Selasa, Juli 03, 2012

KH. NOOR ANOM DIMAKAMKAN DI PUNCAK SURYALAYA

Abah Nur Anom
(KH. Noor Anom Mubarok
bin Syekh Abdullah Mubarok ra)
TASIK, (KP).- Jenazah KH. Noor Anom Mubarok, BA, putra bungsu pendiri Pondok Pesantren Suryalaya, Syaikh Abdulah Mubarak bin Nur Muhammad dimakamkan di tempat pemakaman keluarga Puncak Suryalaya, komplek Pontren Suryalaya, Desa Tanjungkerta, Kec. Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Kamis (12/4) pagi.

Prosesi pemakaman pemegang mandat kepemimpinan Pondok Pesantren Suryalaya itu diiringi ribuan pelayat yang sebagian besar ikhwan, dipimpin langsung oleh keponakannya, KH. Zaenal Abidin Anwar. Tepat pukul 09.00 WIB, jasad KH. Noor Anom Mubarok dikebumikan disamping makam keponakannya, KH. Dudun Noorsaiduddin.

Selama proses pemakaman, mereka yang datang dari berbagai daerah tak henti-hentinya berdoa, bersalawat, mengumandangkan takbir dan tahlil untuk almarhum. KH. Noor Anom Mubarok, wafat pada hari Rabu 11 April 2012 atau 19 Jumadil Awal 1433 H pada pukul 19.45 di Rumah Sakit Islam, Bandung. Almarhum meninggalkan satu orang istri, Hj. Engkay dan empat orang anak, yaitu tiga putri dan satu putra. Almarhum meninggal karena penyakit jantungnya kambuh. Sebelumnya, almarhum sempat dibawa ke rumah sakit di Bandung, namun tidak lama berada di rumah sakit almarhum menghembuskan nafas terakhirnya. 

Putra terbaik Kabupaten Tasikmalaya yang kesehariannya berada di Bandung ini, merupakan salah satu yang diamanahkan untuk mengelola, memelihara dan melestarikan pondok pesantren Suryalaya oleh KH. A. Shohibulwafa Tajul Arifin (Abah Anom). Amanah tersebut sesuai yang diputuskan dalam maklumat Nomor :211.PPS.X.1998 dan langsung ditanda tangani oleh Abah Anom. Makumat itu menyebutkan tiga orang nama, yaitu KH. Noor Anom Mubarok, BA, KH. Zaenal Abidin Anwar dan KH. Dudun Noorsaiduddin sebagai pemegang amanah untuk meneruskan kepemimpinan Suryalaya.

Selain dipercaya sebagai penerus dalam mengembangkan ajaran TQN, ketiga orang tersebut juga diamanahkan untuk mengelola, memelihara dan melestarikan Pondok Pesantren Suryalaya serta pembina ikhwan TQN. Namun, dari ketiga nama tersebut, pada 16 Mei 2010 M atau 02 Jumadil Akhir 1431 H satu orang diantaranya yakni KH. Dudun Noorsaiduddin yang merupakan anak kandung Abah Anom sudah meninggal dunia mendahuli Abah Anom.

Peduli pendidikan 
Kepala Sekretariat Pontren Suryalaya H. Baban Ahmad Jihad S.B. Ar mengatakan, selama hidupnya, KH. Noor Anom Mubarok aktif bersama kakak kandungnya, Abah Anom dalam memperjuangkan kemerdekaan dan gerombolan DI/ TII. Almarhum juga aktif membantu kakaknya dalam mengembangakan pendidikan formal dan non formal serta pembangunan fisik dan meningkatkan perekonomian masyarakat.

Bahkan, pada tahun 1961 almarhum dipercaya Abah Anom untuk mendirikan pendidikan formal yakni Sekolah Menengah Islam Pertama (sekarang SMPI) dibawah naungan Yayasan Serba Bakti Suryalaya (YSB).

Semakin tahun yayasan yang memayungi sekolah formal itu terus berkembang. Yayasan tersebut memayungi sekolah Diniyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Sekolah Menengah Atas (SMA) didirikan tahun 1975, dan tahun 1986 berdiri perguruan tinggi bernama Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM).

Dunia pendidikan mulai dari tingakt TK hingga perguruan tinggi, yang semula hanya berdiri di lahan 2 hektar, kini sudah berdiri di lahan 36 hektar. Namun, KH. Noor Anom Mubarok masih terus meninjau kekurang-kekurangannya yang selama ini telah dilakukan dan dijalani. Almarhum melakukan semua itu karena berkeinginan pendidikan yang "Amaliah dan Amal Ilmiah" dengan jargon "Cageu Bageur Lahir Batin" 

Sebagai sosok yang peduli pendidikan, almarhum sangat memikirkan agar pendidikan formal terus berkembang dan masyarakat bisa mengenyam pendidikan tanpa dibebani biaya. Almarhum juga memikirkan sarana dan prasarana yang saat ini sudah tidak sesuai dengan jumlah siswa yang setiap tahunnya terus bertambah. Sebagai ponpes yang juga memiliki kewajiban dalam pendidikan formal, kata Baban, tidak bisa menolak jika ada masyarakat yang menginginkan sekolah di Suryalaya.

Alhasil, saat ini banyak siswa yang terpaksa harus belajar di madrasah atau mesjid bahkan di teras rumah. Hal ini karena jumlah siswa semakin bertambah, namun sarana dan prsaran tidak ada penambahan. "Para siswa yang datang tak hanya masyarakat sekitar, namun banyak juga dari luar daerah yang sengaja menginginkan bersekolah di suryalaya," ujar H. Baban yang merupakan putra bungsu Abah Anom (dari Ibu Hj. Euis). E-18*** (Sumber : Kabar Priangan.com)

1 komentar: