongan beranggotakan lebih banyak dari biasanya karena memang sebelumnya digelar Pertemuan Khusus Para Wakil Talqin TQN Suryalaya se-Indonesia dan Luar Negeri.

Lambat laun intonasi Akeh semakin meninggi, tegas dan keras. Bagi ikhwan-akhwat yang faham bahasa sunda pasti merasakan betapa dahsyatnya orasi Akeh. Penulis, pada saat itu mendengar dengan takdzim orasi beliau di kediaman Ma Didah—saudari Pangersa Abah—yang terletak di sebelah selatan madrasah. Di sebelah penulis duduk salah seorang cucu Pangersa Abah Sepuh. Kami yang memang faham bahasa sunda—di sela-sela dzikir qalbu di dalam sanubari—tertunduk haru menyimak rangkaian kalimat yang keluar dari lisan sobat dalit Pangersa Abah Anom itu.

Jika kita mendengar kalimat-kalimatnya tanpa mengikutkan rasa, sepertinya hal itu biasa-biasa saja, karena kalimat-kalimat tersebut sangat lazim dan familiar di telinga kita. Namun, karena yang mengucapkannya adalah Akeh dan penulis yakin beliau adalah salah seorang pengemban tugas Pangersa Abah yang telah banyak mendapatkan pengalaman spiritual—Akeh diangkat sebagai wakil talqin sejak tahun 1972—hal itu menjadi sangat luar biasa.

Setelah Akeh mengucapkan selamat datang kepada rombongan Malaysia dan secara khusus memberikan selamat kepada Wakil Talqin dari Aceh—Tengku Sulfanwandi—Akeh berkata,

“Hadirin sekalian! Kita sebelumnya tidak pernah kenal dan berjumpa langsung dengan orang-orang Malaysia, dengan orang Aceh. Karena jarak yang begitu jauh. Tapi kita patut bersujud syukur kepada Allah SWT, hari ini kita bisa berjumpa langsung dengan mereka. Kita tidak akan bisa mendapatkan anugerah yang begitu besar ini kalau bukan lantaran adanya guru (Pangersa Abah Anom)”.

“Kehadiran mereka disini, kehadiran Anda semua disini, disebabkan (adanya) guru. Guru yang menjadi wasilah kita bisa saling bersilaturahim. Kita tidak pernah mengundang secara khusus sebelumnya kepada ikhwan-akhwat Malaysia, Aceh dan lain-lain untuk berbondong-bondong datang ke tempat ini. Tetapi lantaran mahabbah mereka kepada guru, mereka mampu ‘dihadirkan’ di tempat ini”, lanjutnya.

“Semua yang ada di hadapan kita, semua yang telah kita nikmati hingga detik ini. Semua masalah yang telah begitu mudah kita selesaikan. Wasilah-nya karena Guru. Karena itu sangat patut dan layak kita bersujud syukur kepada Allah yang telah memberikan Guru. Guru yang selalu membimbing kita untuk dekat dengan Allah. Bayangkan jika Guru tidak ada di tengah-tengah kita!!!”. (*)

Allahu Akbar. Bulir-bulir air mata mengalir perlahan membasahi pipi penulis. Dada seakan terasa meledak dan menumpahkan segala isi yang ada di dalamnya. Kerinduan memuncak kepada Pembimbing yang Mulia seakan tidak tebendung lagi. Teringat pesan Rasulullah SAW kepada Ibnu Mas’ud ra, “Karena merekalah Allah menghidupkan, mematikan, menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman dan menolak bencana.”

Ibnu Mas’ud ra bertanya, “Apa maksud karena merekalah Allah menghidupkan dan mematikan?”

Rasulullah bersabda, “Karena mereka berdo’a kepada Allah supaya umat diperbanyak, maka Allah memperbanyak mereka. Mereka memohon para tiran untuk dibinasakan, maka Allah binasakan mereka. Mereka berdo’a agar turun hujan maka Allah turunkan hujan. Allah sebarkan mereka di muka bumi. Kebanyakan orang tidak mengenal mereka. Jarang manusia menyampaikan terimakasih khusus kepada mereka.” (Hilyatul Awliya’, Syekh Abu Nuaim)

Meruya, 22 Februari 2009 (Han)

* (Diterjemahkan bebas ke dalam bahasa penulis dari bahasa sunda yang diucapkan Akeh dan tidak semuanya penulis tampilkan disini. Untuk mengetahui lebih jelas kalimat-kalimat Akeh silakan hubungi radio Inayah FM Suryalaya yang merekam langsung kejadian tersebut)


1 komentar:

  1. Alhamdulilah tulisan yang sangat bermanfaat untuk mengenal ajengan Akeh, dimana Ajengan Akeh merupakan teman baik Abah Anom. Dan dari tulisan ini menambah rasa kecintaan saya kepada ajengan akeh

    BalasHapus