Satu lagi orang sholeh telah meninggalkan kita. Sahabat dekat dan orang yang sangat setia kepada Pangersa Abah Anom (Waly Mursyid TQN Suryalaya) pagi tadi, Rabu, 8 Desember 2010 / 2 Muharram 1432 H pada pukul 10.30 WIB telah berpulang ke Rahmatullah pada usia 94 tahun (lahir 29 Februari 1916-wafat 8 Desember 2010).
Pangersa Aang (alm)--begitu beliau sering disapa-- adalah wakil talqin Abah Anom. Beliau juga Pengasuh dan sesepuh Pondok Pesantren Darul Falah Cianjur yang beralamat di Jl. Stekmal No. 7 Kp. Gelar Rt/Rw. 003/015 Kel. Pamuyanan Cianjur. Tlp. (0263) 264970.
Akhir-akhir ini beliau memang sering sakit-sakitan.
Meski demikian, beliau selalu menyempatkan hadir pada Manaqib Syekh Abdul Qadir Al Jaylani qs yang digelar oleh guru dan waly Mursyidnya Pangersa Abah Anom di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya.
Beliau banyak mencetak kader muballigh yang handal. Yang penulis tahu, dari sekian banyak kader yang dididik oleh Pangersa Aang (alm) ada tiga orang kader yang telah dipercaya mengemban amanah dan diangkat menjadi wakil talqin TQN Suryalaya oleh Pangersa Abah Anom. Ketiga orang itu adalah KH. Sirajudin Royani (Tangerang), KH. Aah Zaenal Arifin (Cianjur) dan KH. Asep Samsurizal Hudaya, S.Ag.,MSi (Cianjur). Dua yang terakhir adalah putra-putra beliau.
Semoga ruh beliau diterima Allah SWT, dan ditempatkan oleh Allah bersama orang-orang sholeh yang terdahulu. Amiin...
Rabu, Desember 08, 2010
Jumat, November 12, 2010
Safari Dakwah Jateng - DI Yogyakarta
24-31 Oktober 2010
Usai memberikan Kursus Tasawuf yang diselenggarakan Ibu BELLA Perwakilan Jakarta Selatan, Ust. Wahfiudin segera meluncur ke Kantor Korwil DKI Jakarta di Jl. Balai Pustaka V No. 3 Rawamangun Jakarta Timur. Di Kantor telah bersiap Ust. Abdul Latif, Haji Agus Syarif, Mas Nugraha Romadhan, Mas Hendra Yudha dan Kang Bambang. Mereka tergabung dalam tim Safari Dakwah 24-31 Oktober 2010 yang dipimpin oleh Ust. Wahfiudin. Tujuan Safari Dakwah kali ini adalah Tegal, Brebes, Pekalongan, Semarang, DI Yogyakarta dan Purwodadi.
Sekitar pukul 16.00 WIB, Tim Safari Dakwah bertolak dari Jakarta. Isuzu Elf berkapasitas maksimum duabelas orang masih setia menemani perjalanan dakwah tim. Tempat perhentian pertama adalah Kawasan Wisata Pemandian Air Panas Guci, Kabupaten Tegal. Ada ratusan ikhwan TQN Suryalaya di kawasan ini. Tim tiba di lokasi hampir tengah malam.
Di Guci, ada seorang tokoh masyarakat setempat yang memiliki pengalaman spiritual unik. Dulu, sebelum beliau mengamalkan dzikir TQN Suryalaya, sehari-hari hidupnya sangat akrab dengan minuman keras, perjudian, dan segudang perbuatan maksiat lainnya. Ia dikenal sebagai pemabuk dan penjudi, sebut saja namanya Kang Mas Jeneng (namanya sengaja disamarkan).
Suatu saat ada seorang kawannya yang mengajak Kang Mas Jeneng untuk mendatangi seorang ‘dukun’ yang bisa membuat ia ahli bermain judi, tidak cepat mabuk saat menenggak minuman keras, tahan lama bermain sex dan berbagai kemampuan lainnya. Kang Mas Jeneng menanggapi ajakan kawannya ini. Lalu pergilah ia dan kawan-kawannya ke ‘dukun’ dimaksud di wilayah Jawa Barat.
Setibanya di lokasi tempat tinggal ‘dukun’ tersebut , Kang Mas Jeneng terkaget-kaget karena ia dibawa oleh kawannya ke lokasi pesantren. Penuh curiga ia bertanya lagi kepada kawannya yang mengajak: “Kamu benar, akan bawa saya ke dukun sakti itu, kan? Koq kaya pesantren, sih?”
“Tenang saja!” sahut kawannya. “Saya akan pertemukan kamu dengan ‘dukun’ itu!”
Sejatinya, memang Kang Mas Jeneng tidak sedang diajak ke seorang dukun, tetapi ia dibawa ke Pondok Pesantren Suryalaya untuk diajak berjumpa dengan pimpinan pondok, KH. Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin (Pangersa Abah Anom) dan bertobat kepada Allah SWT. Ia dan belasan kawan lainnya kemudian dikumpulkan di dalam masjid di lokasi Pondok Pesantren Suryalaya. Namun, meski di dalam lokasi pesantren, kebiasaannya bermaksiat tidak bisa ia tinggalkan. Ia masih sempat menenggak minuman keras sebelum berkumpul di dalam masjid.
“Pada waktu di Suryalaya itu, saya itu masih dalam keadaan mabuk berat. Saya tidak ikut sholat Shubuh karena masih minum alkohol dalam botol yang dibungkus daun nirom (biasanya untuk bungkus ikan asin). Sehabis Shalat Shubuh, semua teman - teman sudah ditalqin oleh Pangersa Abah , sementara saya masih ketakutan dan malas untuk ikut ditalqin. Selanjutnya saya diajak KH Nadhori , ‘Mas Jeneng! Kesini! Kita ketemu Abah!’.
Akhirnya saya masuk bersama KH Nazhori ke Madrasah, bertemu langsung dengan Pangersa Abah . Saat itu kepala saya dipegang dan ditundukkan oleh tangan Pangersa Abah hingga mata saya terpejam. Pangersa Abah dengan lemah lembut menasehati saya, sambil membimbing menyebutkan kalimat Laa Illaha Illallah . Seketika itu juga muncullah dalam pandangan saya, seolah sebuah adegan dalam televisi dan pemerannya adalah saya. Tergambar jelas dosa-dosa yang pernah saya lakukan, berjudi, berzina kesana kemari di masa lalu, mabuk-mabukkan, memakan makanan yang haram dan lain-lain. Semuanya begitu jelas. Serta merta saya menangis. Air mata tak terbendung lagi, meluncur deras dari kedua mata saya. Luar biasa, semuanya terungkap sebelum sempat saya utarakan kepada Pangersa Abah. Saya menjadi tak berdaya di hadapan beliau. Luluh lunglai. Saya merasa hina. Tidak ada sedikitpun kelakuan baik yang saya lakukan selama ini, semuanya bejat”, ujar Kang Mas Jeneng mengenang saat-saat awal berjumpa Pangersa Abah Anom.
Kendati telah ditalqin oleh Pangersa Abah Anom, Kang Mas Jeneng masih bertanya-tanya dalam sanubarinya, “Lho, katanya dukun. Biasanya kalo dukun pake kemenyan atau bunga-bungaan, tapi, ini kok, tidak?”
Sepulang dari Ponpes Suryalaya, Kang Mas Jeneng dan kawan-kawannya langsung mengamalkan apa yang didapat dari Pangersa Abah Anom. Yang tidak pernah sholat, menjadi mau sholat dan berdzikir, saking inginnya maksud terwujud. Bahkan mereka mengamalkan khataman tamm sebagaimana tertera pada Uqudul Jumaan dari bada Shalat Isya hingga menjelang Shalat Shubuh. Perilaku ini membuat bingung tokoh-tokoh masyarakat dan agama setempat. Ngelmu mabok dan judi, koq mendawamkan kalimat Laa ilaaha illallah?
Alhasil , sekembali Kang Mas Jeneng dan kawan-kawan dari Suryalaya semua maksiat langsung berhenti. Mereka meninggalkan semua maksiat itu perlahan-lahan, tergantikan oleh kalimat dzikir Laa ilaaha illallaah yang meluncur deras sepanjang bada shalat fardhu dan di tengah-tengah malam saat semua warga tertidur lelap.
Kang Mas Jeneng semakin rajin sholat dan berdzikir. Ia menjadi lebih relijius. Ia banyak bertobat kepada Allah SWT. Ia sedang merasakan manisnya iman.
Kebahagiaan yang sedang dinikmati Kang Mas Jeneng tidak ingin hanya untuk dirinya saja. Ia pun kemudian mengajak beberapa puluh orang ke Suryalaya setelah itu. Akhirnya ia menjadi pendakwah TQN Suryalaya. Mabuk, judi, main perempuan total ia tinggalkan. Terakhir kali datang ke Suryalaya, Ia membawa sekira 400 orang dari Guci dan kawasan sekitarnya.
Senin, 25 Oktober 2010, Tim Safari Dakwah berada di Pondok Pesantren Darul Istiqomah, Kawasan Lengkong, Tegal. Tidak jauh dari Guci. Tim bersilaturahmi dengan pimpinan pondok bapak KH. Nadhori, ulama karismatik dan penyebar dakwah TQN Suryalaya di Kabupaten Tegal sejak tahun tujuhpuluhan. Awal berdakwah TQN Suyalaya di lingkungan tempat tinggalnya tidak banyak orang yang mengikutinya. Dalam sepuluh tahun pertama, hanya delapan orang yang mau ikut beliau berdzikir TQN Suryalaya. Tapi kini, setelah 40 tahun sudah lebih dari 4000 orang ditalqin dan mengamalkan dzikir TQN Suryalaya.
Di Pondok Pesantren Darul Istiqomah, ratusan ikhwan-akhwat TQN kabupaten Tegal tengah bersiap menerima Kursus Tasawuf singkat dari Tim Safari Dakwah. Meskipun rata-rata usia peserta sudah lanjut, namun tidak mengurangi semangat mereka untuk menerima paparan ilmu tashawuf yang disampaikan secara illmiah dan menggunakan perlengkapan multimedia dari Ust. Wahfiudin.
Tidak hanya itu, bahkan ada di antara peserta yang memiliki keterbatasan fisik. Mata tidak mampu melihat, tapi semangat belajar tidak mau kalah dengan yang sehat. Pak Tardjo, begitu beliau sering disapa, memaksakan dirinya hadir untuk menerima pancaran ruhaniah lewat Waly Mursyid melalui wakil talqinnya. Sungguh, fenomena unik para pengamal TQN Suryalaya di daerah-daerah yang tim kunjungi banyak memberikan inspirasi. (han/gusrif)
Bersambung…
Usai memberikan Kursus Tasawuf yang diselenggarakan Ibu BELLA Perwakilan Jakarta Selatan, Ust. Wahfiudin segera meluncur ke Kantor Korwil DKI Jakarta di Jl. Balai Pustaka V No. 3 Rawamangun Jakarta Timur. Di Kantor telah bersiap Ust. Abdul Latif, Haji Agus Syarif, Mas Nugraha Romadhan, Mas Hendra Yudha dan Kang Bambang. Mereka tergabung dalam tim Safari Dakwah 24-31 Oktober 2010 yang dipimpin oleh Ust. Wahfiudin. Tujuan Safari Dakwah kali ini adalah Tegal, Brebes, Pekalongan, Semarang, DI Yogyakarta dan Purwodadi.
Sekitar pukul 16.00 WIB, Tim Safari Dakwah bertolak dari Jakarta. Isuzu Elf berkapasitas maksimum duabelas orang masih setia menemani perjalanan dakwah tim. Tempat perhentian pertama adalah Kawasan Wisata Pemandian Air Panas Guci, Kabupaten Tegal. Ada ratusan ikhwan TQN Suryalaya di kawasan ini. Tim tiba di lokasi hampir tengah malam.
Di Guci, ada seorang tokoh masyarakat setempat yang memiliki pengalaman spiritual unik. Dulu, sebelum beliau mengamalkan dzikir TQN Suryalaya, sehari-hari hidupnya sangat akrab dengan minuman keras, perjudian, dan segudang perbuatan maksiat lainnya. Ia dikenal sebagai pemabuk dan penjudi, sebut saja namanya Kang Mas Jeneng (namanya sengaja disamarkan).
Suatu saat ada seorang kawannya yang mengajak Kang Mas Jeneng untuk mendatangi seorang ‘dukun’ yang bisa membuat ia ahli bermain judi, tidak cepat mabuk saat menenggak minuman keras, tahan lama bermain sex dan berbagai kemampuan lainnya. Kang Mas Jeneng menanggapi ajakan kawannya ini. Lalu pergilah ia dan kawan-kawannya ke ‘dukun’ dimaksud di wilayah Jawa Barat.
Setibanya di lokasi tempat tinggal ‘dukun’ tersebut , Kang Mas Jeneng terkaget-kaget karena ia dibawa oleh kawannya ke lokasi pesantren. Penuh curiga ia bertanya lagi kepada kawannya yang mengajak: “Kamu benar, akan bawa saya ke dukun sakti itu, kan? Koq kaya pesantren, sih?”
“Tenang saja!” sahut kawannya. “Saya akan pertemukan kamu dengan ‘dukun’ itu!”
Sejatinya, memang Kang Mas Jeneng tidak sedang diajak ke seorang dukun, tetapi ia dibawa ke Pondok Pesantren Suryalaya untuk diajak berjumpa dengan pimpinan pondok, KH. Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin (Pangersa Abah Anom) dan bertobat kepada Allah SWT. Ia dan belasan kawan lainnya kemudian dikumpulkan di dalam masjid di lokasi Pondok Pesantren Suryalaya. Namun, meski di dalam lokasi pesantren, kebiasaannya bermaksiat tidak bisa ia tinggalkan. Ia masih sempat menenggak minuman keras sebelum berkumpul di dalam masjid.
“Pada waktu di Suryalaya itu, saya itu masih dalam keadaan mabuk berat. Saya tidak ikut sholat Shubuh karena masih minum alkohol dalam botol yang dibungkus daun nirom (biasanya untuk bungkus ikan asin). Sehabis Shalat Shubuh, semua teman - teman sudah ditalqin oleh Pangersa Abah , sementara saya masih ketakutan dan malas untuk ikut ditalqin. Selanjutnya saya diajak KH Nadhori , ‘Mas Jeneng! Kesini! Kita ketemu Abah!’.
Akhirnya saya masuk bersama KH Nazhori ke Madrasah, bertemu langsung dengan Pangersa Abah . Saat itu kepala saya dipegang dan ditundukkan oleh tangan Pangersa Abah hingga mata saya terpejam. Pangersa Abah dengan lemah lembut menasehati saya, sambil membimbing menyebutkan kalimat Laa Illaha Illallah . Seketika itu juga muncullah dalam pandangan saya, seolah sebuah adegan dalam televisi dan pemerannya adalah saya. Tergambar jelas dosa-dosa yang pernah saya lakukan, berjudi, berzina kesana kemari di masa lalu, mabuk-mabukkan, memakan makanan yang haram dan lain-lain. Semuanya begitu jelas. Serta merta saya menangis. Air mata tak terbendung lagi, meluncur deras dari kedua mata saya. Luar biasa, semuanya terungkap sebelum sempat saya utarakan kepada Pangersa Abah. Saya menjadi tak berdaya di hadapan beliau. Luluh lunglai. Saya merasa hina. Tidak ada sedikitpun kelakuan baik yang saya lakukan selama ini, semuanya bejat”, ujar Kang Mas Jeneng mengenang saat-saat awal berjumpa Pangersa Abah Anom.
Kendati telah ditalqin oleh Pangersa Abah Anom, Kang Mas Jeneng masih bertanya-tanya dalam sanubarinya, “Lho, katanya dukun. Biasanya kalo dukun pake kemenyan atau bunga-bungaan, tapi, ini kok, tidak?”
Sepulang dari Ponpes Suryalaya, Kang Mas Jeneng dan kawan-kawannya langsung mengamalkan apa yang didapat dari Pangersa Abah Anom. Yang tidak pernah sholat, menjadi mau sholat dan berdzikir, saking inginnya maksud terwujud. Bahkan mereka mengamalkan khataman tamm sebagaimana tertera pada Uqudul Jumaan dari bada Shalat Isya hingga menjelang Shalat Shubuh. Perilaku ini membuat bingung tokoh-tokoh masyarakat dan agama setempat. Ngelmu mabok dan judi, koq mendawamkan kalimat Laa ilaaha illallah?
Alhasil , sekembali Kang Mas Jeneng dan kawan-kawan dari Suryalaya semua maksiat langsung berhenti. Mereka meninggalkan semua maksiat itu perlahan-lahan, tergantikan oleh kalimat dzikir Laa ilaaha illallaah yang meluncur deras sepanjang bada shalat fardhu dan di tengah-tengah malam saat semua warga tertidur lelap.
Kang Mas Jeneng semakin rajin sholat dan berdzikir. Ia menjadi lebih relijius. Ia banyak bertobat kepada Allah SWT. Ia sedang merasakan manisnya iman.
Kebahagiaan yang sedang dinikmati Kang Mas Jeneng tidak ingin hanya untuk dirinya saja. Ia pun kemudian mengajak beberapa puluh orang ke Suryalaya setelah itu. Akhirnya ia menjadi pendakwah TQN Suryalaya. Mabuk, judi, main perempuan total ia tinggalkan. Terakhir kali datang ke Suryalaya, Ia membawa sekira 400 orang dari Guci dan kawasan sekitarnya.
Senin, 25 Oktober 2010, Tim Safari Dakwah berada di Pondok Pesantren Darul Istiqomah, Kawasan Lengkong, Tegal. Tidak jauh dari Guci. Tim bersilaturahmi dengan pimpinan pondok bapak KH. Nadhori, ulama karismatik dan penyebar dakwah TQN Suryalaya di Kabupaten Tegal sejak tahun tujuhpuluhan. Awal berdakwah TQN Suyalaya di lingkungan tempat tinggalnya tidak banyak orang yang mengikutinya. Dalam sepuluh tahun pertama, hanya delapan orang yang mau ikut beliau berdzikir TQN Suryalaya. Tapi kini, setelah 40 tahun sudah lebih dari 4000 orang ditalqin dan mengamalkan dzikir TQN Suryalaya.
Di Pondok Pesantren Darul Istiqomah, ratusan ikhwan-akhwat TQN kabupaten Tegal tengah bersiap menerima Kursus Tasawuf singkat dari Tim Safari Dakwah. Meskipun rata-rata usia peserta sudah lanjut, namun tidak mengurangi semangat mereka untuk menerima paparan ilmu tashawuf yang disampaikan secara illmiah dan menggunakan perlengkapan multimedia dari Ust. Wahfiudin.
Tidak hanya itu, bahkan ada di antara peserta yang memiliki keterbatasan fisik. Mata tidak mampu melihat, tapi semangat belajar tidak mau kalah dengan yang sehat. Pak Tardjo, begitu beliau sering disapa, memaksakan dirinya hadir untuk menerima pancaran ruhaniah lewat Waly Mursyid melalui wakil talqinnya. Sungguh, fenomena unik para pengamal TQN Suryalaya di daerah-daerah yang tim kunjungi banyak memberikan inspirasi. (han/gusrif)
Bersambung…
Rabu, November 10, 2010
Kecepatan Tsunami Mentawai 800 km/jam
Hasil penelitian pakar tsunami LIPI, Universitas Tokyo, dan Universitas Hokkaido, Jepang, menyimpulkan, kecepatan tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai, pada 25 Oktober kemarin, mencapai 800 km/jam.
"Berdasarkan penelitian, gelombang tsunami di Maonai, Sabeuguggung, Purourougat, Pagai Utara memiliki kecepatan 800 kilometer per jam di laut dan menjadi 30-40 kilometer per jam ketika tiba di daratan," kata pakar gempa Geoteknologi LIPI Eko Yulianto, di Padang, Rabu (10/11).
Menurut Eko, jangkauan terjangan air ke darat mencapai 100-250 meter bergantung pada ketinggian gelombang. "Ketinggian gelombang yang menerjang daerah Pagai Utara dan Selatan itu berkisar enam sampai tujuh meter," katanya.
Menurut dia,, tsunami menerjang Pagai Utara berkisar tujuh menit setelah gempa 7,2 SR pada 25 Oktober karena pusat gempa sangat dekat dengan wilayah daratan di Mentawai. "Jadi tidak cocok dengan sosialiasi yang dilakukan selama ini, yang menyebutkan tsunami terjadi setelah 30 menit gempa terjadi," katanya.
Ia mengimbau masyarakat agar tidak menunggu instruksi BMKG soal potensi tsunami sesaat setelah gempa dan tidak perlu mengukur kekuatannya. "Lebih baik menyelamatkan diri dengan lari ke bukit," katanya. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat gempa 7,2 RR yang melanda Mentawai diikuti tsunami terjadi Senin (25/11) pukul 21.42 WIB.
Sumber :www.republika.co.id
"Berdasarkan penelitian, gelombang tsunami di Maonai, Sabeuguggung, Purourougat, Pagai Utara memiliki kecepatan 800 kilometer per jam di laut dan menjadi 30-40 kilometer per jam ketika tiba di daratan," kata pakar gempa Geoteknologi LIPI Eko Yulianto, di Padang, Rabu (10/11).
Menurut Eko, jangkauan terjangan air ke darat mencapai 100-250 meter bergantung pada ketinggian gelombang. "Ketinggian gelombang yang menerjang daerah Pagai Utara dan Selatan itu berkisar enam sampai tujuh meter," katanya.
Menurut dia,, tsunami menerjang Pagai Utara berkisar tujuh menit setelah gempa 7,2 SR pada 25 Oktober karena pusat gempa sangat dekat dengan wilayah daratan di Mentawai. "Jadi tidak cocok dengan sosialiasi yang dilakukan selama ini, yang menyebutkan tsunami terjadi setelah 30 menit gempa terjadi," katanya.
Ia mengimbau masyarakat agar tidak menunggu instruksi BMKG soal potensi tsunami sesaat setelah gempa dan tidak perlu mengukur kekuatannya. "Lebih baik menyelamatkan diri dengan lari ke bukit," katanya. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat gempa 7,2 RR yang melanda Mentawai diikuti tsunami terjadi Senin (25/11) pukul 21.42 WIB.
Sumber :www.republika.co.id
HIDANGAN RUHANI
DARI IBU BELLA JAKARTA SELATAN
Gebrakan baru dilakukan oleh pengurus Ibu BELLA (BEres Laku LAmpah) Perwakilan Jakarta Selatan. Minggu, 24 Oktober 2010, para pengurus mewujudkan impian mereka. Setelah berjibaku berkhidmah dalam sepuluh hari di dapur umum Pondok Pesantren Suryalaya saat perayaan HUT 105 yang lalu (1-10 Oktober 2010), kini mereka menyelenggarakan Kursus Tasawuf.
Kursus Tasawuf dikemas satu paket dalam acara Silaturrahmi Keluarga Besar TQN Dalam Rangka HUT 105 Pondok Pesantren Suryalaya. Ide kegiatan ini datang dari ibu Hj. Tasiah Sanusi Abas yang didukung penuh oleh seluruh pengurus ibu Bella Jakarta Selatan.
Kursus Tasawuf dilaksanakan di Masjid Nurul Muhajirin Komplek P&K Cireundeu, Jakarta Selatan. Peserta yang hadir terdiri dari jamaah Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jaylani di sekitar Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Cireundeu, Cinere, Pondok Labu dan lain-lain. Hadir pula beberapa anak muda yang merupakan putra-putri ibu-ibu BELLA Jakarta Selatan yang disiapkan menjadi kader-kader TQN masa depan .
Bertindak sebagai narasumber adalah Ust. Wahfiudin dan Ust. Handri Ramadian. Keduanya merupakan pengurus harian Yayasan Serba Bakti (YSB) Koordinator Wilayah DKI Jakarta yang sudah sangat berpengalaman dalam memberikan Kursus Tasawuf di DKI Jakarta dan beberapa daerah lainnya.
“Kami menyelenggarakan kegiatan ini bertujuan memberikan wawasan yang lebih luas kepada jamaah kami mengenai tasawuf. Harapan kami, jamaah rutin Manaqib menjadi semakin bertambah pengetahuan keislamannya, serta tamu undangan yang lain menjadi semakin akrab dengan tasawuf dan Thariqah Qadiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) Ponpes Suryalaya. Terlebih lagi di akhir kegiatan akan ada pembelajaran dzikir (talqin) TQN Ponpes Suryalaya untuk para peserta,” Ujar ibu Hj. Tasiah Sanusi Abas di sela-sela penyelenggaraan Kursus Tasawuf.
Kegiatan yang dilaksanakan pada pukul 08.00-12.00 Wib ini diawali dengan penyampaian materi Paradigma dalam Kehidupan, dilanjutkan dengan materi Dari Syariah Menuju Thariqah. Kedua materi itu disampaikan oleh Ust. Handri Ramadian. Sedangkan Ust. Wahfiudin mengakhiri Kursus dengan menyampaikan materi Metoda Berdzikir. Di sela-sela penyampaian meteri ini, Ust. Wahfiudin memberikan talqin dzikir.
Seratus lebih peserta yang hadir pada Kursus Tasawuf akhirnya mendapatkan mutiara itu. Mereka telah mendapatkan bibit dzikir yang harus dilaksanakan secara rutin setiap usai melaksanakan shalat fardhu. Semoga dengan keistiqomahan melaksanakan dzikir ala TQN Suryalaya ini mereka memperoleh keberkahan dalam hidup menuju kebahagiaan hakiki dalam bimbingan sang Murobbi Waly Mursyid pangersa Abah Anom. (han)
Grya Kosambi Asri, Cipondoh-Tangerang
9 November 2010
Gebrakan baru dilakukan oleh pengurus Ibu BELLA (BEres Laku LAmpah) Perwakilan Jakarta Selatan. Minggu, 24 Oktober 2010, para pengurus mewujudkan impian mereka. Setelah berjibaku berkhidmah dalam sepuluh hari di dapur umum Pondok Pesantren Suryalaya saat perayaan HUT 105 yang lalu (1-10 Oktober 2010), kini mereka menyelenggarakan Kursus Tasawuf.
Kursus Tasawuf dikemas satu paket dalam acara Silaturrahmi Keluarga Besar TQN Dalam Rangka HUT 105 Pondok Pesantren Suryalaya. Ide kegiatan ini datang dari ibu Hj. Tasiah Sanusi Abas yang didukung penuh oleh seluruh pengurus ibu Bella Jakarta Selatan.
Kursus Tasawuf dilaksanakan di Masjid Nurul Muhajirin Komplek P&K Cireundeu, Jakarta Selatan. Peserta yang hadir terdiri dari jamaah Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jaylani di sekitar Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Cireundeu, Cinere, Pondok Labu dan lain-lain. Hadir pula beberapa anak muda yang merupakan putra-putri ibu-ibu BELLA Jakarta Selatan yang disiapkan menjadi kader-kader TQN masa depan .
Bertindak sebagai narasumber adalah Ust. Wahfiudin dan Ust. Handri Ramadian. Keduanya merupakan pengurus harian Yayasan Serba Bakti (YSB) Koordinator Wilayah DKI Jakarta yang sudah sangat berpengalaman dalam memberikan Kursus Tasawuf di DKI Jakarta dan beberapa daerah lainnya.
“Kami menyelenggarakan kegiatan ini bertujuan memberikan wawasan yang lebih luas kepada jamaah kami mengenai tasawuf. Harapan kami, jamaah rutin Manaqib menjadi semakin bertambah pengetahuan keislamannya, serta tamu undangan yang lain menjadi semakin akrab dengan tasawuf dan Thariqah Qadiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) Ponpes Suryalaya. Terlebih lagi di akhir kegiatan akan ada pembelajaran dzikir (talqin) TQN Ponpes Suryalaya untuk para peserta,” Ujar ibu Hj. Tasiah Sanusi Abas di sela-sela penyelenggaraan Kursus Tasawuf.
Kegiatan yang dilaksanakan pada pukul 08.00-12.00 Wib ini diawali dengan penyampaian materi Paradigma dalam Kehidupan, dilanjutkan dengan materi Dari Syariah Menuju Thariqah. Kedua materi itu disampaikan oleh Ust. Handri Ramadian. Sedangkan Ust. Wahfiudin mengakhiri Kursus dengan menyampaikan materi Metoda Berdzikir. Di sela-sela penyampaian meteri ini, Ust. Wahfiudin memberikan talqin dzikir.
Seratus lebih peserta yang hadir pada Kursus Tasawuf akhirnya mendapatkan mutiara itu. Mereka telah mendapatkan bibit dzikir yang harus dilaksanakan secara rutin setiap usai melaksanakan shalat fardhu. Semoga dengan keistiqomahan melaksanakan dzikir ala TQN Suryalaya ini mereka memperoleh keberkahan dalam hidup menuju kebahagiaan hakiki dalam bimbingan sang Murobbi Waly Mursyid pangersa Abah Anom. (han)
Grya Kosambi Asri, Cipondoh-Tangerang
9 November 2010
Kamis, Oktober 07, 2010
Syekh Abdush Shomad Al Falimbani
Dalam percaturan intelektualisme Islam Nusantara –atau biasa juga disebut dunia Melayu– khususnya di era abad 18 M, peran dan kiprah Syeikh Abdush Shamad Al-Palimbani tak bisa dianggap kecil. Syeikh Al-Palimbani, demikian biasa ia disebut banyak kalangan, merupakan salah satu kunci pembuka dan pelopor perkembangan intelektualisme Nusantara. Ketokohannya melengkapi nama-nama ulama dan intelektual berpengaruh seangkatannya semisal Al-Raniri, Al-Banjari, Hamzah Fansuri, Yusuf Al-Maqassari, dan masih banyak lainnya.
Kamis, Agustus 19, 2010
ANGCIU, HARAM..!!!
Penggunaan arak dalam masakan itu sepertinya sudah melekat, sulit dipisahkan. Banyak kegunaan yang diharapkan dari barang haram tersebut. Kegunaan pertama adalah melunakkan jaringan daging. Para juru masak meyakini bahwa daging yang direndam dalam arak akan menjadi empuk dan enak. Oleh karena itu daging yang akan dipanggang atau dimasak dalam bentuk tepanyaki seringkali direndam dalam arak.
Selain itu arak juga menghasilkan aroma dan flavor yang khas, yang oleh para juru masak dianggap dapat mengundang selera. Aroma itu muncul pada saat masakan dipanggang, ditumis, digoreng, atau jenis masakan lainnya. Munculnya arak itu memang menjadi salah satu ciri masakan Cina, Jepang, Korea dan masakan lokal yang berorientasi pada arak.
Jenis arak yang digunakan dalam berbagai masakan itu bermacam-macam, ada arak putih (pek be ciu), arak merah (ang ciu), arak mie (kue lo ciu), arak gentong, dan lain-lain. Sedangkan untuk masakan Jepang kita mengenal adanya mirin dan sake yang sering ditambahkan dalam menu mereka. Produsennya pun beragam, ada yang diimpor dari Cina, Jepang, Singapura, bahkan banyak pula buatan lokal dengan menggunakan perasan tape ketan yang difermentasi lanjut (anggur tape). Penggunaan arak ini pun beragam, mulai dari restoran besar, restoran kecil bahkan warung-warung tenda yang buka di pinggir jalan.
Keberadaan arak ini masih jarang diketahui oleh masyarakat. Sementara itu ada kesalahan pemahaman di kalangan pengusaha atau juru masak yang tidak menganggap arak sebagai sesuatu yang haram. Apalagi dalam proses pemasakannnya arak tersebut sudah menguap dan hilang. Sehingga anggapan itu menyebabkan mereka tidak merasa bersalah ketika menghidangkan masakan itu kepada konsumen Muslim.
Anggapan itu tentu saja perlu diluruskan karena dalam Islam hukum mengenai arak atau khamr ini sudah cukup jelas, yaitu haram. Bukan saja mengkonsumsinya tetapi juga memproduksinya, mengedarkannya, menggunakan manfaatnya, bahkan menolong orang untuk memanfaatkannya. Nah, ini tentunya menjadi peringatan bagi kita semua agar lebih berhati-hati dalam membeli masakan, sekaligus juga menjadi perhatian bagi para pengelola restoran yang menjual produknya kepada masyarakat umum agar tidak menggunakan arak tersebut.
source : LP POM MUI
Selain itu arak juga menghasilkan aroma dan flavor yang khas, yang oleh para juru masak dianggap dapat mengundang selera. Aroma itu muncul pada saat masakan dipanggang, ditumis, digoreng, atau jenis masakan lainnya. Munculnya arak itu memang menjadi salah satu ciri masakan Cina, Jepang, Korea dan masakan lokal yang berorientasi pada arak.
Jenis arak yang digunakan dalam berbagai masakan itu bermacam-macam, ada arak putih (pek be ciu), arak merah (ang ciu), arak mie (kue lo ciu), arak gentong, dan lain-lain. Sedangkan untuk masakan Jepang kita mengenal adanya mirin dan sake yang sering ditambahkan dalam menu mereka. Produsennya pun beragam, ada yang diimpor dari Cina, Jepang, Singapura, bahkan banyak pula buatan lokal dengan menggunakan perasan tape ketan yang difermentasi lanjut (anggur tape). Penggunaan arak ini pun beragam, mulai dari restoran besar, restoran kecil bahkan warung-warung tenda yang buka di pinggir jalan.
Keberadaan arak ini masih jarang diketahui oleh masyarakat. Sementara itu ada kesalahan pemahaman di kalangan pengusaha atau juru masak yang tidak menganggap arak sebagai sesuatu yang haram. Apalagi dalam proses pemasakannnya arak tersebut sudah menguap dan hilang. Sehingga anggapan itu menyebabkan mereka tidak merasa bersalah ketika menghidangkan masakan itu kepada konsumen Muslim.
Anggapan itu tentu saja perlu diluruskan karena dalam Islam hukum mengenai arak atau khamr ini sudah cukup jelas, yaitu haram. Bukan saja mengkonsumsinya tetapi juga memproduksinya, mengedarkannya, menggunakan manfaatnya, bahkan menolong orang untuk memanfaatkannya. Nah, ini tentunya menjadi peringatan bagi kita semua agar lebih berhati-hati dalam membeli masakan, sekaligus juga menjadi perhatian bagi para pengelola restoran yang menjual produknya kepada masyarakat umum agar tidak menggunakan arak tersebut.
source : LP POM MUI
Jumat, Agustus 13, 2010
Ramadhan Memanusiakan Manusia
Oleh : Wahfiudin
Ramadhan sesungguhnya istimewa siang harinya juga malam harinya. Sayangnya banyak orang hanya menganggap Ramadhan istimewa di siang harinya saja. Padahal malam-malam hari Ramadhan pun sangat istimewa.
Di siang hari kita melakukan ibadah yang bernama shiyam artinya menahan diri/puasa. Di malam hari kita beribadah melakukan qiyam, artinya mengurangi tidur.
Bayangkan sesudah shalat Isya kita masih dianjurkan shalat Tarawih. Lewat tengah malam sedikit kita dianjurkan untuk bangun sahur. Berarti kurang tidur kita.
Di siang kita melakukan tiga shiyam, yakni :
1. Kita tidak makan minum, kita menahan syahwat al-bathni/syahwat perut.
2. Kita tidak boleh melakukan huubungan suami istri, tidak boleh memperturutkan hasrat libido, itu namanya syahwat al-farji.
3. Dalam berpuasa kita dianjurkan untuk mengurangi bicara, terutama bicara yang tidak bermanfaat, bicara yang dapat menyakitkan orang lain, itulah syahwat al- kalam.
Jadi ibadah shiyam atau puasa di siang hari, tiga hal yang kita tahan yaitu
1. syahwat al-bathni/syahwat perut/keinginan makan minum,
2. syahwat al-kalam/ngobrol/ngegosip/ngerumpi dan
3. syahwat al-farji/hasrat sex/hasrat libido.
Sedangkan di malam hari kita dilatih untuk mengurangi syahwat al-nawm/keinginan tidur.
Keempat syahwat tersebut di atas adalah ciri khas kebinatangan.
Binatang hidup semata-mata mengikuti empat syahwat itu saja. Bangun tidur lalu cari makan sambil berkicau jika ia burung, sambil berkotek jika ia ayam, sambil mengeong-ngeong jika ia kucing.
Setelah kenyang makan ia kawin. Puas kawin lalu ia tidur.
Sungguh berbahaya jika manusia siklus hidupnya seperti itu.
Bangun tidur, cari makan sambil telepon sana sini, melobi bisnis kesana kemari. Kemudian ia pulang ke rumah dan melakukan hubungan suami istri lalu tidur lagi, Masya Alllah. Tidak ada bedanya ia dengan binatang.
Maka di bulan Ramadhan kita dilatih menekan empat syahwat itu. Supaya kita tidak terlalu membinatang. Supaya kita tetap menjadi manusia yang human. Manusia yang manusiawi.
Editor : Han
Ramadhan sesungguhnya istimewa siang harinya juga malam harinya. Sayangnya banyak orang hanya menganggap Ramadhan istimewa di siang harinya saja. Padahal malam-malam hari Ramadhan pun sangat istimewa.
Di siang hari kita melakukan ibadah yang bernama shiyam artinya menahan diri/puasa. Di malam hari kita beribadah melakukan qiyam, artinya mengurangi tidur.
Bayangkan sesudah shalat Isya kita masih dianjurkan shalat Tarawih. Lewat tengah malam sedikit kita dianjurkan untuk bangun sahur. Berarti kurang tidur kita.
Di siang kita melakukan tiga shiyam, yakni :
1. Kita tidak makan minum, kita menahan syahwat al-bathni/syahwat perut.
2. Kita tidak boleh melakukan huubungan suami istri, tidak boleh memperturutkan hasrat libido, itu namanya syahwat al-farji.
3. Dalam berpuasa kita dianjurkan untuk mengurangi bicara, terutama bicara yang tidak bermanfaat, bicara yang dapat menyakitkan orang lain, itulah syahwat al- kalam.
Jadi ibadah shiyam atau puasa di siang hari, tiga hal yang kita tahan yaitu
1. syahwat al-bathni/syahwat perut/keinginan makan minum,
2. syahwat al-kalam/ngobrol/ngegosip/ngerumpi dan
3. syahwat al-farji/hasrat sex/hasrat libido.
Sedangkan di malam hari kita dilatih untuk mengurangi syahwat al-nawm/keinginan tidur.
Keempat syahwat tersebut di atas adalah ciri khas kebinatangan.
Binatang hidup semata-mata mengikuti empat syahwat itu saja. Bangun tidur lalu cari makan sambil berkicau jika ia burung, sambil berkotek jika ia ayam, sambil mengeong-ngeong jika ia kucing.
Setelah kenyang makan ia kawin. Puas kawin lalu ia tidur.
Sungguh berbahaya jika manusia siklus hidupnya seperti itu.
Bangun tidur, cari makan sambil telepon sana sini, melobi bisnis kesana kemari. Kemudian ia pulang ke rumah dan melakukan hubungan suami istri lalu tidur lagi, Masya Alllah. Tidak ada bedanya ia dengan binatang.
Maka di bulan Ramadhan kita dilatih menekan empat syahwat itu. Supaya kita tidak terlalu membinatang. Supaya kita tetap menjadi manusia yang human. Manusia yang manusiawi.
Editor : Han
Rabu, Agustus 11, 2010
Meningitis Vaccine are HALAL (From Italy and China)
MUI's PRESS CONFERENCE : ITALY & CHINA Meningitis Vaccine are HALAL
After LPPOM MUI's Auditor Team to conduct auditing three companies halal meningitis vaccine (for prospective pilgrims and Umrah), the MUI Fatwa Commission finally issued the fatwa for the three producers.
Three companies that produce vaccines are:
1. Glaxo Smith Kline Belgium, audited May 20-21, 2010
2. Novartis Vaccine and Diagnotis Srl Italy, audited May 17-19 May 2010
3. Tianjuan Zheiyiang China, audited June 28-29, 2010
According to the halal certification procedure, the aspect which is audited materials, processes, production facilities and systems. Similar to other microbial products, the critical point shirk this vaccine product lies in the possibility of growth media in contact with materials derived from pigs or contaminated with a product that is contaminated with unclean pigs (mutannajis). If the audit results proved the media is in contact with materials containing or contaminated pigs unclean pig, then that product stated as unlawful or haram. Vice versa.
For the three manufacturers mentioned above, the Fatwa Commission has determined the halalness status of meningitis vaccine as follows:
1. Meningitis vaccine manufactured by Glaxo Smith Kline MENCEVAX ACYW 135 Belgian brands, stated HARAM.
2. Meningitis vaccine manufactured by Novartis Vaccine and Diagnotis Srl Italy brand MENVEO meningococcal Group A, C, W135 and Y Vaccine Cnnyugate, stated HALAL.
3. Meningitis vaccine manufactured by China's Tianjuan Zheiyiang MEVAC ACYW 135 brands, stated HALAL.
The companies that stated as HALAL, halal certificates to be issued will be valid until the next two years from the issuance of halal certificates. In addition, the company has an obligation to implement the Halal Assurance System to maintain consistency halalness the meningitis vaccine product.
halalmui.org
After LPPOM MUI's Auditor Team to conduct auditing three companies halal meningitis vaccine (for prospective pilgrims and Umrah), the MUI Fatwa Commission finally issued the fatwa for the three producers.
Three companies that produce vaccines are:
1. Glaxo Smith Kline Belgium, audited May 20-21, 2010
2. Novartis Vaccine and Diagnotis Srl Italy, audited May 17-19 May 2010
3. Tianjuan Zheiyiang China, audited June 28-29, 2010
According to the halal certification procedure, the aspect which is audited materials, processes, production facilities and systems. Similar to other microbial products, the critical point shirk this vaccine product lies in the possibility of growth media in contact with materials derived from pigs or contaminated with a product that is contaminated with unclean pigs (mutannajis). If the audit results proved the media is in contact with materials containing or contaminated pigs unclean pig, then that product stated as unlawful or haram. Vice versa.
For the three manufacturers mentioned above, the Fatwa Commission has determined the halalness status of meningitis vaccine as follows:
1. Meningitis vaccine manufactured by Glaxo Smith Kline MENCEVAX ACYW 135 Belgian brands, stated HARAM.
2. Meningitis vaccine manufactured by Novartis Vaccine and Diagnotis Srl Italy brand MENVEO meningococcal Group A, C, W135 and Y Vaccine Cnnyugate, stated HALAL.
3. Meningitis vaccine manufactured by China's Tianjuan Zheiyiang MEVAC ACYW 135 brands, stated HALAL.
The companies that stated as HALAL, halal certificates to be issued will be valid until the next two years from the issuance of halal certificates. In addition, the company has an obligation to implement the Halal Assurance System to maintain consistency halalness the meningitis vaccine product.
halalmui.org
Senin, Agustus 02, 2010
Maklumat Abah Mengenai Tatacara Manaqib
MAKLUMAT
No : 50.PPS.III.1995
Bismillahirrohmanirrohim.
Seraya bersyukur kehadirat Allah SWT, kita berharap semoga Allah SWT melimpahkan taufiq dan hidayahNya kepada kita semua.
Untuk kesekian kalinya, kami menghimbau kepada semua Ikhwan Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah yang dikembangkan Pondok Pesantren Suryalaya, agar:
1. Melaksanakan amaliah dan dzikrullah secara tertib dan seragam.
2. Melaksanakan amaliah mingguan seperti khotaman dan bulanan seperti manaqiban, juga secara seragam. Dalam acara manaqiban :
2.1. Pembukaan
2.2. Pembacaan Ayat Suci Al-Qur’an
(kemudian membaca sholawat nabi pada bulan-bulan tertentu seperti bulan Rabiul Awwal dll)
2.3. Pembacaan Tanbih
Diawali dengan pembacaan Ummul Kitab/Al-Fatihah yang dikhususkan kepada (alm) Syekh H. Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad, dan sesudah pembacaan tanbih dilanjutkan dengan pembacaan Untaian Mutiara dan disertai do’a bagi kesehatan dan keselamatan Pondok Pesantren Surayalaya.
2.4. Pembacaan Tawassul
2.5. Pembacaan manaqib Sulthon Awliya Syekh Abdul Qadir Al-Jaylani berikut do’anya.
2.6. Ceramah Agama Islam
2.7. Pembacaan Sholawat Bani Hasyim tiga kali secara bersama-sama.
Catatan :
Apabila ada acara sisipan, berupa pengumuman, sambutan dan lain-lain dilaksanakan sebelum acara kedua (Pembacaan Al-Qur’an) atau sesudah acara kelima (pembacaan Manaqib)
3. Dalam setiap pertemuan hendaknya dijadikan majlis doa yang ditujukan :
3.1. Bagi para pemimpin negara, semoga Allah SWT melimpahkan taufiq dan hidayahNya, guna keselamatan agama dan negara.
3.2. Bagi kita semua, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan berkat dan petunjukNya, sehingga kita digolongkan orang-orang yang shaleh, serta segala amal ibadah kita mendapat ridho daripadaNya.
4. Agar tetap menghayati dan mengamalkan TANBIH. Dan barangsiapa yang tidak mengamalkan TANBIH, maka kami tidak bertanggungjawab atas penyimpangannya.
Demikian, semoga maklumat tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
11 Syawal 1415 H
Suryalaya, 13 Maret 1993
Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya
KH A. Shohibul Wafa Tajul 'Arifin
No : 50.PPS.III.1995
Bismillahirrohmanirrohim.
Seraya bersyukur kehadirat Allah SWT, kita berharap semoga Allah SWT melimpahkan taufiq dan hidayahNya kepada kita semua.
Untuk kesekian kalinya, kami menghimbau kepada semua Ikhwan Thariqah Qadiriyah Naqsyabandiyah yang dikembangkan Pondok Pesantren Suryalaya, agar:
1. Melaksanakan amaliah dan dzikrullah secara tertib dan seragam.
2. Melaksanakan amaliah mingguan seperti khotaman dan bulanan seperti manaqiban, juga secara seragam. Dalam acara manaqiban :
2.1. Pembukaan
2.2. Pembacaan Ayat Suci Al-Qur’an
(kemudian membaca sholawat nabi pada bulan-bulan tertentu seperti bulan Rabiul Awwal dll)
2.3. Pembacaan Tanbih
Diawali dengan pembacaan Ummul Kitab/Al-Fatihah yang dikhususkan kepada (alm) Syekh H. Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad, dan sesudah pembacaan tanbih dilanjutkan dengan pembacaan Untaian Mutiara dan disertai do’a bagi kesehatan dan keselamatan Pondok Pesantren Surayalaya.
2.4. Pembacaan Tawassul
2.5. Pembacaan manaqib Sulthon Awliya Syekh Abdul Qadir Al-Jaylani berikut do’anya.
2.6. Ceramah Agama Islam
2.7. Pembacaan Sholawat Bani Hasyim tiga kali secara bersama-sama.
Catatan :
Apabila ada acara sisipan, berupa pengumuman, sambutan dan lain-lain dilaksanakan sebelum acara kedua (Pembacaan Al-Qur’an) atau sesudah acara kelima (pembacaan Manaqib)
3. Dalam setiap pertemuan hendaknya dijadikan majlis doa yang ditujukan :
3.1. Bagi para pemimpin negara, semoga Allah SWT melimpahkan taufiq dan hidayahNya, guna keselamatan agama dan negara.
3.2. Bagi kita semua, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan berkat dan petunjukNya, sehingga kita digolongkan orang-orang yang shaleh, serta segala amal ibadah kita mendapat ridho daripadaNya.
4. Agar tetap menghayati dan mengamalkan TANBIH. Dan barangsiapa yang tidak mengamalkan TANBIH, maka kami tidak bertanggungjawab atas penyimpangannya.
Demikian, semoga maklumat tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
11 Syawal 1415 H
Suryalaya, 13 Maret 1993
Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya
KH A. Shohibul Wafa Tajul 'Arifin
Kamis, Juli 29, 2010
Maklumat Abah Mengenai Kayfiah Dzikir Jahr
MAKLUMAT
No : 20.PPS.VI.1994
Bismillahirrohmanirrohim.
Dalam rangka meningkatkan ketertiban dalam melaksanakan pengamalan Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah, maka dengan ini Abah mengharap:
1. Dzikir Jahr yang dilaksanakan secara berjamaah harus tertib, tartil/fasih seirama dan senada sehingga jelas terdengar hurufnya (LAA ILAAHA ILLALLAAH) : jangan ada yang cepat/kencang, ada yang lambat, tidak teratur, sehingga tidak bisa mencapai konsentrasi atau khusyu’.
2. Bila dzikir dilaksanakan sendirian, suaranya jangan keras-keras, terutama bila malam telah larut.
3. Dzikir karena terlalu khusyu’, sampai ingin menangis, hal itu dibolehkan, dengan catatan jangan sampai mengganggu orang lain, sehingga suasana menjadi goncang, hal tersebut harus dicegah.
4. Bilamana orang yang zikir dapat mengganggu orang lain, maka Imam harus bertindak untuk mencegah orang itu, yaitu dengan memperingati atau merendahkan temperatur suara dzikir secara bersama.
5. Berjamaah dzikir, baik di Mesjid maupun di rumah, hendaknya cukup mengikuti hitungan 165 kali, andaikata ingin lebih banyak, hal tersebut dapat dilaksanakan secara sendirian dengan suara yang tidak terlalu keras.
6. Bila ada yang kebetulan mendapatkan inkisyaful qolbi/terbuka hati, hal ini jangan diberitahukan kepada orang lain tapi cukup dirasakan sendiri sehingga makin mantap.
7. Senantiasa membaca, menghayati dan mengamalkan TANBIH.
8. Senantiasa meningkatkan peribadatan, dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT.
Demikian harapan Abah, semoga para ikhwan dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Suryalaya, 25 Juni 1992
Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya
KH. Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin
No : 20.PPS.VI.1994
Bismillahirrohmanirrohim.
Dalam rangka meningkatkan ketertiban dalam melaksanakan pengamalan Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah, maka dengan ini Abah mengharap:
1. Dzikir Jahr yang dilaksanakan secara berjamaah harus tertib, tartil/fasih seirama dan senada sehingga jelas terdengar hurufnya (LAA ILAAHA ILLALLAAH) : jangan ada yang cepat/kencang, ada yang lambat, tidak teratur, sehingga tidak bisa mencapai konsentrasi atau khusyu’.
2. Bila dzikir dilaksanakan sendirian, suaranya jangan keras-keras, terutama bila malam telah larut.
3. Dzikir karena terlalu khusyu’, sampai ingin menangis, hal itu dibolehkan, dengan catatan jangan sampai mengganggu orang lain, sehingga suasana menjadi goncang, hal tersebut harus dicegah.
4. Bilamana orang yang zikir dapat mengganggu orang lain, maka Imam harus bertindak untuk mencegah orang itu, yaitu dengan memperingati atau merendahkan temperatur suara dzikir secara bersama.
5. Berjamaah dzikir, baik di Mesjid maupun di rumah, hendaknya cukup mengikuti hitungan 165 kali, andaikata ingin lebih banyak, hal tersebut dapat dilaksanakan secara sendirian dengan suara yang tidak terlalu keras.
6. Bila ada yang kebetulan mendapatkan inkisyaful qolbi/terbuka hati, hal ini jangan diberitahukan kepada orang lain tapi cukup dirasakan sendiri sehingga makin mantap.
7. Senantiasa membaca, menghayati dan mengamalkan TANBIH.
8. Senantiasa meningkatkan peribadatan, dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT.
Demikian harapan Abah, semoga para ikhwan dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Suryalaya, 25 Juni 1992
Sesepuh Pondok Pesantren Suryalaya
KH. Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin
Jumat, Juli 23, 2010
Memperkuat Kompetensi Melalui Karya Tulis
KORWIL DKI JAKARTA terus mengasah kompetensi ikhwan-akhwat TQN di lingkungannya. Kali ini, pada Sabtu 26 Juni 2010, Korwil Jakarta mengirimkan duapuluhan ikhwan-akhwat untuk mengikuti Pelatihan Menulis Kreatif Non-Fiksi Islami yang diselenggarakan oleh Jakarta Islamic Center.
Pelatihan tersebut dinarasumberi oleh Asrori S. Karni (Wartawan Senior Majalah Gatra), H. Thobieb Al-Ashar, S.Ag, MSi (Tim Penyusun Pidato Menteri Agama RI dan penulis kreatif berbagai judul buku islami) dan Jaylani Ali Muhammad (Wartawan dan Editor Koran Seputar Indonesia).
Pegiriman ikhwan-akhwat TQN dalam pelatihan ini adalah wujud komitmen Korwil DKI Jakarta untuk menjadikan ikhwan-akhwat TQN Suryalaya yang Tangguh, Bermartabat dan Modern. Peningkatan kemampuan di bidang penulisan sangat penting, mengingat masih kurangnya informasi mengenai tasawuf dan TQN Suryalaya yang ditulis langsung oleh warga TQN Suryalaya.
Di zaman informasi dan teknologi sekarang ini keterampilan menulis sangat diperlukan. Masyarakat bisa dengan mudah digiring opininya pada sebuah persolan oleh hanya sekumpulan tulisan dalam artikel di media massa. Seringkali tulisan itu menjadi bahan diskusi oleh sebagian kuli warta di media elektronik. Tergantung seberapa unik judul dan konten tulisan. Begitu besarnya daya tarik sebuah karya tulis.
Sebuah laporan mengenai Piala Dunia yang baru berakhir beberapa hari yang lalu misalnya, tidak mungkin bisa dilaporkan tanpa kemampuan sang wartawan untuk menuliskan laporannya. Sementara itu, jika kita mencari informasi mengenai tasawuf di dunia maya, beragam informasi akan ditampilkan oleh internet. Dari yang mendukung hingga yang membenci bahkan mengharamkan.
Kiranya kemampuan menulis ini memang perlu diasah, meskipun rata-rata penduduk Indonesia yang sempat mengenyam pendidikan formal pernah melakukannya. Tetapi hampir dipastikan sedikit sekali yang memiliki keberanian untuk mempublikasikannya di media-media publik.
Para narasumber dalam pelatihan kali ini semuanya sepakat, untuk menumbuhkan kemampuan menulis, harus dilatih. Pak Thobieb bercerita, ia awali kegiatan menulisnya sejak duduk di bangku kuliah. Kala itu, Pak Thobieb yang berstatus mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Jakarta (UIN Jakarta sekarang) mengawalinya dengan banyak menulis untuk majalah dinding di kampusnya. Kemudian ia memberanikan diri untuk mengirimkan artikel-artikelnya ke salah satu surat kabar harian nasional. Artikelnya tidak langsung dimuat oleh surat kabar tersebut, perlu puluhan kali pengiriman artikel yang berbeda hingga dimuat di kolom opini. Karena itu ia sering mendapat ‘surat cinta’ (begitu rekan-rekan mahasiswanya sering menyebut) dari redaksi surat kabar tersebut saking seringnya artikelnya ditolak dimuat.
Namun akhirnya, penolakan demi penolakan itu menumbuhkan semangatnya untuk menulis lebih kreatif lagi. Sampai pada masanya ia mampu menulis berbagai tulisan dan tulisan-tulisannya pun dibukukan. Dari jari-jarinya yang gemar menari di atas computer, ia mampu menulis berbagai judul buku, diantaranya : “Bahaya Makanan Haram” (Al-Mawardi, Jakarta, 2002), “Fikih Gaul” (Syamil, Bandung, 2004), “Sufi Funky” (GIP, Jakarta, 2002), “Menuju Era Wakaf Produktif” (Mumtaz Publishing, Depok, 2007), dan lain-lain.
Mas Jaylani Ali Muhammad, punya cerita lain. Wartawan yang bermahkotakan rambut ikal panjang mirip mas “JAY” yang koreografer terkenal itu, memiliki kemampuan berbahasa baku yang hebat. Karena itu mas Jay dipercaya bertugas di bagian editor di kantornya. Mas Jay mengajak peserta untuk menyikapi sebuah paragaraf dalam salah satu contoh tulisan. Dalam tulisan itu tersurat beberapa kalimat yang tidak sesuai logika, bertentangan dengan historis dan tidak faktual.
Menurut Mas Jay, kesesuaian sebuah tulisan dengan logika, historis dan fakta yang ada di masyarakat sangat penting, apalagi jika tulisan tersebut bersifat non-fiksi. Karena itu untuk bisa membuat sebuah tulisan non-fiksi yang sesuai dengan tiga hal diatas, perlu banyak gizi pendukung. Gizi pendukungnya adalah banyak membaca!
Pada sesi latihan menulis, Pak Thobieb, mengajak seluruh peserta untuk menulis sebuah karya non-fiksi yang temanya diambil dari dua buah gambar yang ditampilkan pada screen projector. Dalam waktu lima belas menit, para peserta sudah banyak yang mampu menulis sesuai tema yang ditugaskan dan beberapa diantara mereka mendapatkan reward dari Pak Thobieb karena judul dan konten tulisan mereka yang unik.
Di akhir pelatihan, Ust. Abdul Latif (Kabid Pengembangan SDM Korwil DKI Jakarta) mengumpulkan para peserta dari TQN Suryalaya. Beliau berterimakasih atas kesediaan para ikhwan yang mau menjadi peserta pelatihan ini. Harapannya, setelah mengikuti pelatihan ini para peserta dihimbau agar mengirimkan karya-karya tulisnya ke www.tqn-jakarta.org untuk dipublikasikan di dunia maya. Semoga melalui pelatihan ini, semakin banyak ikhwan-akhwat TQN Jakarta yang mampu menghasilkan tulisan-tulisan kreatif dan banyak bermanfaat untuk masyarakat. (han)
Meruya, 21 Juli 2010
Pelatihan tersebut dinarasumberi oleh Asrori S. Karni (Wartawan Senior Majalah Gatra), H. Thobieb Al-Ashar, S.Ag, MSi (Tim Penyusun Pidato Menteri Agama RI dan penulis kreatif berbagai judul buku islami) dan Jaylani Ali Muhammad (Wartawan dan Editor Koran Seputar Indonesia).
Pegiriman ikhwan-akhwat TQN dalam pelatihan ini adalah wujud komitmen Korwil DKI Jakarta untuk menjadikan ikhwan-akhwat TQN Suryalaya yang Tangguh, Bermartabat dan Modern. Peningkatan kemampuan di bidang penulisan sangat penting, mengingat masih kurangnya informasi mengenai tasawuf dan TQN Suryalaya yang ditulis langsung oleh warga TQN Suryalaya.
Di zaman informasi dan teknologi sekarang ini keterampilan menulis sangat diperlukan. Masyarakat bisa dengan mudah digiring opininya pada sebuah persolan oleh hanya sekumpulan tulisan dalam artikel di media massa. Seringkali tulisan itu menjadi bahan diskusi oleh sebagian kuli warta di media elektronik. Tergantung seberapa unik judul dan konten tulisan. Begitu besarnya daya tarik sebuah karya tulis.
Sebuah laporan mengenai Piala Dunia yang baru berakhir beberapa hari yang lalu misalnya, tidak mungkin bisa dilaporkan tanpa kemampuan sang wartawan untuk menuliskan laporannya. Sementara itu, jika kita mencari informasi mengenai tasawuf di dunia maya, beragam informasi akan ditampilkan oleh internet. Dari yang mendukung hingga yang membenci bahkan mengharamkan.
Kiranya kemampuan menulis ini memang perlu diasah, meskipun rata-rata penduduk Indonesia yang sempat mengenyam pendidikan formal pernah melakukannya. Tetapi hampir dipastikan sedikit sekali yang memiliki keberanian untuk mempublikasikannya di media-media publik.
Para narasumber dalam pelatihan kali ini semuanya sepakat, untuk menumbuhkan kemampuan menulis, harus dilatih. Pak Thobieb bercerita, ia awali kegiatan menulisnya sejak duduk di bangku kuliah. Kala itu, Pak Thobieb yang berstatus mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Jakarta (UIN Jakarta sekarang) mengawalinya dengan banyak menulis untuk majalah dinding di kampusnya. Kemudian ia memberanikan diri untuk mengirimkan artikel-artikelnya ke salah satu surat kabar harian nasional. Artikelnya tidak langsung dimuat oleh surat kabar tersebut, perlu puluhan kali pengiriman artikel yang berbeda hingga dimuat di kolom opini. Karena itu ia sering mendapat ‘surat cinta’ (begitu rekan-rekan mahasiswanya sering menyebut) dari redaksi surat kabar tersebut saking seringnya artikelnya ditolak dimuat.
Namun akhirnya, penolakan demi penolakan itu menumbuhkan semangatnya untuk menulis lebih kreatif lagi. Sampai pada masanya ia mampu menulis berbagai tulisan dan tulisan-tulisannya pun dibukukan. Dari jari-jarinya yang gemar menari di atas computer, ia mampu menulis berbagai judul buku, diantaranya : “Bahaya Makanan Haram” (Al-Mawardi, Jakarta, 2002), “Fikih Gaul” (Syamil, Bandung, 2004), “Sufi Funky” (GIP, Jakarta, 2002), “Menuju Era Wakaf Produktif” (Mumtaz Publishing, Depok, 2007), dan lain-lain.
Mas Jaylani Ali Muhammad, punya cerita lain. Wartawan yang bermahkotakan rambut ikal panjang mirip mas “JAY” yang koreografer terkenal itu, memiliki kemampuan berbahasa baku yang hebat. Karena itu mas Jay dipercaya bertugas di bagian editor di kantornya. Mas Jay mengajak peserta untuk menyikapi sebuah paragaraf dalam salah satu contoh tulisan. Dalam tulisan itu tersurat beberapa kalimat yang tidak sesuai logika, bertentangan dengan historis dan tidak faktual.
Menurut Mas Jay, kesesuaian sebuah tulisan dengan logika, historis dan fakta yang ada di masyarakat sangat penting, apalagi jika tulisan tersebut bersifat non-fiksi. Karena itu untuk bisa membuat sebuah tulisan non-fiksi yang sesuai dengan tiga hal diatas, perlu banyak gizi pendukung. Gizi pendukungnya adalah banyak membaca!
Pada sesi latihan menulis, Pak Thobieb, mengajak seluruh peserta untuk menulis sebuah karya non-fiksi yang temanya diambil dari dua buah gambar yang ditampilkan pada screen projector. Dalam waktu lima belas menit, para peserta sudah banyak yang mampu menulis sesuai tema yang ditugaskan dan beberapa diantara mereka mendapatkan reward dari Pak Thobieb karena judul dan konten tulisan mereka yang unik.
Di akhir pelatihan, Ust. Abdul Latif (Kabid Pengembangan SDM Korwil DKI Jakarta) mengumpulkan para peserta dari TQN Suryalaya. Beliau berterimakasih atas kesediaan para ikhwan yang mau menjadi peserta pelatihan ini. Harapannya, setelah mengikuti pelatihan ini para peserta dihimbau agar mengirimkan karya-karya tulisnya ke www.tqn-jakarta.org untuk dipublikasikan di dunia maya. Semoga melalui pelatihan ini, semakin banyak ikhwan-akhwat TQN Jakarta yang mampu menghasilkan tulisan-tulisan kreatif dan banyak bermanfaat untuk masyarakat. (han)
Meruya, 21 Juli 2010
Meraih Qurbah Ilallah dengan Khataman Tamm
Jum’at malam, 9 Juli 2010, Korwil DKI Jakarta menggelar riyadhoh Khataman Tamm. Waktu pelaksanaannya mengambil berkah peristiwa Isra Mi’raj Rasulullah saw, yakni pada malam tanggal 27 Rajab. Bertempat di TQN Center Masjid Al-Mubarak, Rawamangun Jakarta Timur. Sebagian besar yang hadir adalah ikhwan-akhwat TQN Suryalaya se-DKI Jakarta di bawah usia 45 tahun.
Sebanyak 60 ikhwan dan 30 akhwat telah berkumpul di TQN Center sejak pukul 20.30 wib. Tidak ketinggalan para donatur yang telah menyiapkan beragam penganan untuk para jamaah yang melakukan riyadhoh.
Khataman Tamm, adalah dzikir khatam yang biasa dilafalkan oleh ikhwan TQN Suryalaya ba’da dzikir harian seusai sholat Maghrib dan seusai sholat sunnah Lidaf’il Bala (waktu ‘Isya), namun jumlahnya dibaca sesuai dengan yang tertera dalam kitab Uquudul Jumaan. Misal, Sholawat yang tertera dalam kitab tersebut harus dibaca 100 kali, ya dibaca 100 kali.
Riyadhoh atau latihan ini tidak lain untuk membiasakan ikhwan-akhwat TQN Suryalaya menjalani latihan fisik dan ruhani berdzikir semalam suntuk, meneladani para senior di dalam thariqah yang telah melakukannya terlebih dahulu. Sebagaimana Syekh Abdul Qadir al-Jaylani yang telah melakukan ibadah sholat dan dzikir sepanjang malam selama 40 tahun berturut-turut di masa-masa akhir kehidupannya. Mudah-mudahan pula waktu yang bertepatan dengan malam Isra Mi’raj turut membawa berkah dan meningkatkan spiritualitas para ikhwan-akhwat.
Bertindak selaku imam dalam dzikir Khataman Tamm, Ust. Handri Ramadian dan Ust. Andhika Darmawan. Keduanya bergantian mengimami dzikir, mengawal para ikhwan meleburkan diri dalam ikatan ruhaniah bersama Waly Mursyid, Pangersa Abah Anom.
Ritual Dzikir diawali dengan melakukan sholat sunnah muthlaq berjamaah. Lalu dzikir jahr dan khofiy. Dilanjutkan dengan dzikir khatam. Saat dzikir jahr saja, kesyahduan sudah mulai merasuk dalam tiap-tiap diri jamaah. Meskipun bukan sebuah ukuran kekhusyu’an berdzikir, sedu sedan dan isak tangis membahana dari lisan para perindu Rahmat Ilahi menambah suasana haru. Apalagi ketika Imam sudah mulai masuk pada rangkaian tawassul tujuh al-Fatihah. Dilanjutkan dengan pembacaan sholawat serta aurad-aurad lainnya.
Malam itu menjadi malam yang paling indah bagi para pedzikir yang hadir. Enerji dzikir semakin menarik qalbu para jamaah, menyatukan ruhani dalam robithoh. Mengharap bimbingan sang Waly Mursyid menuju padaNya.
Rangkaian dzikir khatam diakhiri pukul 02.30 wib. Sebagian jamaah beristirahat sejenak dengan penganan kecil yang sudah tersaji dari beberapa donatur. Beberapa menit kemudian Imam menginstruksikan untuk melakukan qiyamul layl, munfarid. Sebagian jamaah serta merta melakukan instruksi tersebut. Begitulah riyadhoh tersebut bergulir hingga terbit fajar.
Seusai sholat Shubuh dan dzikir harian, para Imam kemudian memberikan tausiyah. Dalam salah satu tausiyahnya para imam menekankan bahwa kegiatan ini bukan untuk pertama kali dan terakhir. Seyogyanya bisa dilakukan secara berkesinambungan. Paling tidak tiga bulan sekali. Jamaah pun menanggapi dengan antusias. Mereka siap untuk melakukannya kembali tiga bulan ke depan.
Di purna kegiatan, panitia menyiapkan sarapan nasi uduk. Hmm… nikmat luar biasa yang tak terkira. Ruhani terisi, jasmani terisi. Allah SWT benar-benar menjamin rejeki hamba-hambaNya yang berusaha mendekat kepadaNya. Mudah-mudahan kuallitas ruhani ikhwan-akhwat yang mengikuti kegiatan dzkir khataman tamm ini semakin meningkat, menuju qurbah ilalllah. Amiin. (han)
Meruya, 21 Juli 2010.
Sebanyak 60 ikhwan dan 30 akhwat telah berkumpul di TQN Center sejak pukul 20.30 wib. Tidak ketinggalan para donatur yang telah menyiapkan beragam penganan untuk para jamaah yang melakukan riyadhoh.
Khataman Tamm, adalah dzikir khatam yang biasa dilafalkan oleh ikhwan TQN Suryalaya ba’da dzikir harian seusai sholat Maghrib dan seusai sholat sunnah Lidaf’il Bala (waktu ‘Isya), namun jumlahnya dibaca sesuai dengan yang tertera dalam kitab Uquudul Jumaan. Misal, Sholawat yang tertera dalam kitab tersebut harus dibaca 100 kali, ya dibaca 100 kali.
Riyadhoh atau latihan ini tidak lain untuk membiasakan ikhwan-akhwat TQN Suryalaya menjalani latihan fisik dan ruhani berdzikir semalam suntuk, meneladani para senior di dalam thariqah yang telah melakukannya terlebih dahulu. Sebagaimana Syekh Abdul Qadir al-Jaylani yang telah melakukan ibadah sholat dan dzikir sepanjang malam selama 40 tahun berturut-turut di masa-masa akhir kehidupannya. Mudah-mudahan pula waktu yang bertepatan dengan malam Isra Mi’raj turut membawa berkah dan meningkatkan spiritualitas para ikhwan-akhwat.
Bertindak selaku imam dalam dzikir Khataman Tamm, Ust. Handri Ramadian dan Ust. Andhika Darmawan. Keduanya bergantian mengimami dzikir, mengawal para ikhwan meleburkan diri dalam ikatan ruhaniah bersama Waly Mursyid, Pangersa Abah Anom.
Ritual Dzikir diawali dengan melakukan sholat sunnah muthlaq berjamaah. Lalu dzikir jahr dan khofiy. Dilanjutkan dengan dzikir khatam. Saat dzikir jahr saja, kesyahduan sudah mulai merasuk dalam tiap-tiap diri jamaah. Meskipun bukan sebuah ukuran kekhusyu’an berdzikir, sedu sedan dan isak tangis membahana dari lisan para perindu Rahmat Ilahi menambah suasana haru. Apalagi ketika Imam sudah mulai masuk pada rangkaian tawassul tujuh al-Fatihah. Dilanjutkan dengan pembacaan sholawat serta aurad-aurad lainnya.
Malam itu menjadi malam yang paling indah bagi para pedzikir yang hadir. Enerji dzikir semakin menarik qalbu para jamaah, menyatukan ruhani dalam robithoh. Mengharap bimbingan sang Waly Mursyid menuju padaNya.
Rangkaian dzikir khatam diakhiri pukul 02.30 wib. Sebagian jamaah beristirahat sejenak dengan penganan kecil yang sudah tersaji dari beberapa donatur. Beberapa menit kemudian Imam menginstruksikan untuk melakukan qiyamul layl, munfarid. Sebagian jamaah serta merta melakukan instruksi tersebut. Begitulah riyadhoh tersebut bergulir hingga terbit fajar.
Seusai sholat Shubuh dan dzikir harian, para Imam kemudian memberikan tausiyah. Dalam salah satu tausiyahnya para imam menekankan bahwa kegiatan ini bukan untuk pertama kali dan terakhir. Seyogyanya bisa dilakukan secara berkesinambungan. Paling tidak tiga bulan sekali. Jamaah pun menanggapi dengan antusias. Mereka siap untuk melakukannya kembali tiga bulan ke depan.
Di purna kegiatan, panitia menyiapkan sarapan nasi uduk. Hmm… nikmat luar biasa yang tak terkira. Ruhani terisi, jasmani terisi. Allah SWT benar-benar menjamin rejeki hamba-hambaNya yang berusaha mendekat kepadaNya. Mudah-mudahan kuallitas ruhani ikhwan-akhwat yang mengikuti kegiatan dzkir khataman tamm ini semakin meningkat, menuju qurbah ilalllah. Amiin. (han)
Meruya, 21 Juli 2010.
Senin, Juli 19, 2010
Tatacara Shalat Nisfu Sya'ban
Shalat Khoir ini dikerjakan pada malam ke lima belas bulan Sya’ban sebanyak 100 rakaat (2 rakaat-2 rakaat). Pada tahun ini bertepatan dengan tanggal 16 Juli 2011. Shalat Nisfu Sya’ban boleh dimulai sejak ba’da Maghrib. Tiap-tiap satu rakaat membaca Al-Fatihah dan Surat Al-Ikhlas 10 kali. Setiap dua rakaat satu salam, maka total 50 kali salam dan total surat al-ikhlas yang dibaca dalam 100 rakaat adalah 1000 kali.
Ulama salaf mengerjakan shalat Syaban ini dan memberi nama sholat ini Shalatul Khoir. Sulthonul Awliya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani juga mengerjakan sholat Khoir ini.
Telah diriwayatkan dari Sayyidina Hasan Rohimahullah bahwasanya telah menceritakan tiga puluh sahabat Nabi kepadaku, “Barangsiapa yang melaksanakan sholat Nisfu Syaban pada malam ini Allah akan memandang padanya dengan 70 pandangan dan Allah emberikan padanya setiap pandangan 70 kebutuhan, yang paling dekat adalah maghrifoh Allah swt”.
Niat Shalat Nisfu Syaban / Shalat Khoir:
Ushalli sunnatan nishfu syaban rakataini lillahi taala Allahu Akbar
(atau) Ushalli sunnatal khoir rakataini lillahi ta'ala Allahu Akbar
(atau) Ushalli sunnatal muthlaqi rakataini lillahi ta'ala Allahu Akbar
Adapun shalat yang kewarid di dalam Nisfu Syaban banyaknya 100 rakaat, 1000 Qulhuwallahu ahad. Shalat ini diberi nama Shalatul Khair yakni shalat yang sebaik-baiknya.
Niat shalat nisfu Syaban pilih diantara 3 yang diatas. Kalau ragu haditsnya pilih saja niat yang ketiga (Sunnah Muthlaq), Karena sunnah muthlaq boleh dilakukan kapan saja, tanpa ada batasannya dan tidak terikat oleh waktu.
Bagi yang tidak mau mengerjakan sholat ini juga tidak apa apa. Asal jangan menyalahkan karena shalat ini dikerjakan juga oleh Sultonul Awliya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani dan banyak para Wali dan para ahli thariqah mengerjakannya.
Ulama salaf mengerjakan shalat Syaban ini dan memberi nama sholat ini Shalatul Khoir. Sulthonul Awliya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani juga mengerjakan sholat Khoir ini.
Telah diriwayatkan dari Sayyidina Hasan Rohimahullah bahwasanya telah menceritakan tiga puluh sahabat Nabi kepadaku, “Barangsiapa yang melaksanakan sholat Nisfu Syaban pada malam ini Allah akan memandang padanya dengan 70 pandangan dan Allah emberikan padanya setiap pandangan 70 kebutuhan, yang paling dekat adalah maghrifoh Allah swt”.
Niat Shalat Nisfu Syaban / Shalat Khoir:
Ushalli sunnatan nishfu syaban rakataini lillahi taala Allahu Akbar
(atau) Ushalli sunnatal khoir rakataini lillahi ta'ala Allahu Akbar
(atau) Ushalli sunnatal muthlaqi rakataini lillahi ta'ala Allahu Akbar
Adapun shalat yang kewarid di dalam Nisfu Syaban banyaknya 100 rakaat, 1000 Qulhuwallahu ahad. Shalat ini diberi nama Shalatul Khair yakni shalat yang sebaik-baiknya.
Niat shalat nisfu Syaban pilih diantara 3 yang diatas. Kalau ragu haditsnya pilih saja niat yang ketiga (Sunnah Muthlaq), Karena sunnah muthlaq boleh dilakukan kapan saja, tanpa ada batasannya dan tidak terikat oleh waktu.
Bagi yang tidak mau mengerjakan sholat ini juga tidak apa apa. Asal jangan menyalahkan karena shalat ini dikerjakan juga oleh Sultonul Awliya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani dan banyak para Wali dan para ahli thariqah mengerjakannya.
Dimana Anda Shalat Nisfu Sya'ban?
Berikut info tempat pelaksanaan Sholat Nisfu Sya'ban Senin 26 Juli 2010 ba'da sholat Maghrib sd selesai (diselingi dengan shalat Isya) di beberapa tempat di DKI Jakarta :
1. Jaktim, TQN Center Masjid Al Mubarok Jl. Balai Pustaka Baru (blkg RS Dharma Nugraha) Rawamangun.
2. Jaksel, Graha Wisma Lintang lt 3 Jl. Taman Kemang No 20 (depan KEMCHICK)
3. Jakbar, Masjid Nurul Huda Jl. KH Moh. Mansyur No. 97 Jembatan Lima
4. Jakut, Masjid Al Mu'tamar Jl. Kalibaru Timur III Gg Masjid RT007/03 Kalibaru Cilincing
5. Jakpus, Masjid Asy-Syura, Jl. Taruna Raya RT013/03 Serdang Kemayoran
6. Dan tempat-tempat lain di masjid atau rumah yang tidak semuanya bisa dicantumkan dalam artikel ini.
1. Jaktim, TQN Center Masjid Al Mubarok Jl. Balai Pustaka Baru (blkg RS Dharma Nugraha) Rawamangun.
2. Jaksel, Graha Wisma Lintang lt 3 Jl. Taman Kemang No 20 (depan KEMCHICK)
3. Jakbar, Masjid Nurul Huda Jl. KH Moh. Mansyur No. 97 Jembatan Lima
4. Jakut, Masjid Al Mu'tamar Jl. Kalibaru Timur III Gg Masjid RT007/03 Kalibaru Cilincing
5. Jakpus, Masjid Asy-Syura, Jl. Taruna Raya RT013/03 Serdang Kemayoran
6. Dan tempat-tempat lain di masjid atau rumah yang tidak semuanya bisa dicantumkan dalam artikel ini.
Shalat Nisfu Sya'ban, Sunnah yang Dianggap Bid'ah
Oleh : Ust. Abdul Latif, SE, MA
Banyak orang menuduh shalat nisfu Sya’ban sebagai bid’ah. Mereka menuduh demikian bisa jadi dengan niat yang baik untuk membersihkan praktek ibadah dari Bid’ah dan mengembalikan agar ibadah yang dilakukan sesuai sunah Rasul. Alasannya sangat sederhana karena shalat Nisfu Sya’ban tidak pernah dikerjakan jaman Rasul. Benarkah shalat Nisfu Sya’ban bidah? Apakah nabi tidak pernah melakukannya?
Untuk lebih melengkapi khazanah kita, akan kami paparkan pula beberapa pertanyaan yang mengingkari shalat nisfu Sya’ban dari berbagai dialog. Antara lain:
Pertanyaan Pertama:
Tidak ada keistimewaan malam nisfu Sya’ban dibandingkan malam lainnya. Sehingga tidak perlu mengkhususkan ibadah pada malam tersebut. Beberapa Hadis yang menerangkan keutamaan nisfu Sya’ban adalah maudhu’ (palsu) dan dha’if. Sehingga tidak boleh diamalkan.
Para ulama semisal Ibnu Rajab, Ibnul Jauzi, Imam al-Ghazali, Ibnu Katsir dan yang lainnya, menyatakan hadits-hadits yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya'ban ini sangat banyak jumlahnya. Hanya, umumnya hadits-hadits tersebut dhaif, namun ada juga beberapa hadits yang Hasan dan Shahih Lighairihi. Untuk lebih jelasnya, berikut di antara hadits-hadits dimaksud:
Hadis 1
عن علي بن إبي طالب عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إذا كان ليلة نصف شعبان فقوموا ليلها, وصوموا نهارها, فإن الله تعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى سماء الدنيا, فيقول: ألا مستغفر فأغفرله, ألا مسترزق فأرزقه, ألا مبتلى فأعافيه, ألا كذا ألا كذا, حتى يطلع الفجر)) [رواه ابن ماجه والحديث ضعفه الألبانى]
Artinya: "Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah saw bersabda: "Apabila sampai pada malam Nishfu Sya'ban, maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya, karena sesungguhnya Allah akan turun ke dunia pada malam tersebut sejak matahari terbenam dan Allah berfirman: "Tidak ada orang yang meminta ampun kecuali Aku akan mengampuni segala dosanya, tidak ada yang meminta rezeki melainkan Aku akan memberikannya rezeki, tidak ada yang terkena musibah atau bencana, kecuali Aku akan menghindarkannya, tidak ada yang demikian, tidak ada yang demikian, sampai terbit fajar" (HR. Ibnu Majah dan hadits tersebut dinilai Hadits Dhaif oleh Syaikh al-Albany).
Hadis 2
عن عائشة قالت: فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو بالبقيع رافع رأسه إلى السماء, فقال: ((أكنت تخافين إن يحيف الله عليك ورسوله؟)) فقلت: يا رسول الله, ظننت أنك أتيت بعض نسائك. فقال: ((إن الله تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى سماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب)) [رواه أحمد والترمذى وابن ماجه وضعفه الألبانى فى ضعيف الترمذى].
Artinya: "Siti Aisyah berkata: "Suatu malam saya kehilangan Rasulullah saw, lalu aku mencarinya. Ternyata beliau sedang berada di Baqi' sambil menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau bersabda: "Apakah kamu (wahai Aisyah) khawatir Allah akan menyia-nyiakan kamu dan RasulNya?" Aku menjawab: "Wahai Rasulullah, saya pikir anda pergi mendatangi di antara isteri-isterimu". Rasulullah saw bersabda kembali: "Sesungguhnya Allah turun ke dunia pada malam Nishfu Sya'ban dan mengampuni ummatku lebih dari jumlah bulu domba yang digembalakan" (HR. Ahmad, Ibn Majah dan Turmidzi. Syaikh al-Albany menilai hadits riwayat Imam Turmudzi tersebut sebagai hadits Dhaif sebagaimana ditulisnya pada 'Dhaifut Turmudzi').
Kedua hadits tersebut adalah hadits yang dinilai Dhaif oleh jumhur Muhaditsin di antaranya oleh Syaikh Albany, seorang ulama yang tekenal sangat ketat dengan hadits.
Namun demikian, di bawah ini juga penulis hendak mengetengahkan Hadits Hasan dan Shahih Lighairihi yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya'ban ini. Hadits-hadits dimaksud adalah:
Hadis 3
عن أبي موسى عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه, إلا لمشرك أو مشاحن)) [رواه ابن ماجه وحسنه الشيخ الألبانى فى صحيح ابن ماجه (1140)]
Artinya: "Dari Abu Musa, Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah muncul (ke dunia) pada malam Nishfu Sya'ban dan mengampuni seluruh makhlukNya, kecuali orang musyrik dan orang yang dengki dan iri kepada sesama muslim" (HR. Ibn Majah, dan Syaikh Albani menilainya sebagai hadits Hasan sebagaimana disebutkan dalam bukunya Shahih Ibn Majah no hadits 1140).
Hadis 4
عن عبد الله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إن الله ليطلع إلى خلقه ليلة النصف من شعبان فيغفر لعباده إلا اثنين: مشاحن, أو قاتل نفس)) [رواه أحمد وابن حبان فى صحيحه]
Artinya: "Dari Abdullah bin Amer, Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya akan menemui makhlukNya pada malam Nishfu Sya'ban, dan Dia mengampuni dosa hamba-hambanya kecuali dua kelompok yaitu orang yang menyimpan dengki atau iri dalam hatinya kepada sesama muslim dan orang yang melakukan bunuh diri" (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban sebagaimana ditulisnya dalam buku Shahihnya).
Namun, Syaikh Syu'aib al-Arnauth menilai hadits tersebut hadits yang lemah, karena dalam sanadnya ada dua rawi yang bernama Ibn Luhai'ah dan Huyay bin Abdullah yang dinilainya sebagai rawi yang lemah. Namun demikian, ia kemudian mengatakan bahwa meskipun dalam sanadnya lemah, akan tetapi hadits tersebut dapat dikategorikan sebagai hadits Shahih karena banyak dikuatkan oleh hadits-hadits lainnya (Shahih bi Syawahidih).
Hadis 5
عن عثمان بن أبي العاص مرفوعا قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إذا كان ليلة النصف من شعبان نادى مناد: هل من مستغفر فأغفر له؟ هل من سائل فأعطيه؟ فلا يسأل أحد شيئا إلا أعطيه, إلا زانية بفرجها أو مشركا)) [رواه البيهقى]
Artinya: "Dari Utsman bin Abil Ash, Rasulullah saw bersabda: "Apabila datang malam Nishfu Sya'ban, Allah berfirman: "Apakah ada orang yang memohon ampun dan Aku akan mengampuninya? Apakah ada yang meminta dan Aku akan memberinya? Tidak ada seseorang pun yang meminta sesuatu kecuali Aku akan memberinya, kecuali wanita pezina atau orang musyrik" (HR. Baihaki).
Dengan memperhatikan, di antaranya, hadits-hadits di atas, maka tidak berlebihan apabila banyak ulama berpegang teguh bahwa malam Nishfu Sya'ban adalah malam yang istimewa, karena bukan hanya dosa-dosa akan diampuni, akan tetapi juga doa akan dikabulkan. Hadits-hadits yang dipandang Dhaif yang berbicara seputar keistimewaan malam Nishfu Sya'ban ini, paling tidak kedudukan haditsnya menjadi terangkat oleh hadits-hadits lain yang berstatus Hasan atau Shahih Lighairihi.
Atau boleh juga dikatakan, karena hadits-hadits dhaif yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya'ban ini dhaifnya tidak parah dan tidak berat, maka satu sama lain menjadi saling menguatkan sehingga kedudukannya naik menjadi Hadits Hasan Lighairihi. Wallahu'alam.
Istimewanya malam Nishfu Sya'ban ini juga dikuatkan oleh atsar para sahabat. Imam Ali bin Abi Thalib misalnya, sebagaimana dikutip Ibnu Rajab, apabila datang malam Nishfu Sya'ban, ia banyak keluar rumah untuk melihat dan berdoa ke arah langit, sambil berkata: "Sesungguhnya Nabi Daud as, apabila datang malam Nishfu Sya'ban, beliau keluar rumah dan menengadah ke langit sambil berkata: "Pada waktu ini tidak ada seorang pun yang berdoa pada malam ini kecuali akan dikabulkan, tidak ada yang memohon ampun, kecuali akan diampuni selama bukan tukang sihir atau dukun". Imam Ali lalu berkata: "Ya Allah, Tuhannya Nabi Daud as, ampunilah dosa orang-orang yang meminta ampun pada malam ini, serta kabulkanlah doa orang-orang yang berdoa pada malam ini".
Sebagian besar ulama Tabi'in seperti Khalid bin Ma'dan, Makhul, Luqman bin Amir dan yang lainnya, juga mengistimewakan malam ini dengan jalan lebih mempergiat ibadah, membaca al-Qur'an dan berdoa. Demikian juga hal ini dilakukan oleh jumhur ulama Syam dan Bashrah.
Bahkan, Imam Syafi'i pun beliau mengistimewakan malam Nishfu Sya'ban ini dengan jalan lebih mempergiat ibadah, doa dan membaca al-Qur'an. Hal ini sebagaimana nampak dalam perkataannya di bawah ini:
بلغنا أن الدعاء يستجاب فى خمس ليال: ليلة الجمعة, والعيدين, وأول رجب, ونصف شعبان. قال: واستحب كل ما حكيت فى هذه الليالي
Artinya: "Telah sampai kepada kami riwayat bahwa dua itu akan (lebih besar kemungkinan untuk) dikabulkan pada lima malam: Pada malam Jum'at, malam Idul Fithri, malam Idul Adha, malam awal bulan Rajab, dan pada malam Nishfu Sya'ban. Imam Syafi'i berkata kembali: "Dan aku sangat menekankan (untuk memperbanyak doa) pada seluruh malam yang telah aku ceritakan tadi".
Dari pemaparan di atas nampak bahwa sebagian besar para ulama salaf memandang istimewa malam ini, karenanya mereka mengisinya dengan mempergiat dan memperbanyak ibadah termasuk berdoa, shalat dan membaca al-Qur'an.
Pertanyaan Kedua:
Shalat Nisfu Sya’ban Bid’ah karena tidak pernah dilakukan Rasul. Sehingga ibadah mereka tidak sesuai sunnah Rasul.
Nama panjang dari shalat Nisfu Sya’ban adalah “SHALAT MUTHLAQ yang dilakukan pada malam Nisfu Sya’ban”. Untuk memudahkan pengucapan, ulama menyebutnya shalat nisfu Sya’ban.
Karena termasuk jenis shalat Muthlaq, maka boleh dikerjakan kapan saja termasuk malam pertengahan Sya’ban selama dikerjakan tidak pada waktu yang dilarang. Kalau pada malam yang lain boleh melakukan shalat Muthlaq, maka pada malam nisfu Sya’ban juga boleh.
Membid’ahkan shalat nisfu Sya’ban sama dengan membid’ahkan shalat Muthlaq yang sunnah.
Apalagi ada hadis yang menyatakan bahwa Rasul menggiatkan qiyamul layl pada malam nisfu Sya’ban. Semakin kuat lah dasar shalat nisfu Sya’ban.
ومنها حديث عائشة ـ رضي الله عنها ـ قام رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ من الليل فصلى فأطال السجود حتى ظننت أنه قد قُبِضَ، فَلَمَّا رفع رأسه من السجود وفرغ من صلاته قال: "يا عائشة ـ أو يا حُميراء ـ ظننت أن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قد خَاسَ بك"؟ أي لم يعطك حقك . قلت: لا والله يا رسول الله ولكن ظننت أنك قد قبضتَ لطول سجودك، فقال: "أَتَدْرِينَ أَيُّ ليلة هذه"؟ قلت: الله ورسوله أعلم، قال "هذه ليلة النصف من شعبان، إن الله عز وجل يطلع على عباده ليلة النصف من شعبان، فيغفر للمستغفرين ، ويرحم المسترحِمِينَ، ويُؤخر أهل الحقد كما هم" رواه البيهقي من طريق العلاء بن الحارث عنها، وقال: هذا مرسل جيد.
Dari A'isyah: "Suatu malam rasulullah salat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: "Hai A'isyah engkau tidak dapat bagian?". Lalu aku menjawab: "Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama". Lalu beliau bertanya: "Tahukah engkau, malam apa sekarang ini". "Rasulullah yang lebih tahu", jawabku. "Malam ini adalah malam nisfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki" (H.R. Baihaqi) Menurut perawinya hadis ini mursal (ada rawi yang tidak sambung ke Sahabat), namun cukup kuat.
Bahkan kalau kita menyandarkan pada hadis di atas, justru MEREKA YANG SHALAT PADA MALAM NISFU SYA’BAN IBADAHNYA SESUAI SUNNAH RASUL.
Pertanyaan Ketiga:
Shalat Nisfu Sya’ban saja Bid’ah, apalagi melakukannya secara berjamaah. Semakin jauh dari Islam. Kalaulah memang bagus mengapa Rasul dan sahabat tidak melakukan? Padahal Mereka adalah generasi terbaik.
Saudaraku, selama ada dalil umum yang membolehkan, maka mengenai tekhnisnya berjamaah atau tidak, dapat diatur menurut kondisi dan keadaan.
Pelaksanaan mengisi malam Nishfu Sya'ban diberjamaahkan ini pertama kali dilakukan oleh ulama tabi'in yang bernama Khalid bin Ma'dan, lalu diikuti oleh ulama tabi'in lainnya seperti Makhul, Luqman bin Amir dan yang lainnya. Bahkan terus berlanjut dan menjadi tradisi ulama Syam dan Bashrah sampai saat ini.
Meski tidak dilakukan pada masa Rasulullah saw dan para sahabatnya, kami lebih condong untuk mengatakan tidak mengapa dan tidak dilarang. Tidak semua yang tidak dipraktekkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya menjadi sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Selama ada hadits dan qaidah umum yang membolehkan, maka mengenai tehnis, apakah diberjamaahkan atau sendiri-sendiri, semuanya diserahkan kepada masing-masing dan tentu diperbolehkan. Hal ini sebagaimana tradisi takbir berjamaah pada malam hari raya.
Hal ini tidak dilakukan pada masa Rasulullah saw dan para sahabatnya. Rasulullah saw dan para sahabat hanya melakukannya di rumah masing-masing. Tradisi berjamaah membaca takbir pada malam Hari Raya ini pertama kali dilakukan oleh seorang ulama tabi'in yang bernama Abdurrahman bin Yazid bin al-Aswad. Dan tradisi ini pun sampai saat ini masih diberlakukan dan diamalkan hampir di seluruh negara-negara muslim.
Demikian juga dengan shalat Tarawih diberjamaahkan. Rasulullah saw hanya melakukannya satu, dua atau tiga malam saja secara berjamaah. Setelah itu, beliau melakukannya sendiri. Dan hal ini berlaku juga sampai masa khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq serta pada permulaan khalifah Umar bin Khatab. Setelah Umar bin Khatab masuk ke sebuah mesjid dan menyaksikan orang shalat tarawih sendiri-sendiri, akhirnya beliau melihat alangkah lebih baiknya apabila diberjamaahkan. Sejak itu, beliau manunjuk sahabat Rasulullah saw yang bernama Ubay bin Ka'ab untuk menjadi imam pertama shalat Tarawih diberjamaahkan. Tradisi ini juga berjalan dan terus dipraktekkan sampai sekarang ini.
Kalaulah shalat qiyamu Ramadhan (Tarawih) yang beliau lakukan selalu tidak berjamaah dengan sahabat, kecuali hanya 1-3 malam saja, boleh dilakukan secara berjamaah, lalu takbir malam ‘Ied juga boleh dilakukan secara berjamaah, mengapa shalat Muthlaq malam nisfu Sya’ban (untuk menyingkat selanjutnya disebut “shalat Nisfu Sya’ban”) tidak boleh dilakukan berjamaah? Tentu ini tidak fair.
Di zaman Rasul, para sahabat dengan melihat rasul qiyamul layl saja mereka sudah melakukannya. Namun di akhir zaman ini jika ada ustad berkata, “wahai umat Islam, shalat tarawih yang dilakukan Rasul tidak berjamaah dan dilakukan di tengah malam (bukan ba’da Isya langsung). Oleh karena itu shalatlah sendiri-sendiri nanti malam.” Yang shalat tarawih pasti sedikit. Kecuali instruksi itu untuk bangun malam dalam rangka menyaksikan final piala dunia antara Belanda Vs Spanyol insya Allah jamaahnya banyak meskipun jam 1.30 malam.
Jadi kondisi zaman mengarahkan untuk shalat tarawih secara berjamaah.
Begitu pula dengan shalat nisfu Sya’ban. Di akhir zaman ini, Kalau shalat Nisfu Sya’ban (apalagi jika 100 raka’at) dilakukan hanya boleh sendiri-sendiri, saya yakin sangat-sangat sedikit orang yang mau menghidupkan malam Nisfu Sya’ban. Namun kalau dilakukan secara berjamaah, satu sama lain dapat saling memotivasi sehingga lebih semangat.
Pertanyaan Keempat:
Terlebih lagi dalam shalat nisfu Sya’ban, mereka menetapkan jumlah 100 rakaat. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasul.
Ada beberapa alasan mengapa saya shalat nisfu Sya’ban 100 rakaat:
1. Karena shalat nisfu Sya’ban termasuk shalat Muthlaq, maka jumlahnya bebas. 10 rakaat boleh, 20, 30, bahkan 100 rakaat juga boleh. Kalau kita sanggup 1.000 rakaat juga tidak ada yang melarang, karena shalat Muthlaq. Mengapa kita berani melarang jumlah tertentu dalam shalat Muthlaq? Apakah kalau 99 rakaat boleh, 101 juga boleh lalu khusus 100 rakaat tidak boleh?
Nabi SAW pernah berkata kepada Bilal, sesudah mengerjakan shalat Shubuh sebagaimana berikut: “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku amalan yang engkau kerjakan dalam Islam yang penuh dengan pengharapan karena aku mendengar suara sandalmu di depanku di syurga”. Bilal menjawab tidak pernah aku melakukan suatu perbuatan yang saya harapkan kebaikannya, melainkan pasti aku bersuci dahulu, baik saatnya malam hari atau siang hari. Sesudah aku bersuci aku melakukan shalat sebanyak yang dapat kulakukan”. (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Jabir bin Hayyan, penemu ilmu Kimia sekaligus orang pertama memperoleh julukan Sufi, melakukan shalat Muthlaq 400 rakaat sebelum memulai penelitian.
Kalau ada seseorang menganjurkan untuk shalat nisfu Sya’ban 77 rakaat karena dia senang dengan angka 7, boleh saja. Namun daripada saya mengikuti dia, lebih baik saya mengikuti para ulama yang shalih.
2. Banyak ulama-ulama shalih yang ahli ma’rifat seperti syekh Abdul Qadir Jailani melakukan shalat nisfu Sya’ban 100 rakaat, begitu pula dengan imam Ghazali dan ulama lainnya. Maka tidak ada salahnya jika kita mengikuti beliau. (baca juga dasar hukum shalat Rajab, Nisfu Sya’ban dll di tqn-jakarta.org)
Dan ikutilah jalannya orang yang kembali kepadaKu (Luqman 31:15)
3. Jumlah 100 rakaat ada hadisnya. Meskipun banyak orang yang menolak hadis tersebut. Namun Imam Ahmad berkata, “hadis dhaif lebih aku sukai daripada pendapat pribadi seseorang".
Pertanyaan Kelima:
Bacaan dalam shalat Nisfu Sya’ban (al-Ikhlas 10 kali setelah al-Fatihah, sehingga dikallikan 100 rakaat menjadi 1.000 kali membaca al-Ikhlas) adalah bacaan yang mengada-ada. Tidak pernah dilakukan juga oleh Rasul.
Bacaan yang dibaca dalam shalat nisfu Sya’ban setelah al-Fatihah terserah. Ayat manapun termasuk al-Ikhlas boleh dibaca dalam shalat asalkan ayat al-Qur’an. Tidak ada juga ketentuan bahwa surat al-Ikhlas tidak boleh dibaca beberapa kali dalam satu rakaat.
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْءَانِ
karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. (QS. Al-Muzammil:20)
Imam masjid Quba selalu membaca surat Al Ikhlas disetiap habis fatihah, ia selalu menyertakan surat Al Ikhlas lalu baru surat lainnya, lalu makmumnya protes, seraya meminta agar ia menghentikan kebiasaanya, namun Imam itu menolak, silahkan pilih imam lain kalau kalian mau, aku akan tetap seperti ini!, maka ketika diadukan pada Rasul saw, maka Rasul saw bertanya mengapa kau berkeras dan menolak permintaan teman temanmu (yg meminta ia tak membaca surat al ikhlas setiap rakaat), dan apa pula yg membuatmu berkeras mendawamkannya setiap rakaat?” ia menjawab : “Aku mencintai surat Al Ikhlas”, maka Rasul saw menjawab : “Cintamu pada surat Al Ikhlas akan membuatmu masuk sorga” (Shahih Bukhari hadits no. 741).
Kesimpulannya, shalat Muthlaq pada malam nisfu Sya’ban secara berjamaah sebanyak 100 rakaat dengan membaca surat al-Ikhlas 10 kali setiap bada Fatihah DIBOLEHKAN. Jangan sampai kita mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Kalau nabi saja tidak boleh apalagi kita. Teknis shalat Nisfu Sya’ban silakan dilihat di tqn-jakarta.org.
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ
HAI NABI, MENGAPA KAMU MENGHARAMKAN APA YANG ALLAH HALALKAN BAGIMU (QS. At-Tahrim:6)
Wallahu a’lam bis shawab.
Banyak orang menuduh shalat nisfu Sya’ban sebagai bid’ah. Mereka menuduh demikian bisa jadi dengan niat yang baik untuk membersihkan praktek ibadah dari Bid’ah dan mengembalikan agar ibadah yang dilakukan sesuai sunah Rasul. Alasannya sangat sederhana karena shalat Nisfu Sya’ban tidak pernah dikerjakan jaman Rasul. Benarkah shalat Nisfu Sya’ban bidah? Apakah nabi tidak pernah melakukannya?
Untuk lebih melengkapi khazanah kita, akan kami paparkan pula beberapa pertanyaan yang mengingkari shalat nisfu Sya’ban dari berbagai dialog. Antara lain:
Pertanyaan Pertama:
Tidak ada keistimewaan malam nisfu Sya’ban dibandingkan malam lainnya. Sehingga tidak perlu mengkhususkan ibadah pada malam tersebut. Beberapa Hadis yang menerangkan keutamaan nisfu Sya’ban adalah maudhu’ (palsu) dan dha’if. Sehingga tidak boleh diamalkan.
Para ulama semisal Ibnu Rajab, Ibnul Jauzi, Imam al-Ghazali, Ibnu Katsir dan yang lainnya, menyatakan hadits-hadits yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya'ban ini sangat banyak jumlahnya. Hanya, umumnya hadits-hadits tersebut dhaif, namun ada juga beberapa hadits yang Hasan dan Shahih Lighairihi. Untuk lebih jelasnya, berikut di antara hadits-hadits dimaksud:
Hadis 1
عن علي بن إبي طالب عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إذا كان ليلة نصف شعبان فقوموا ليلها, وصوموا نهارها, فإن الله تعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى سماء الدنيا, فيقول: ألا مستغفر فأغفرله, ألا مسترزق فأرزقه, ألا مبتلى فأعافيه, ألا كذا ألا كذا, حتى يطلع الفجر)) [رواه ابن ماجه والحديث ضعفه الألبانى]
Artinya: "Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah saw bersabda: "Apabila sampai pada malam Nishfu Sya'ban, maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya, karena sesungguhnya Allah akan turun ke dunia pada malam tersebut sejak matahari terbenam dan Allah berfirman: "Tidak ada orang yang meminta ampun kecuali Aku akan mengampuni segala dosanya, tidak ada yang meminta rezeki melainkan Aku akan memberikannya rezeki, tidak ada yang terkena musibah atau bencana, kecuali Aku akan menghindarkannya, tidak ada yang demikian, tidak ada yang demikian, sampai terbit fajar" (HR. Ibnu Majah dan hadits tersebut dinilai Hadits Dhaif oleh Syaikh al-Albany).
Hadis 2
عن عائشة قالت: فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت فإذا هو بالبقيع رافع رأسه إلى السماء, فقال: ((أكنت تخافين إن يحيف الله عليك ورسوله؟)) فقلت: يا رسول الله, ظننت أنك أتيت بعض نسائك. فقال: ((إن الله تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى سماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب)) [رواه أحمد والترمذى وابن ماجه وضعفه الألبانى فى ضعيف الترمذى].
Artinya: "Siti Aisyah berkata: "Suatu malam saya kehilangan Rasulullah saw, lalu aku mencarinya. Ternyata beliau sedang berada di Baqi' sambil menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau bersabda: "Apakah kamu (wahai Aisyah) khawatir Allah akan menyia-nyiakan kamu dan RasulNya?" Aku menjawab: "Wahai Rasulullah, saya pikir anda pergi mendatangi di antara isteri-isterimu". Rasulullah saw bersabda kembali: "Sesungguhnya Allah turun ke dunia pada malam Nishfu Sya'ban dan mengampuni ummatku lebih dari jumlah bulu domba yang digembalakan" (HR. Ahmad, Ibn Majah dan Turmidzi. Syaikh al-Albany menilai hadits riwayat Imam Turmudzi tersebut sebagai hadits Dhaif sebagaimana ditulisnya pada 'Dhaifut Turmudzi').
Kedua hadits tersebut adalah hadits yang dinilai Dhaif oleh jumhur Muhaditsin di antaranya oleh Syaikh Albany, seorang ulama yang tekenal sangat ketat dengan hadits.
Namun demikian, di bawah ini juga penulis hendak mengetengahkan Hadits Hasan dan Shahih Lighairihi yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya'ban ini. Hadits-hadits dimaksud adalah:
Hadis 3
عن أبي موسى عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه, إلا لمشرك أو مشاحن)) [رواه ابن ماجه وحسنه الشيخ الألبانى فى صحيح ابن ماجه (1140)]
Artinya: "Dari Abu Musa, Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah muncul (ke dunia) pada malam Nishfu Sya'ban dan mengampuni seluruh makhlukNya, kecuali orang musyrik dan orang yang dengki dan iri kepada sesama muslim" (HR. Ibn Majah, dan Syaikh Albani menilainya sebagai hadits Hasan sebagaimana disebutkan dalam bukunya Shahih Ibn Majah no hadits 1140).
Hadis 4
عن عبد الله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إن الله ليطلع إلى خلقه ليلة النصف من شعبان فيغفر لعباده إلا اثنين: مشاحن, أو قاتل نفس)) [رواه أحمد وابن حبان فى صحيحه]
Artinya: "Dari Abdullah bin Amer, Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya akan menemui makhlukNya pada malam Nishfu Sya'ban, dan Dia mengampuni dosa hamba-hambanya kecuali dua kelompok yaitu orang yang menyimpan dengki atau iri dalam hatinya kepada sesama muslim dan orang yang melakukan bunuh diri" (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban sebagaimana ditulisnya dalam buku Shahihnya).
Namun, Syaikh Syu'aib al-Arnauth menilai hadits tersebut hadits yang lemah, karena dalam sanadnya ada dua rawi yang bernama Ibn Luhai'ah dan Huyay bin Abdullah yang dinilainya sebagai rawi yang lemah. Namun demikian, ia kemudian mengatakan bahwa meskipun dalam sanadnya lemah, akan tetapi hadits tersebut dapat dikategorikan sebagai hadits Shahih karena banyak dikuatkan oleh hadits-hadits lainnya (Shahih bi Syawahidih).
Hadis 5
عن عثمان بن أبي العاص مرفوعا قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إذا كان ليلة النصف من شعبان نادى مناد: هل من مستغفر فأغفر له؟ هل من سائل فأعطيه؟ فلا يسأل أحد شيئا إلا أعطيه, إلا زانية بفرجها أو مشركا)) [رواه البيهقى]
Artinya: "Dari Utsman bin Abil Ash, Rasulullah saw bersabda: "Apabila datang malam Nishfu Sya'ban, Allah berfirman: "Apakah ada orang yang memohon ampun dan Aku akan mengampuninya? Apakah ada yang meminta dan Aku akan memberinya? Tidak ada seseorang pun yang meminta sesuatu kecuali Aku akan memberinya, kecuali wanita pezina atau orang musyrik" (HR. Baihaki).
Dengan memperhatikan, di antaranya, hadits-hadits di atas, maka tidak berlebihan apabila banyak ulama berpegang teguh bahwa malam Nishfu Sya'ban adalah malam yang istimewa, karena bukan hanya dosa-dosa akan diampuni, akan tetapi juga doa akan dikabulkan. Hadits-hadits yang dipandang Dhaif yang berbicara seputar keistimewaan malam Nishfu Sya'ban ini, paling tidak kedudukan haditsnya menjadi terangkat oleh hadits-hadits lain yang berstatus Hasan atau Shahih Lighairihi.
Atau boleh juga dikatakan, karena hadits-hadits dhaif yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu Sya'ban ini dhaifnya tidak parah dan tidak berat, maka satu sama lain menjadi saling menguatkan sehingga kedudukannya naik menjadi Hadits Hasan Lighairihi. Wallahu'alam.
Istimewanya malam Nishfu Sya'ban ini juga dikuatkan oleh atsar para sahabat. Imam Ali bin Abi Thalib misalnya, sebagaimana dikutip Ibnu Rajab, apabila datang malam Nishfu Sya'ban, ia banyak keluar rumah untuk melihat dan berdoa ke arah langit, sambil berkata: "Sesungguhnya Nabi Daud as, apabila datang malam Nishfu Sya'ban, beliau keluar rumah dan menengadah ke langit sambil berkata: "Pada waktu ini tidak ada seorang pun yang berdoa pada malam ini kecuali akan dikabulkan, tidak ada yang memohon ampun, kecuali akan diampuni selama bukan tukang sihir atau dukun". Imam Ali lalu berkata: "Ya Allah, Tuhannya Nabi Daud as, ampunilah dosa orang-orang yang meminta ampun pada malam ini, serta kabulkanlah doa orang-orang yang berdoa pada malam ini".
Sebagian besar ulama Tabi'in seperti Khalid bin Ma'dan, Makhul, Luqman bin Amir dan yang lainnya, juga mengistimewakan malam ini dengan jalan lebih mempergiat ibadah, membaca al-Qur'an dan berdoa. Demikian juga hal ini dilakukan oleh jumhur ulama Syam dan Bashrah.
Bahkan, Imam Syafi'i pun beliau mengistimewakan malam Nishfu Sya'ban ini dengan jalan lebih mempergiat ibadah, doa dan membaca al-Qur'an. Hal ini sebagaimana nampak dalam perkataannya di bawah ini:
بلغنا أن الدعاء يستجاب فى خمس ليال: ليلة الجمعة, والعيدين, وأول رجب, ونصف شعبان. قال: واستحب كل ما حكيت فى هذه الليالي
Artinya: "Telah sampai kepada kami riwayat bahwa dua itu akan (lebih besar kemungkinan untuk) dikabulkan pada lima malam: Pada malam Jum'at, malam Idul Fithri, malam Idul Adha, malam awal bulan Rajab, dan pada malam Nishfu Sya'ban. Imam Syafi'i berkata kembali: "Dan aku sangat menekankan (untuk memperbanyak doa) pada seluruh malam yang telah aku ceritakan tadi".
Dari pemaparan di atas nampak bahwa sebagian besar para ulama salaf memandang istimewa malam ini, karenanya mereka mengisinya dengan mempergiat dan memperbanyak ibadah termasuk berdoa, shalat dan membaca al-Qur'an.
Pertanyaan Kedua:
Shalat Nisfu Sya’ban Bid’ah karena tidak pernah dilakukan Rasul. Sehingga ibadah mereka tidak sesuai sunnah Rasul.
Nama panjang dari shalat Nisfu Sya’ban adalah “SHALAT MUTHLAQ yang dilakukan pada malam Nisfu Sya’ban”. Untuk memudahkan pengucapan, ulama menyebutnya shalat nisfu Sya’ban.
Karena termasuk jenis shalat Muthlaq, maka boleh dikerjakan kapan saja termasuk malam pertengahan Sya’ban selama dikerjakan tidak pada waktu yang dilarang. Kalau pada malam yang lain boleh melakukan shalat Muthlaq, maka pada malam nisfu Sya’ban juga boleh.
Membid’ahkan shalat nisfu Sya’ban sama dengan membid’ahkan shalat Muthlaq yang sunnah.
Apalagi ada hadis yang menyatakan bahwa Rasul menggiatkan qiyamul layl pada malam nisfu Sya’ban. Semakin kuat lah dasar shalat nisfu Sya’ban.
ومنها حديث عائشة ـ رضي الله عنها ـ قام رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ من الليل فصلى فأطال السجود حتى ظننت أنه قد قُبِضَ، فَلَمَّا رفع رأسه من السجود وفرغ من صلاته قال: "يا عائشة ـ أو يا حُميراء ـ ظننت أن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قد خَاسَ بك"؟ أي لم يعطك حقك . قلت: لا والله يا رسول الله ولكن ظننت أنك قد قبضتَ لطول سجودك، فقال: "أَتَدْرِينَ أَيُّ ليلة هذه"؟ قلت: الله ورسوله أعلم، قال "هذه ليلة النصف من شعبان، إن الله عز وجل يطلع على عباده ليلة النصف من شعبان، فيغفر للمستغفرين ، ويرحم المسترحِمِينَ، ويُؤخر أهل الحقد كما هم" رواه البيهقي من طريق العلاء بن الحارث عنها، وقال: هذا مرسل جيد.
Dari A'isyah: "Suatu malam rasulullah salat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: "Hai A'isyah engkau tidak dapat bagian?". Lalu aku menjawab: "Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama". Lalu beliau bertanya: "Tahukah engkau, malam apa sekarang ini". "Rasulullah yang lebih tahu", jawabku. "Malam ini adalah malam nisfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki" (H.R. Baihaqi) Menurut perawinya hadis ini mursal (ada rawi yang tidak sambung ke Sahabat), namun cukup kuat.
Bahkan kalau kita menyandarkan pada hadis di atas, justru MEREKA YANG SHALAT PADA MALAM NISFU SYA’BAN IBADAHNYA SESUAI SUNNAH RASUL.
Pertanyaan Ketiga:
Shalat Nisfu Sya’ban saja Bid’ah, apalagi melakukannya secara berjamaah. Semakin jauh dari Islam. Kalaulah memang bagus mengapa Rasul dan sahabat tidak melakukan? Padahal Mereka adalah generasi terbaik.
Saudaraku, selama ada dalil umum yang membolehkan, maka mengenai tekhnisnya berjamaah atau tidak, dapat diatur menurut kondisi dan keadaan.
Pelaksanaan mengisi malam Nishfu Sya'ban diberjamaahkan ini pertama kali dilakukan oleh ulama tabi'in yang bernama Khalid bin Ma'dan, lalu diikuti oleh ulama tabi'in lainnya seperti Makhul, Luqman bin Amir dan yang lainnya. Bahkan terus berlanjut dan menjadi tradisi ulama Syam dan Bashrah sampai saat ini.
Meski tidak dilakukan pada masa Rasulullah saw dan para sahabatnya, kami lebih condong untuk mengatakan tidak mengapa dan tidak dilarang. Tidak semua yang tidak dipraktekkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya menjadi sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Selama ada hadits dan qaidah umum yang membolehkan, maka mengenai tehnis, apakah diberjamaahkan atau sendiri-sendiri, semuanya diserahkan kepada masing-masing dan tentu diperbolehkan. Hal ini sebagaimana tradisi takbir berjamaah pada malam hari raya.
Hal ini tidak dilakukan pada masa Rasulullah saw dan para sahabatnya. Rasulullah saw dan para sahabat hanya melakukannya di rumah masing-masing. Tradisi berjamaah membaca takbir pada malam Hari Raya ini pertama kali dilakukan oleh seorang ulama tabi'in yang bernama Abdurrahman bin Yazid bin al-Aswad. Dan tradisi ini pun sampai saat ini masih diberlakukan dan diamalkan hampir di seluruh negara-negara muslim.
Demikian juga dengan shalat Tarawih diberjamaahkan. Rasulullah saw hanya melakukannya satu, dua atau tiga malam saja secara berjamaah. Setelah itu, beliau melakukannya sendiri. Dan hal ini berlaku juga sampai masa khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq serta pada permulaan khalifah Umar bin Khatab. Setelah Umar bin Khatab masuk ke sebuah mesjid dan menyaksikan orang shalat tarawih sendiri-sendiri, akhirnya beliau melihat alangkah lebih baiknya apabila diberjamaahkan. Sejak itu, beliau manunjuk sahabat Rasulullah saw yang bernama Ubay bin Ka'ab untuk menjadi imam pertama shalat Tarawih diberjamaahkan. Tradisi ini juga berjalan dan terus dipraktekkan sampai sekarang ini.
Kalaulah shalat qiyamu Ramadhan (Tarawih) yang beliau lakukan selalu tidak berjamaah dengan sahabat, kecuali hanya 1-3 malam saja, boleh dilakukan secara berjamaah, lalu takbir malam ‘Ied juga boleh dilakukan secara berjamaah, mengapa shalat Muthlaq malam nisfu Sya’ban (untuk menyingkat selanjutnya disebut “shalat Nisfu Sya’ban”) tidak boleh dilakukan berjamaah? Tentu ini tidak fair.
Di zaman Rasul, para sahabat dengan melihat rasul qiyamul layl saja mereka sudah melakukannya. Namun di akhir zaman ini jika ada ustad berkata, “wahai umat Islam, shalat tarawih yang dilakukan Rasul tidak berjamaah dan dilakukan di tengah malam (bukan ba’da Isya langsung). Oleh karena itu shalatlah sendiri-sendiri nanti malam.” Yang shalat tarawih pasti sedikit. Kecuali instruksi itu untuk bangun malam dalam rangka menyaksikan final piala dunia antara Belanda Vs Spanyol insya Allah jamaahnya banyak meskipun jam 1.30 malam.
Jadi kondisi zaman mengarahkan untuk shalat tarawih secara berjamaah.
Begitu pula dengan shalat nisfu Sya’ban. Di akhir zaman ini, Kalau shalat Nisfu Sya’ban (apalagi jika 100 raka’at) dilakukan hanya boleh sendiri-sendiri, saya yakin sangat-sangat sedikit orang yang mau menghidupkan malam Nisfu Sya’ban. Namun kalau dilakukan secara berjamaah, satu sama lain dapat saling memotivasi sehingga lebih semangat.
Pertanyaan Keempat:
Terlebih lagi dalam shalat nisfu Sya’ban, mereka menetapkan jumlah 100 rakaat. Sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasul.
Ada beberapa alasan mengapa saya shalat nisfu Sya’ban 100 rakaat:
1. Karena shalat nisfu Sya’ban termasuk shalat Muthlaq, maka jumlahnya bebas. 10 rakaat boleh, 20, 30, bahkan 100 rakaat juga boleh. Kalau kita sanggup 1.000 rakaat juga tidak ada yang melarang, karena shalat Muthlaq. Mengapa kita berani melarang jumlah tertentu dalam shalat Muthlaq? Apakah kalau 99 rakaat boleh, 101 juga boleh lalu khusus 100 rakaat tidak boleh?
Nabi SAW pernah berkata kepada Bilal, sesudah mengerjakan shalat Shubuh sebagaimana berikut: “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku amalan yang engkau kerjakan dalam Islam yang penuh dengan pengharapan karena aku mendengar suara sandalmu di depanku di syurga”. Bilal menjawab tidak pernah aku melakukan suatu perbuatan yang saya harapkan kebaikannya, melainkan pasti aku bersuci dahulu, baik saatnya malam hari atau siang hari. Sesudah aku bersuci aku melakukan shalat sebanyak yang dapat kulakukan”. (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Jabir bin Hayyan, penemu ilmu Kimia sekaligus orang pertama memperoleh julukan Sufi, melakukan shalat Muthlaq 400 rakaat sebelum memulai penelitian.
Kalau ada seseorang menganjurkan untuk shalat nisfu Sya’ban 77 rakaat karena dia senang dengan angka 7, boleh saja. Namun daripada saya mengikuti dia, lebih baik saya mengikuti para ulama yang shalih.
2. Banyak ulama-ulama shalih yang ahli ma’rifat seperti syekh Abdul Qadir Jailani melakukan shalat nisfu Sya’ban 100 rakaat, begitu pula dengan imam Ghazali dan ulama lainnya. Maka tidak ada salahnya jika kita mengikuti beliau. (baca juga dasar hukum shalat Rajab, Nisfu Sya’ban dll di tqn-jakarta.org)
Dan ikutilah jalannya orang yang kembali kepadaKu (Luqman 31:15)
3. Jumlah 100 rakaat ada hadisnya. Meskipun banyak orang yang menolak hadis tersebut. Namun Imam Ahmad berkata, “hadis dhaif lebih aku sukai daripada pendapat pribadi seseorang".
Pertanyaan Kelima:
Bacaan dalam shalat Nisfu Sya’ban (al-Ikhlas 10 kali setelah al-Fatihah, sehingga dikallikan 100 rakaat menjadi 1.000 kali membaca al-Ikhlas) adalah bacaan yang mengada-ada. Tidak pernah dilakukan juga oleh Rasul.
Bacaan yang dibaca dalam shalat nisfu Sya’ban setelah al-Fatihah terserah. Ayat manapun termasuk al-Ikhlas boleh dibaca dalam shalat asalkan ayat al-Qur’an. Tidak ada juga ketentuan bahwa surat al-Ikhlas tidak boleh dibaca beberapa kali dalam satu rakaat.
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْءَانِ
karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. (QS. Al-Muzammil:20)
Imam masjid Quba selalu membaca surat Al Ikhlas disetiap habis fatihah, ia selalu menyertakan surat Al Ikhlas lalu baru surat lainnya, lalu makmumnya protes, seraya meminta agar ia menghentikan kebiasaanya, namun Imam itu menolak, silahkan pilih imam lain kalau kalian mau, aku akan tetap seperti ini!, maka ketika diadukan pada Rasul saw, maka Rasul saw bertanya mengapa kau berkeras dan menolak permintaan teman temanmu (yg meminta ia tak membaca surat al ikhlas setiap rakaat), dan apa pula yg membuatmu berkeras mendawamkannya setiap rakaat?” ia menjawab : “Aku mencintai surat Al Ikhlas”, maka Rasul saw menjawab : “Cintamu pada surat Al Ikhlas akan membuatmu masuk sorga” (Shahih Bukhari hadits no. 741).
Kesimpulannya, shalat Muthlaq pada malam nisfu Sya’ban secara berjamaah sebanyak 100 rakaat dengan membaca surat al-Ikhlas 10 kali setiap bada Fatihah DIBOLEHKAN. Jangan sampai kita mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Kalau nabi saja tidak boleh apalagi kita. Teknis shalat Nisfu Sya’ban silakan dilihat di tqn-jakarta.org.
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ
HAI NABI, MENGAPA KAMU MENGHARAMKAN APA YANG ALLAH HALALKAN BAGIMU (QS. At-Tahrim:6)
Wallahu a’lam bis shawab.
Selasa, Juni 22, 2010
Masjid Istiqlal Menyambut Para Pecinta Kesucian
Manaqib Syekh Abdul Qadir Al-Jaylani qs kembali digelar untuk ketigakalinya di Masjid Istiqlal. Sabtu pagi itu, 19 Juni 2010, jamaah ikhwan-akhwat TQN Suryalaya telah banyak berdatangan. Lantunan sholawat Bany Hasyim sudah terdengar dari kejauhan, seakan suasana khidmat di Pondok Pesantren Suryalaya beralih ke tengah-tengah hiruk pikuk kesibukan kota metropolitan, Ibukota Indonesia. Kesyahduan menyeruak, membelah dinding-dinding tebal kekakuan nurani masyarakat hedonis metropolis.
Pukul 08.00 wib, dzikir khatam mulai berkumandang. Tampak di jajaran shaf terdepan, penggagas kegiatan manaqib, KH. Abdul Gaos Saefullah Al-Maslul khusyu. Dari kedua bibirnya terlihat gerakan-gerakan halus, tanda sedang melantunkan rangkaian dzikir khatam yang dipimpin Ust. Danial dari civitas academica Institut Agama Islam Lathifah Mubarakiyah (IAILM) Pondok Pesantren Suryalaya. Di sisi kirinya KH. Muhammad Soleh sama khusyu’nya. Kedua Wakil Talqin Pangersa Abah Anom ini hadir dan mengawal suksesnya kegiatan Manaqib di Masjid Istiqlal.
Di shaf-shaf berikutnya, duduk tafakur ribuan jamaah pria dan wanita. Bermakmum dzikir khatam. Tertunduk khusyu. Bibir bergetar melantunkan dzikir, kepala tertunduk menghadapkan wajah ke haribaan robbul izzati. Mengharap rahmat dan berkah dari Allah swt.
Satu jam berselang. Manaqib pun dimulai. Ust. Rosyidi penggerak dzikir di wilayah Jakarta Selatan memimpin acara. Silih berganti petugas-petugas manaqib lainnya maju ke mimbar kehormatan. Al-Qur’an dibacakan oleh KH. Abdul Aziz, yang pernah menjadi duta Indonesia dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an tingkat Internasional. Tanbih Syekh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad dibacakan oleh Ust. Danial. Tawassul dipimpin oleh KH. Muhammad Soleh dan Manqobah dibacakan oleh Ust. Drs. Sholeh Masqub.
Sambutan dari Yayasan Serba Bakti Ponpes Suryalaya Korwil Prov. DKI Jakarta diwakili oleh Wakil Sekretaris, Ust. Handri Ramadian. Ketua Korwil DKI Jakarta berhalangan hadir karena masih dalam tugas memberikan pelatihan di luar kota. Dalam sambutannya, beliau mengucapkan terimakasih atas uluran tangan semua pihak dalam menyukseskan kegiatan manaqib. Terutama kepada para donatur yang menjadi soko utama kegiatan ini. Juga para panitia teknis yang berjibaku melayani para jamaah, memandu serta memelihara ketertiban. Terlebih kepada Himpunan Pemuda Suryalaya (HUDAYA) DKI Jakarta yang mengerahkan anggotanya untuk mengumpulkan dana dari Jamaah guna mendukung kegiatan HUT ke 105 Pondok Pesantren Suryalaya.
Korwil DKI Jakarta kembali menegaskan mottonya menjadikan ikhwan-akhwat TQN Jakarta yang Tangguh, Bermartabat dan Modern. Implementasinya dengan terus meningkatkan kualitas intelektual para ikhwan. Guna mendukung tujuan tersebut, maka di-create program-program seperti Pelatihan Manajemen Organisasi, Pelatihan Muballigh, Pelatihan Tasawuf, Pelatihan Internet dan Lomba Dzikir Khatam. Mengingat betapa urgent-nya peningkatan intelektualitas ummat ini, pengurus Korwil mengharapkan dukungan penuh seluruh ikhwan.
Bedah kitab Miftahush Shudur disampaikan oleh Ust. Didin Sholahudin dari Ciamis. Ustadz muda yang masih tercatat sebagai mahasiswa fakultas dakwah IAILM ini, menegaskan kembali agar seluruh ikhwan memiliki kitab Miftahush Shudur sebagai pedoman mengamalkan ajaran-ajaran Waly Mursyid. Di dalam kitab tersebut, Pangersa Abah mengutip hadits Rasulullah SAW mengenai anjuran untuk memperbaharui iman. Iman harus terus menerus diperbaharui dengan memperbanyak kalimat dzikir LAA ILAAHA ILLALLAAH.
Kalimat ini ditalqinkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ke dalam diri para sahabat untuk membersihkan jiwa, membeningkan hati dan mengantarkan para sahabat menuju keharibaan Allah SWT. Dan proses talqin itu bersambung terus menerus turun menurun berdasarkan silsilah mu’tabarah dari para sahabat hingga Waly Mursyid zaman sekarang, Pangersa Abah Anom.
Ajengan Gaos kemudian tampil ke mimbar, namun sebelumnya beliau memberikan kesempatan kepada KH. Furqon untuk berkenan memberikan tausiyah kepada para jamaah. KH. Furqon masih terhitung tuan rumah, karena beliau adalah muballigh yang sering mengisi kegiatan ceramah ba’da Shalat Zhuhur di Masjid Istiqlal.
Dalam tausiyahnya, KH. Furqon mengingatkan jamaah keutamaan bulan Rajab. Di dalam bulan Rajab ada perintah shalat lima waktu. Ibadah badan yang paling utama adalah shalat, sedangkan hakikat shalat adalah dzikir kepada Allah. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa hadir dalam majlis dzikir lebih utama daripada ibadah shalat sunnat sebanyak seribu rakaat, lebih utama daripada merawat seribu jenazah dan lebih utama daripada menjenguk seribu orang yang sakit.
Setelah tausiyah KH. Furqon, Ajengan Gaos tampil ke atas mimbar. Beliau terlebih dulu mengumandangkan doa ulang tahun untuk Pondok Pesantren Suryalaya dan menegaskan bahwa kegiatan Manaqib di Istiqlal ini adalah hadiah untuk HUT ke 105 Pondok Pesantren Suryalaya.
15 abad yang lalu ada seorang laki-laki ingin berjamaah shalat shubuh bersama Rasulullah saw dari jarak 900 km, dia adalah Zayd al-Khayl, Zayd si ahli penunggang kuda. Betapa tidak dari jarak 900 km ia mampu mengejar shalat shubuh bersama Rasulullah saw. Lalu Rasulullah bertanya, “Siapa namamu?” Orang itu menjawab, “Nama saya Zayd Al Khayl”, Sabda Rasululllah saw kemudian, “Mulai hari ini aku ganti namamu dengan Zayd al -Khayr. Karena kamu telah bersusah payah mengejar kebaikan.” Maka berbahagialah umat yang berasal dari jarak yang jauh berusaha hadir di Masjid Istiqlal untuk mengejar kebaikan sebagaimana Zayd al-Khayr.
Ajengan Gaos mengutip hadits Rasulullah SAW, “Barang siapa mengucapkan kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH pada akhir ucapannya (akhir hayatnya), (orang itu) telah masuk sorga”. Karena tekstualnya kata “dakhola” merupakan kata kerja lampau (fiil madhi). Dulu, sebelum ke Suryalaya, Ajengan Gaos mengartikan kata “dakhola” dengan “dijamin akan masuk sorga”. Beliau mengakui saat itu masuk kategori berbohong, karena jika mengingat proses wafatnya Rasulullah SAW, pada akhir hayatnya Rasulullah saw tidak mengucapkan kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH, melainkan “UMMATII, UMMATII, UMMATII…”
Perhatikan ajaran Waly Mursyd. Dalam setiap pengucapan satu kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH, dianjurkan hanya dalam satu kali tarikan nafas, dan nafas dibuang saat akhir ucapan. Waly Mursyid menganjurkannya untuk dibaca minimal 165 kali setiap bada shalat fardhu. Artinya Waly Mursyid mengajarkan kepada kita untuk membiasakan diri mengakhiri ucapan dengan kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH. Inilah makna orang yang pasti masuk sorga.
Subhanallah, untaian kalimat-kalimat hikmah begitu deras keluar dari kedua bibir Ajengan Gaos. Betapa banyak mutiara-mutira terpendam yang jarang terungkap, kini tersibak. Bak sinar mentari yang pelan-pelan masuk ke dalam rumah saat pagi menjelang. Cahayanya perlahan menerangi seluruh ruangan, bahkan seluruh alam sekitar. Mudah-mudahan jamaah yang hadir beroleh berkah dan hidayah dari Allah SWT. (han)
Meruya, 21 Juni 2010.
Pukul 08.00 wib, dzikir khatam mulai berkumandang. Tampak di jajaran shaf terdepan, penggagas kegiatan manaqib, KH. Abdul Gaos Saefullah Al-Maslul khusyu. Dari kedua bibirnya terlihat gerakan-gerakan halus, tanda sedang melantunkan rangkaian dzikir khatam yang dipimpin Ust. Danial dari civitas academica Institut Agama Islam Lathifah Mubarakiyah (IAILM) Pondok Pesantren Suryalaya. Di sisi kirinya KH. Muhammad Soleh sama khusyu’nya. Kedua Wakil Talqin Pangersa Abah Anom ini hadir dan mengawal suksesnya kegiatan Manaqib di Masjid Istiqlal.
Di shaf-shaf berikutnya, duduk tafakur ribuan jamaah pria dan wanita. Bermakmum dzikir khatam. Tertunduk khusyu. Bibir bergetar melantunkan dzikir, kepala tertunduk menghadapkan wajah ke haribaan robbul izzati. Mengharap rahmat dan berkah dari Allah swt.
Satu jam berselang. Manaqib pun dimulai. Ust. Rosyidi penggerak dzikir di wilayah Jakarta Selatan memimpin acara. Silih berganti petugas-petugas manaqib lainnya maju ke mimbar kehormatan. Al-Qur’an dibacakan oleh KH. Abdul Aziz, yang pernah menjadi duta Indonesia dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an tingkat Internasional. Tanbih Syekh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad dibacakan oleh Ust. Danial. Tawassul dipimpin oleh KH. Muhammad Soleh dan Manqobah dibacakan oleh Ust. Drs. Sholeh Masqub.
Sambutan dari Yayasan Serba Bakti Ponpes Suryalaya Korwil Prov. DKI Jakarta diwakili oleh Wakil Sekretaris, Ust. Handri Ramadian. Ketua Korwil DKI Jakarta berhalangan hadir karena masih dalam tugas memberikan pelatihan di luar kota. Dalam sambutannya, beliau mengucapkan terimakasih atas uluran tangan semua pihak dalam menyukseskan kegiatan manaqib. Terutama kepada para donatur yang menjadi soko utama kegiatan ini. Juga para panitia teknis yang berjibaku melayani para jamaah, memandu serta memelihara ketertiban. Terlebih kepada Himpunan Pemuda Suryalaya (HUDAYA) DKI Jakarta yang mengerahkan anggotanya untuk mengumpulkan dana dari Jamaah guna mendukung kegiatan HUT ke 105 Pondok Pesantren Suryalaya.
Korwil DKI Jakarta kembali menegaskan mottonya menjadikan ikhwan-akhwat TQN Jakarta yang Tangguh, Bermartabat dan Modern. Implementasinya dengan terus meningkatkan kualitas intelektual para ikhwan. Guna mendukung tujuan tersebut, maka di-create program-program seperti Pelatihan Manajemen Organisasi, Pelatihan Muballigh, Pelatihan Tasawuf, Pelatihan Internet dan Lomba Dzikir Khatam. Mengingat betapa urgent-nya peningkatan intelektualitas ummat ini, pengurus Korwil mengharapkan dukungan penuh seluruh ikhwan.
Bedah kitab Miftahush Shudur disampaikan oleh Ust. Didin Sholahudin dari Ciamis. Ustadz muda yang masih tercatat sebagai mahasiswa fakultas dakwah IAILM ini, menegaskan kembali agar seluruh ikhwan memiliki kitab Miftahush Shudur sebagai pedoman mengamalkan ajaran-ajaran Waly Mursyid. Di dalam kitab tersebut, Pangersa Abah mengutip hadits Rasulullah SAW mengenai anjuran untuk memperbaharui iman. Iman harus terus menerus diperbaharui dengan memperbanyak kalimat dzikir LAA ILAAHA ILLALLAAH.
Kalimat ini ditalqinkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ke dalam diri para sahabat untuk membersihkan jiwa, membeningkan hati dan mengantarkan para sahabat menuju keharibaan Allah SWT. Dan proses talqin itu bersambung terus menerus turun menurun berdasarkan silsilah mu’tabarah dari para sahabat hingga Waly Mursyid zaman sekarang, Pangersa Abah Anom.
Ajengan Gaos kemudian tampil ke mimbar, namun sebelumnya beliau memberikan kesempatan kepada KH. Furqon untuk berkenan memberikan tausiyah kepada para jamaah. KH. Furqon masih terhitung tuan rumah, karena beliau adalah muballigh yang sering mengisi kegiatan ceramah ba’da Shalat Zhuhur di Masjid Istiqlal.
Dalam tausiyahnya, KH. Furqon mengingatkan jamaah keutamaan bulan Rajab. Di dalam bulan Rajab ada perintah shalat lima waktu. Ibadah badan yang paling utama adalah shalat, sedangkan hakikat shalat adalah dzikir kepada Allah. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa hadir dalam majlis dzikir lebih utama daripada ibadah shalat sunnat sebanyak seribu rakaat, lebih utama daripada merawat seribu jenazah dan lebih utama daripada menjenguk seribu orang yang sakit.
Setelah tausiyah KH. Furqon, Ajengan Gaos tampil ke atas mimbar. Beliau terlebih dulu mengumandangkan doa ulang tahun untuk Pondok Pesantren Suryalaya dan menegaskan bahwa kegiatan Manaqib di Istiqlal ini adalah hadiah untuk HUT ke 105 Pondok Pesantren Suryalaya.
15 abad yang lalu ada seorang laki-laki ingin berjamaah shalat shubuh bersama Rasulullah saw dari jarak 900 km, dia adalah Zayd al-Khayl, Zayd si ahli penunggang kuda. Betapa tidak dari jarak 900 km ia mampu mengejar shalat shubuh bersama Rasulullah saw. Lalu Rasulullah bertanya, “Siapa namamu?” Orang itu menjawab, “Nama saya Zayd Al Khayl”, Sabda Rasululllah saw kemudian, “Mulai hari ini aku ganti namamu dengan Zayd al -Khayr. Karena kamu telah bersusah payah mengejar kebaikan.” Maka berbahagialah umat yang berasal dari jarak yang jauh berusaha hadir di Masjid Istiqlal untuk mengejar kebaikan sebagaimana Zayd al-Khayr.
Ajengan Gaos mengutip hadits Rasulullah SAW, “Barang siapa mengucapkan kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH pada akhir ucapannya (akhir hayatnya), (orang itu) telah masuk sorga”. Karena tekstualnya kata “dakhola” merupakan kata kerja lampau (fiil madhi). Dulu, sebelum ke Suryalaya, Ajengan Gaos mengartikan kata “dakhola” dengan “dijamin akan masuk sorga”. Beliau mengakui saat itu masuk kategori berbohong, karena jika mengingat proses wafatnya Rasulullah SAW, pada akhir hayatnya Rasulullah saw tidak mengucapkan kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH, melainkan “UMMATII, UMMATII, UMMATII…”
Perhatikan ajaran Waly Mursyd. Dalam setiap pengucapan satu kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH, dianjurkan hanya dalam satu kali tarikan nafas, dan nafas dibuang saat akhir ucapan. Waly Mursyid menganjurkannya untuk dibaca minimal 165 kali setiap bada shalat fardhu. Artinya Waly Mursyid mengajarkan kepada kita untuk membiasakan diri mengakhiri ucapan dengan kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH. Inilah makna orang yang pasti masuk sorga.
Subhanallah, untaian kalimat-kalimat hikmah begitu deras keluar dari kedua bibir Ajengan Gaos. Betapa banyak mutiara-mutira terpendam yang jarang terungkap, kini tersibak. Bak sinar mentari yang pelan-pelan masuk ke dalam rumah saat pagi menjelang. Cahayanya perlahan menerangi seluruh ruangan, bahkan seluruh alam sekitar. Mudah-mudahan jamaah yang hadir beroleh berkah dan hidayah dari Allah SWT. (han)
Meruya, 21 Juni 2010.
Kamis, Juni 17, 2010
DASAR HUKUM SHALAT RAJAB & NISHFU SYA’BAN
Oleh: Abdul Latif, SE, MA
Sebelum membahas dasar hukum shalat Rajab, penting bagi kita untuk mengetahui dahulu klasifikasi ilmu pengetahuan berdasarkan cara perolehannya. Dalam hal ini, Ilmu terbagi dua:
1. Ilmu Hushuli : yaitu ilmu yang dihasilkan oleh manusia, ilmu pengetahuan itu masuk ke dalam memori akal, itulah yang disebut ilmu lahir atau ilmu rasional. Kalau saya boleh ibaratkan ilmu hushuli bagaikan ketika kita ingin memiliki cadangan air, kita membuat kolam lalu kita angkut air sungai untuk dimasukkan ke dalam kolam. Warna maupun bau air kolam kita sangat tergantung warna dan bau air sungai tempat kita mengambil air. Air sungai sangat dipengaruhi lingkungannya. Begitu pula ilmu Hushuli.
Pengetahuan dan sikap seorang murid sangat diperngaruhi gurunya. Ada istilah “guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Tetapi kalau guru kencing berlari?????? Ya,… murid ngencingin guru. He he he… serius amat. Ada juga kita kenal pribahasa “ anda tergantung buku apa yang ada di lemari anda. Ini semua adalah ilmu Hushuli. Semua ilmu yang kita ketahui adalah ilmu hushuli kecuali ilmu jenis kedua yaitu
2. Ilmu Laduni atau ilmu Hudhuri (yang dihadirkan oleh Allah). Secara bahasa ladun adalah “sisi” sedangkan huruf ya’ mutakallim wahdah (wah jadi nggak enak nih pake istilah Nahwu Sharaf) yang terletak setelah kata “ladun” artinya “Aku”. Maksudnya ilmu Laduni adalah ilmu yang langsung berasal dari sisi Ku (Allah). Kalau diibaratkan ilmu Laduni bagaikan kita mengebor tanah. Terus menerus sehingga ketika sudah mencapai air bersih, maka muncullah air bersih yang segar dan tidak terkontaminasi warna dan bau lainnya. Inilah ilmu laduni yang langsung dari Allah, ilmu murni, suci dan tidak terpengaruh oleh apapun. Cara memperolehnya juga bukan dengan kuliah sampai S4 atau membaca ribuan buku, namun dengan terus berdzikir secara mendalam dalam waktu yang relatif lama sehingga terbukalah hijab spiritual (kasyaf). Ilmu in ihanya dimiliki seorang Waliyullah.
Kaum sufi telah memproklamirkan keistimewaan ilmu laduni. Ia merupakan ilmu yang paling agung dan puncak dari segala ilmu. Dengan mujahadah, pembersihan dan pensucian hati akan terpancar nur dari hatinya, sehingga tersibaklah seluruh rahasia-rahasia alam ghaib bahkan bisa berkomunikasi langsung dengan Allah, para Rasul dan ruh-ruh yang lainnya, termasuk nabi Khidhir. Tidaklah bisa diraih ilmu ini kecuali setelah mencapai tingkatan ma’rifat melalui latihan-latihan, amalan-amalan, ataupun dzikir-dzikir tertentu. Beberapa sufi berkomentar tentang ilmu laduni, antara lain:
1. Al Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin 1/11-12 berkata: “Ilmu kasyaf adalah tersingkapnya tirai penutup, sehingga kebenaran dalam setiap perkara dapat terlihat jelas seperti menyaksikan langsung dengan mata kepala … inilah ilmu-ilmu yang tidak tertulis dalam kitab-kitab dan tidak dibahas … “. Dia juga berkata: “Awal dari tarekat, dimulai dengan mukasyafah dan musyahadah, sampai dalam keadaan terjaga (sadar) bisa menyaksikan atau berhadapan langsung dengan malaikat-malaikat dan juga ruh-ruh para Nabi dan mendengar langsung suara-suara mereka bahkan mereka dapat langsung mengambil ilmu-ilmu dari mereka”. (Jamharatul Auliya’: 155)
2. Abu Yazid Al Busthami berkata: “Kalian mengambil ilmu dari orang-orang yang mati. Sedang kami mengambil ilmu dari Allah yang Maha Hidup dan tidak akan mati. Orang seperti kami berkata: “Hatiku telah menceritakan kepadaku dari Rabbku”. (Al Mizan: 1/28)
3. Ibnu Arabi berkata: “Ulama syariat mengambil ilmu mereka dari generasi terdahulu sampai hari kimat. Semakin hari ilmu mereka semakin jauh dari nasab. Para wali mengambil ilmu mereka langsung dari Allah yang dihujamkan ke dalam dada-dada mereka.” (Rasa’il Ibnu Arabi hal. 4)
Dedengkot wihdatul wujud ini juga berkata: “Sesungguhnya seseorang tidak akan sempurna kedudukan ilmunya sampai ilmunya berasal dari Allah ‘Azza.
LANDASAN SHALAT RAJAB, NISFU SYA'BAN
Di bawah ini saya jelaskan beberapa alasan shalat Rajab, Nisfu Sya’ban dan yang sejenis, antara lain:
1. (alasan pertama) Perbedaan penggunaan jenis ilmu. Ulama hadits yang bukan sufi, dengan segala hormat atas upaya mereka yang telah memverifikasi hadits, hanya menggunakan ilmu hushuli dalam menelaah validitas sebuah hadits. Tidak heran jika menurut para ahli hadits, hadits-hadits yang menjadi dasar hukum shalat Rajab maupun Nishfu Sya’ban adalah hadits dha’if maupun maudhu’. Namun para sufi selain menggunakan ilmu hushuli dalam mencari kebenaran, mereka juga menggunakan ilmu laduni. Sehingga ada beberapa hadits yang menurut para sufi dha’if sanadan shahih kasyfan (lemah secara sanad, namun shahih secara kasyaf).
Sudah menjadi kebiasaan para sufi untuk berkonsultasi dengan Allah dan RasulNya sebelum melakukan hal yang kecil sekalipun dan meski hanya menyangkut urusan pribadi. Apalagi ritual-ritual yang menyangkut orang banyak mereka tentunya bertanya kepada Allah. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dan Sulthan Awliyaa’ Syekh Abdul Qadir al-Jailani adalah dua di antara para sufi yang dalam buku susunannya (Ihya’ ‘ulumiddin dan al-Ghunyah lithalibii thariqil haq) mencantumkan ritual-ritual yang ditentang para ahli hadits secara sanad. Beliau berdua adalah sufi yang tidak diragukan lagi kesufiannya dan kedekatannya kepada Allah, dikagumi oleh para ulama dunia termasuk Ibnu Taymiah. Meski demikian mayoritas ahli hadits yang bukan sufi tetap saja tidak bisa menerima konsep shahih kasyfan.
Apa yang diterapkan oleh kalangan ahli hadits dalam menetapkan sistem periwayatan hadits sebenarnya berdasarkan rasio dan sistem yang sangat hati-hati. Artinya dzauq dan pengalaman rohani tidak dilibatkan.
Berbeda dengan para sufi ketika mereka mendapatkan hadits sistem yang diterapkan tidak hanya dengan sistem yang melibatkan rasio semata tetapi lebih melibatkan dzauq dan kasyaf/pengalaman batin. Seperti Ibnu ‘Arabi ketika meriwayatkan hadits “kuntu kanzan makhfiyan…..dst” menurut beliau hadits ini disampaikan Rasulullah saw yang menemuinya secara langsung tanpa tidur dan dalam keadaan sadar. Padahal kehidupan beliau tidak satu masa. Peringkat beliau pun bukan sahabat. Oleh karenanya Ibnu ‘Arabi dalam magnum opusnya al-Futuhat al-Makkiah mengatakan bahwa haditst ini sebagai “shahih kasyfan wa la shahih sanadan.” Artinya secara metodologi ahli hadits hadits ini tidak shoheh bahkan dianggap palsu. Sedangkan secara kasyaf (pengetahuan batin) peringkatnya shahih. Contoh diatas adalah sebuah penyebab adanya konfrontasi antara kalangan ahli hadits dan fuqaha dengan para sufi.
2. (alasan kedua) Mengukur diri sendiri. Banyak ahli hadits yang menilai para sufi sebagaimana mereka menilai kemampuan diri mereka. Ketika para ahli hadits tidak bisa berkomunikasi dengan Rasul, mereka katakan tidak mungkin seseorang bertemu Rasul setelah beliau wafat. Mereka menyatakan bahwa para sufi sebenarnya banyak melakukan kebohongan atas nama Nabi, karena mereka selalu menyebutkan hadits-hadits palsu. Mereka menanggapi pertemuan antara Syekh Ahmad at-Tijani yang mengaku bertemu dengan Nabi dan memberikan ijazah tarekat Tijaniyyah, atau Ibnu ‘Arabi yang bertemu dengan Rasulullah saw dan memberikan hadits qudsi “kuntu kanzan makhfiyan…..” sebagai pernyataan yang tidak mungkin terjadi. Syekh Ahmad at-Tijani dan Ibnu ‘Arabi hidup di masa yang jauh setelah hidupnya Rasulullah s.a.w.
Para sufi menganggap Rasulullah tidak mati tetapi tetap hidup dan dapat berkomunikasi dengan orang-orang tertentu. Bukankah Allah berfirman “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya” (QS. 2:154) juga di ayat lain “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS. 3:169). Bukankah Rasulullah s.a.w. juga berkomunikasi dengan nabi Musa a.s. saat Mi’raj?
Para ahli hadits di zaman dahulu menghabiskan umurnya untuk mengumpulkan dan mengecek kebenaran hadits meskipun harus bepergian ke tempat yang jauh. Para ahli hadits zaman sekarang mungkin lebih ringan karena mengecek hadits cukup dari buku ke buku. Wajar saja jika mereka memiliki data yang akurat seputar perawi hadits. Semoga Allah membalas jerih payah mereka dengan balasan yang berlipat ganda.
Sesungguhunya para sufi juga memliki jerih payah yang tidak kalah meletihkan dalam beribadah. Bayangkan Syekh Abdul Qadir selama 40 tahun tidak tidur malam, dan mencukupkan shalat Shubuh dengan wudhu shalat Isya. Beliau isi setiap malam dengan full beribadah kepada Allah untuk membersihkan qalbunya. Wajar saja kalau qalbunya begitu bersih sehingga dapat menyerap cahaya Ilahi lebih banyak dari yang lain. Dengan qalbunya yang bersih juga ia dapat berkomunikasi dengan para ruh yang suci.
SOLUSI
Salah satu Solusinya perbedaan cara pandang… ahli hadits menerapkan sistem haditsnya sudah betul dan tidak disalahkan. Mereka melibatkan rasio secara sistematik secara 100%. Sistem seperti ini dapat diaplikasikan pada ilmu-ilmu fiqh saja dan tidak bisa diterapkan pada ilmu tasawuf. Sementara sistem hadits yang diterapkan para sufi pun benar juga, karena untuk memahami dan mendalami ilmu tasawuf tidak hanya melibatkan rasio, justru rasio hanya dilibatkan 25% saja dan 75% menggunakan dzauq, iman dan mukasyafah. Sistem pengambilan hadits seperti ini hanya diaplikasikan pada ilmu-ilmu tasawuf, tetapi tidak bisa digunakan untuk fiqh.
3. (alasan ketiga) Hukum dasar puasa adalah baik dilakukan, Shalat Mutlaq dapat dilakukan kapan saja.
Ketika Al Hafidh Al Muhaddits Imam Nawawi menjawab masalah puasa di bulan rajab, beliau berkata :
ولم يثبت في صوم رجب نهى ولا ندب لعينه ولكن أصل الصوم مندوب إليه
“Tiada hukum yg menguatkan puasa di bulan rajab, akan tetapi asal muasal hukum puasa adalah hal yg baik dilakukan” (Fathul baari Almasyhur Juz 8 hal.38),
jelaslah sudah bahwa Imam Nawawi berpendapat semua hal yg baik dan sunnah, jika dilakukan di waktu kapanpun, boleh saja dilakukan pada waktu yang dipilih.
Kita tahu bahwa di dalam satu tahun ada 5 hari yang diharamkan berpuasa yaitu Iedul Fitri, Iedul Adha, lalu 3 hari setelah Iedul Adha. Mafhum mukhalafahnya (logika terbalik) adalah selain yang 5 hari itu maka dibolehkan berpuasa.
Untuk lebih memperkaya tentang bagaimana luwesnya Islam, saya kutip sebuah riwayat dimana ketika ada Imam masjid Quba yg selalu membaca surat Al Ikhlas setiap ba’da surat fatihah, ia selalu menyertakan surat Al Ikhlas lalu baru surat lainnya, lalu makmumnya protes, seraya meminta agar ia menghentikan kebiasaanya, namun Imam itu menolak, silahkan pilih imam lain kalau kalian mau, aku akan tetap seperti ini!, maka ketika diadukan pada Rasul saw, maka Rasul saw bertanya mengapa kau berkeras dan menolak permintaan teman-temanmu (yang meminta ia tak membaca surat al-Ikhlas setiap rakaat), dan apa pula yg membuatmu berkeras mendawamkannya setiap rakaat?” ia menjawab : “Aku mencintai surat Al Ikhlas”, maka Rasul saw menjawab : “Cintamu pada surat Al Ikhlas akan membuatmu masuk sorga” (Shahih Bukhari hadits no.741).
SHALAT RAJAB
Sedangkan shalat Rajab adalah jenis shalat MUTLAQ yang dapat dilakukan kapan saja. Jadi yang dimaksud dengan shalat Rajab adalah “shalat mutlaq yang dilakukan pada malam-malam bulan Rajab”. Maka tidak ada larangan melakukannya pada setiap waktu yang dibolehkan shalat.
Jangan sampai kita mengharamkan sesuatu yang halal. Allah berfirman: ”Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu (QS. At-Tahrim 66:1)
Adapun surat-surat yang dibaca dalam shalat mutlaq bulan Rajab tersebut silakan dibaca surat apa saja selama yang dibaca adalah al-Qur’an. Begitu pula yang dilakukan oleh imam masjid Quba.
Apalagi para waliyullah sudah mencontohkan dengan membaca surat-surat tertentu. kita tidak perlu lagi mencari-cari surat yang dibaca.
Ditambah lagi ada haditsnya tentang surat yang dibaca meskipun haditsnya dha'if atau maudhu', tanpa adanya hadits pun seseorang boleh saja membaca surat-surat tertentu.
Di bawah ini saya cantumkan hadits yang menunjukkan begitu luwesnya shalat mutlaq, dimana Bilal menciptakan shalat (mutlaq) syukrul wudhu
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لبلال عند صلاة الفجر" يا بلال حدثني بأرجي عمل عملته في الإسلام فإني سمعت دفَّ نعليك بين يدي في الجنة قال ما عملت عملا أرجى عندي أني لم أتطهر طهورا في ساعة ليل أو نهار إلا صليت بذلك الطهور ما كتب لي أن أصلي ".
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW bersabda pada Bilal : "Hai Bilal, ceritakanlah kepadaku tentang amal yang kamu harapkan akan mendapatkan pahala, yang telah kamu kerjakan dalam Islam. Karena sesungguhnyalah aku mendengar suara terompahmu di hadapanku di sorga" Bilal menjawab: "saya tidak beramal dengan sesuatu amal apapun. Yang lebih saya harapkan pahalanya, kecuali saya mengerjakan shalat setelah aku bersuci (berwudlu) baik di waktu siang atau malam sesuai dengan yang telah ditentukan buatku untuk melakukan shalat. (HR. Bukhari dan Muslim )
4. Bulan Rajab adalah Bulan Haram
Bulan-bulan haram itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan-bulan tersebut. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.” (Latho-if Al Ma’arif, 214)
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.” (Latho-if Al Ma’arif, 207)
Di bawah ini adalah salah satu contoh hadits yang diperdebatkan oleh para ahli hadits dan sufi
عن أنس عن النبي -صلى الله عليه وسلم- أنه قال: "ما من أحد يصوم يوم الخميس (أول خميس من رجب) ثم يصلي فيما بين العشاء والعتمة يعني ليلة الجمعة اثنتي عشرة ركعة ، يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب مرة و((إنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ القَدْرِ)) ثلاث مرات، و((قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)) اثنتي عشرة مرة ، يفصل بين كل ركعتين بتسليمة ، فإذا فرغ من صلاته صلى عليّ سبعين، فيقول في سجوده سبعين مرة: (سبوح قدوس رب الملائكة والروح) ، ثم يرفع رأسه ويقول سبعين مرة: رب اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم ، إنك أنت العزيز الأعظم ، ثم يسجد الثانية فيقول مثل ما قال في السجدة الأولى ، ثم يسأل الله (تعالى) حاجته ، فإنها تقضى".. قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: "والذي نفسي بيده ، ما من عبد ولا أَمَة صلى هذه الصلاة إلا غفر الله له جميع ذنوبه ، ولو كانت مثل زبد البحر ، وعدد الرمل ، ووزن الجبال ، وورق الأشجار ، ويشفع يوم القيامة في سبعمئة من أهل بيته ممن قد استوجب النار. (إحياء علوم الدين ، للغزالي)
Dari Anas dari Nabi s.a.w. beliau bersabda, “Tiada seorangpun yang berpuasa pada hari Kamis (kamis pertama bulan Rajab) kemudian shalat antara Maghrib dan Isya yaitu malam Jum’at 12 rakaat, dibaca pada setiap rakaat al-Fatihah satu kali, dan al-Qadr 3 kali, al-Ikhlas 12 kali, dipisahkan antara setiap 2 rakaat dengan 1 salam. Kemudian setelah shalat selesai bershalawat kepadaku 70 kali, kemudian membaca pada sujudnya 70 kali
سبوح قدوس رب الملائكة والروح,
kemudian mengangkat kepalanya dan mengucapkan 70 kali
رب اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم ، إنك أنت العزيز الأعظم,
Kemudian sujud yang kedua dan mengucapkan sebagaimana yang diucapkan pada sujud pertama. Kemudian memohon kepada Allah agar dikabulkan hajatnya, maka hajatnya akan dikabulkan. Rasulullah s.a.w. melanjutkan, dan demi yang jiwaku berada di tanganNYa (Allah) tiada seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan menjalankan shalat ini kecuali Allah mengampuni seluruh dosa-dosanya meskipun sebanyak buih di lautan, dan sebanyak pasir, dan sebesar gunung, dan sebanyak dedaunan di pepohonan, dan ia akan memberi syafaat kepada 700 keluarganya yang masuk neraka”. (Ihya’ Ulumiddin)
Wallahu a'lam bishshawwab.
Semoga bermanfaat.
Langganan:
Postingan (Atom)