Senin, Februari 02, 2009

Secuil Kisah di Masjid Istiqlal

Ada sedikit kisah menarik di balik penyelenggaran manaqib SAQ Al Jailani di Masjid Istiqlal 24 Januari 2009 yang lalu. Kisah ini cukup penting untuk diketahui oleh para pembaca, terutama ikhwan TQN Suryalaya.

Sadeng saat itu hadir dalam rapat teknis pelaksanaan manaqib yang diselenggarakan panitia manaqib di kawasan PIK Ciracas, Jakarta Timur. Hadir panitia inti yang terdiri dari pengurus Yayasan Serba Bakti Koordinator DKI Jakarta dan unsur perwakilan dari lima wilayah kotamadya. Sadeng diajak hadir oleh seorang kawan yang juga fungsionaris perwakilan dari Jakarta Timur.

Setelah membicarakan beberapa hal teknis seperti susunan acara, petugas pengisi acara, konsumsi untuk undangan VIP, sampai ke hal-hal kecil lain yang mesti diperhatikan. Pembicaraan mengarah pada kekhawatiran panitia bahwa dzikir harian TQN Suryalaya tidak bisa dilaksanakan bada shalat dhuhur. Apa sebab?

Pengelola masjid Istiqlal mengijinkan panitia untuk menggunakan ruangan dari pukul 08.00-11.30 WIB. Di atas itu akan ada komunitas lain yang menggunakan ruang masjid dan rencananya merekalah yang memimpin shalat dhuhur hingga kegiatan dzikir. Dus dengan demikian kecil kemungkinan jamaah TQN untuk bisa berdzikir sebagaimana biasa.

Tapi harapan besar tersibak ketika ketua Korwil DKI Jakarta, KH. Azhari Baidlawi, menyatakan bahwa peserta yang akan hadir diperkirakan sejumlah 15.000 orang. Dengan jamaah sebanyak itu sangat sulit untuk mencegah peserta berdzikir harian, karena dzikir harian sudah mendarahdaging di kalangan ikhwan. Kalaupun diarahkan untuk tidak berdzikir, mereka pasti akan berdzikir secara berkelompok.

Sabtu dinihari 24 Januari 2009, pukul 03.00 pagi 60 buah bus dari Kabupaten dan Kotamadya Tasikmalaya telah tiba di Masjid Istiqlal. Jamaah dari Tasikmalaya sempat kebingungan karena tidak ada Panitia Manaqib yang menyambut mereka. Hingga usai Shalat Shubuh panitia belum juga ada yang datang. KH. Anwar, pengasuh Pondok Inabah VII Rajapolah, Tasikmalaya yang tergabung dalam rombongan itu berinisiatif memimpin jamaah untuk berdzikir harian. Subhanallah, lantunan kalimat tahlil ala TQN Suryalaya menyemburat keluar dari kurang lebih 3.600 bibir. Menggema di seantero ruang utama masjid untuk pertamakalinya. Mengisi relung-relung qalbu jamaah yang melantunkannya.

Kemudian jamaah lain mulai berdatangan sejak pukul 6 pagi. Area parkir mobil di sisi timur Masjid Istiqlal mulai disesaki bus-bus pariwisata yang datang bergelombang dari luar kota. Puluhan kendaraan pribadi beroda empat pun demikian. Para penumpangnya berhamburan keluar dan dengan bersemangat memasuki Masjid Istiqlal. Ruang utama Masjid Istiqlal mulai dipenuhi jamaah. Panitia yang telah datang kemudian berinisiatif menggelar Shalat sunnah Hajat Lidaf’il Bala berjamaah. Setelah itu dzikir harian menggema kembali untuk keduakalinya.

Rangkaian ritual manaqib pun dimulai ketika jarum jam menunjukkan tepat di angka delapan, diawali dengan dzikir khataman TQN Suryalaya, lalu pembacaan ayat suci Al Qur’an, Tanbih, Tawassul dan Manaqib Syekh Abdul Qadir Al Jailani qs. Ketika dzikir khataman dimulai, jamaah telah membludak sampai keluar area masjid. Panitia yang berseragam putih-putih tampak sibuk mengatur jamaah yang baru datang.

Dari awal acara hingga proses pembelajaran dzikir pada pukul 11 siang, rangkaian demi rangkaian ritual mengalir lancar. Namun pada saat persiapan Shalat Dzuhur berjamaah pengurus Masjid Istiqlal menyampaikan pengumuman yang cukup membuat ribuan jamaah bergumam kecewa. Lewat pengeras suara petugas mengumumkan bahwa seusai ba’da Shalat Dzuhur Masjid Istiqlal akan langsung melakukan kegiatan Kultum. Karena itu mereka mengharapkan jamaah TQN Suryalaya untuk mengikuti kegiatan yang telah rutin mereka selenggarakan ini dan menghimbau untuk tidak melakukan dzikir ala TQN Suryalaya. Kekhawatiran panitia di awal terbukti.

Mafhum dengan pengumuman dari tuan rumah, jamaah berusaha tawadhu. Kemudian Adzan berkumandang. Jamaah dengan khusyu’ mendengarkan lantunan kalimat-kalimat adzan yang disuarakan dengan indah oleh muadzin masjid. Selepas itu shalat sunnah qabliyah dilaksanakan oleh masing-masing individu. Sebelum iqomah, kembali petugas mengingatkan pengumuman yang telah disampaikan sebelumnya. Lalu muadzin mengumandangkan iqomah. Shalat Dzuhur pun digelar.

Empat rakaat Shalat Dzuhur diikuti dengan khusyu’ oleh ribuan jamaah siang itu. Sadeng merasakan nuansa yang sangat indah. Betapa tidak, di dalam qalbu masing-masing ribuan jamaah TQN Suryalaya yang sedang melaksanakan shalat terasakan getaran lantunan dzikir khafy. Energinya sangat besar. Imam kemudian mengucapkan salam, pertanda ritual Shalat Dzuhur telah usai.

Beberapa saat terjadi keheningan. Sadeng menunggu imam melantunkan dzikir umum, tetapi suara itu tidak terdengar. Tiba-tiba Sadeng mendengar suara yang sangat familiar menggantikan suara imam masjid. Suara itu dengan mantap melantunkan Hadharah Fatihah untuk Rasulullah SAW. Itu artinya dzikir harian TQN Suryalaya akan dilaksanakan. Subhanallah, tidak salah. Itu suara Ajengan Gaos. Sesungging senyum terlukis di bibir Sadeng, qalbu ini merasa bahagia. Inilah kemulyaan guru Mursyid. Meski dilarang-larang dengan alasan kegiatan rutin yang tidak bisa diganggu, nyatanya dzikir harian tetap bisa dilaksanakan.

Setelah dikomando oleh Ajengan Gaos, serempak ribuan Jamaah melantunkan dzikir jahr. Kalimat tahlil menggema. Menusuk-nusuk qalbu. Mengantar ruh-ruh yang rindu Rahmat Ilahi. Perlahan tapi pasti beberapa jamaah mengalami trans. Yang ada dalam ingatannya hanyalah Allah. Kalimat Thayyibah itu semakin intens bergelora. Klimaksnya, Ajengan Gaos menutup dzikir dengan menyebut nama Rasulullah SAW.

Sekelebat mikrofon berpindah tangan. Suara lain terdengar dari pengeras suara. Sama familiarnya dengan telinga ribuan jamaah. Suara Ust. Wahfiudin kini memenuhi ruang utama masjid. Beliau lantunkan doa dzikir jahr. Diamini ribuan jamaah.Tidak lama kemudian rangkaian wirid pengantar dzikir khafy terlontar dari bibir Ust. Wahfiudin, jamaah mengiringi dengan membaca Ummul Qur’an, Surah Al Fatihah. Seketika keheningan menyelimuti Masjid Istiqlal. Tidak lagi terdengar suara dzikir dari lisan ribuan jamaah. Dzikir telah berpindah ke qalbu mereka. Qalbunya yang kini sedang sibuk mengingat Asma-Nya. Beberapa menit berselang, nama Rasulullah SAW pun terdengar. Pertanda rangkaian dzikir berakhir.

Jamaah saling bersalaman dan menyunggingkan senyum. Luar biasa. Allah sedang menurunkan rahmat-Nya kepada kami. Mursyid tercinta, Syekh Ahmad Shahibul Wafa Tajul ‘Arifin telah membimbing kami untuk masuk dalam dekapan Sang Maha Penyayang.

Apa yang terjadi? Mengapa kemudian dzikir harian bisa terselenggara?

Usut punya usut, ternyata, saat pengumuman pertama diinformasikan, salah seorang panitia menghubungi imam Shalat Dzuhur. Ia menjelaskan kondisi jamaah yang hampir semuanya jamaah TQN Suryalaya kepada imam. Dan biasanya sehabis shalat fadhu jamaah TQN Suryalaya akan segera berdzikir. Jika mereka tidak dikomando oleh seseorang untuk berdzikir, mereka akan mencari tempat sendiri-sendiri dan melakukan dzikir secara terpisah atau berkelompok dan akan menyita waktu. Maka lebih baik jamaah dikomando saja, sehingga bisa diatur waktunya.

Imam Shalat Dzuhur setuju. Panitia memperkenalkan kepada imam siapa yang akan memimpin dzikir ba’da Shalat Dzuhur nanti. Dan skenarionya, seusai salam Imam akan menyerahkan mikrofon kepada komandan dzikir, yaitu Ajengan Gaos.

Begitulah, Masjid Istiqlal hari itu dipenuhi dengan dzikir jahr dan khafy TQN Suryalaya. Tidak sekali saja tapi tiga kali. Alhamdulillah.

Meruya, 1 Februari 2009 (Han)


12 komentar:

  1. Alhamdulillah ...subhanallah...saya bisa merasakan kedasyatan zikir jahar ...walaupun saya tidak ada di mesjid Itsiqlal pada saat manakib berlangsung....

    BalasHapus
  2. Terimakasih atas komentar positif Anda. Saya sangat berbahagia Anda berkenan mampir dan membaca artikel-artikel saya. Siapa pun anda, saya ingin berkenalan lebih lanjut.
    Thx

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah....Berkah Mursyid....
    Dan reportasenya bagus banget, menggugah tersu menulis

    BalasHapus
  4. Thx mas Joe Art. Kita sama-sama berjihad di jalan ini ya....!!! Keep Write. KH Nawawi Tanara Banten adalah teladan kita untuk menghasilkan banyak karya dalam tulisan. Terutama kalo kita mengaku sebagai Orang Indonesia (Nusantara)

    BalasHapus
  5. Terims atas informasinya & dan selanjutnya kita menanti info2 dari Anda

    Mas sadeng, ketika saya bersilaturrahmi dengan Aj Gaost di Bu Haya (Prapanca) ada sesuatu sesuatu yang luar biasa (karomah guru)...

    Beliau cerita mengalir aja...(saya ringkaskan kurang lebih).
    Kata Aj. gaost :'Ketika mendengar pengumuman dari pihak mesjid bahwa tidak ada dzikr setelah sholat, bapak mah...sudah berniat untuk dzikir sendiri2.. saja, tapi di dalam hati ke Abah ..."Abah murid mah tahunya setelah sholat teh dzikir, tapi teu langkung Abah (terserah Abah)...,eta mah SUBHANALLAH..., begitu salam microfon dia serahkan (sambil praktikan cara menyerahkannya)langsung derrr dikir... dst dan tak hentinya... dengan mengurai karomah2 guru dibalik manakib di istiqlal

    saya hanya bisa terharu dan berkaca2...dan semakin cinta terhadap guru.

    mungkin berkat doa yang didengar mursyid itulah Anda2 sebagai panitia langsung bergerak menemuai imam besar istiqlal

    Sufi Firdaus

    BalasHapus
  6. Thx atas commentnya. Mas Firdaus, alhamdulillah apapun jalan yang telah dilalui, hakikatnya memang Allah lah yang telah mengatur. Begitu juga kisah kecil ini. Mudah2an bertambah kuat keinginan ikhwan untuk terus berkhidmah kepadanya.

    BalasHapus
  7. dari ceritanya saja sdh dpt mendiskripsikan betapa khidmatnya acara tersebut, sayang, pas hari itu saya lagi di semarang Ust..

    BalasHapus
  8. Belum pas aja waktunya kang Fajri. Berdoa saja kepada allah supaya kita selalu dimudahkan menjalankan program pelayanan (ibadah) kepada Allah dan abdi-abdi-Nya

    BalasHapus
  9. ALHAMDULILLAH, semoga suasana itu dapat kita rasakan kapanpun dan dimanapun.....

    BalasHapus
  10. Membaca tulisan diatas, tanpa disadari air mata bahagia keluar merasakan suasana yang penuh dzikir, sungguh suasana yang penuh barokah dan karomah Pangersa Guru mengantarkan kita pada titian tangga menuju Ma'rifat kepada Alloh SWT, suasana itu masih bisa dirasakan sampai sekarang, walaupun acara itu sudah berlalu, karena dzikir tidak boleh dibatasi oleh ruang dan waktu

    BalasHapus
  11. jangan berhitung pake matematika recehan. jika kita rabithah dengan mursyid, kita laksana anak panah yang dilepaskan dari busur mursyid. teruslah berkhidmat. allahu akbar!!!

    BalasHapus
  12. Membaca tulisan diatas, tak terasa air mata bercucuran, ada perasaan yang begitu sulit diungkap dengan kata-kata, Terima kasih Abah.

    BalasHapus