24-31 Oktober 2010
Usai memberikan Kursus Tasawuf yang diselenggarakan Ibu BELLA Perwakilan Jakarta Selatan, Ust. Wahfiudin segera meluncur ke Kantor Korwil DKI Jakarta di Jl. Balai Pustaka V No. 3 Rawamangun Jakarta Timur. Di Kantor telah bersiap Ust. Abdul Latif, Haji Agus Syarif, Mas Nugraha Romadhan, Mas Hendra Yudha dan Kang Bambang. Mereka tergabung dalam tim Safari Dakwah 24-31 Oktober 2010 yang dipimpin oleh Ust. Wahfiudin. Tujuan Safari Dakwah kali ini adalah Tegal, Brebes, Pekalongan, Semarang, DI Yogyakarta dan Purwodadi.
Sekitar pukul 16.00 WIB, Tim Safari Dakwah bertolak dari Jakarta. Isuzu Elf berkapasitas maksimum duabelas orang masih setia menemani perjalanan dakwah tim. Tempat perhentian pertama adalah Kawasan Wisata Pemandian Air Panas Guci, Kabupaten Tegal. Ada ratusan ikhwan TQN Suryalaya di kawasan ini. Tim tiba di lokasi hampir tengah malam.
Di Guci, ada seorang tokoh masyarakat setempat yang memiliki pengalaman spiritual unik. Dulu, sebelum beliau mengamalkan dzikir TQN Suryalaya, sehari-hari hidupnya sangat akrab dengan minuman keras, perjudian, dan segudang perbuatan maksiat lainnya. Ia dikenal sebagai pemabuk dan penjudi, sebut saja namanya Kang Mas Jeneng (namanya sengaja disamarkan).
Suatu saat ada seorang kawannya yang mengajak Kang Mas Jeneng untuk mendatangi seorang ‘dukun’ yang bisa membuat ia ahli bermain judi, tidak cepat mabuk saat menenggak minuman keras, tahan lama bermain sex dan berbagai kemampuan lainnya. Kang Mas Jeneng menanggapi ajakan kawannya ini. Lalu pergilah ia dan kawan-kawannya ke ‘dukun’ dimaksud di wilayah Jawa Barat.
Setibanya di lokasi tempat tinggal ‘dukun’ tersebut , Kang Mas Jeneng terkaget-kaget karena ia dibawa oleh kawannya ke lokasi pesantren. Penuh curiga ia bertanya lagi kepada kawannya yang mengajak: “Kamu benar, akan bawa saya ke dukun sakti itu, kan? Koq kaya pesantren, sih?”
“Tenang saja!” sahut kawannya. “Saya akan pertemukan kamu dengan ‘dukun’ itu!”
Sejatinya, memang Kang Mas Jeneng tidak sedang diajak ke seorang dukun, tetapi ia dibawa ke Pondok Pesantren Suryalaya untuk diajak berjumpa dengan pimpinan pondok, KH. Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin (Pangersa Abah Anom) dan bertobat kepada Allah SWT. Ia dan belasan kawan lainnya kemudian dikumpulkan di dalam masjid di lokasi Pondok Pesantren Suryalaya. Namun, meski di dalam lokasi pesantren, kebiasaannya bermaksiat tidak bisa ia tinggalkan. Ia masih sempat menenggak minuman keras sebelum berkumpul di dalam masjid.
“Pada waktu di Suryalaya itu, saya itu masih dalam keadaan mabuk berat. Saya tidak ikut sholat Shubuh karena masih minum alkohol dalam botol yang dibungkus daun nirom (biasanya untuk bungkus ikan asin). Sehabis Shalat Shubuh, semua teman - teman sudah ditalqin oleh Pangersa Abah , sementara saya masih ketakutan dan malas untuk ikut ditalqin. Selanjutnya saya diajak KH Nadhori , ‘Mas Jeneng! Kesini! Kita ketemu Abah!’.
Akhirnya saya masuk bersama KH Nazhori ke Madrasah, bertemu langsung dengan Pangersa Abah . Saat itu kepala saya dipegang dan ditundukkan oleh tangan Pangersa Abah hingga mata saya terpejam. Pangersa Abah dengan lemah lembut menasehati saya, sambil membimbing menyebutkan kalimat Laa Illaha Illallah . Seketika itu juga muncullah dalam pandangan saya, seolah sebuah adegan dalam televisi dan pemerannya adalah saya. Tergambar jelas dosa-dosa yang pernah saya lakukan, berjudi, berzina kesana kemari di masa lalu, mabuk-mabukkan, memakan makanan yang haram dan lain-lain. Semuanya begitu jelas. Serta merta saya menangis. Air mata tak terbendung lagi, meluncur deras dari kedua mata saya. Luar biasa, semuanya terungkap sebelum sempat saya utarakan kepada Pangersa Abah. Saya menjadi tak berdaya di hadapan beliau. Luluh lunglai. Saya merasa hina. Tidak ada sedikitpun kelakuan baik yang saya lakukan selama ini, semuanya bejat”, ujar Kang Mas Jeneng mengenang saat-saat awal berjumpa Pangersa Abah Anom.
Kendati telah ditalqin oleh Pangersa Abah Anom, Kang Mas Jeneng masih bertanya-tanya dalam sanubarinya, “Lho, katanya dukun. Biasanya kalo dukun pake kemenyan atau bunga-bungaan, tapi, ini kok, tidak?”
Sepulang dari Ponpes Suryalaya, Kang Mas Jeneng dan kawan-kawannya langsung mengamalkan apa yang didapat dari Pangersa Abah Anom. Yang tidak pernah sholat, menjadi mau sholat dan berdzikir, saking inginnya maksud terwujud. Bahkan mereka mengamalkan khataman tamm sebagaimana tertera pada Uqudul Jumaan dari bada Shalat Isya hingga menjelang Shalat Shubuh. Perilaku ini membuat bingung tokoh-tokoh masyarakat dan agama setempat. Ngelmu mabok dan judi, koq mendawamkan kalimat Laa ilaaha illallah?
Alhasil , sekembali Kang Mas Jeneng dan kawan-kawan dari Suryalaya semua maksiat langsung berhenti. Mereka meninggalkan semua maksiat itu perlahan-lahan, tergantikan oleh kalimat dzikir Laa ilaaha illallaah yang meluncur deras sepanjang bada shalat fardhu dan di tengah-tengah malam saat semua warga tertidur lelap.
Kang Mas Jeneng semakin rajin sholat dan berdzikir. Ia menjadi lebih relijius. Ia banyak bertobat kepada Allah SWT. Ia sedang merasakan manisnya iman.
Kebahagiaan yang sedang dinikmati Kang Mas Jeneng tidak ingin hanya untuk dirinya saja. Ia pun kemudian mengajak beberapa puluh orang ke Suryalaya setelah itu. Akhirnya ia menjadi pendakwah TQN Suryalaya. Mabuk, judi, main perempuan total ia tinggalkan. Terakhir kali datang ke Suryalaya, Ia membawa sekira 400 orang dari Guci dan kawasan sekitarnya.
Senin, 25 Oktober 2010, Tim Safari Dakwah berada di Pondok Pesantren Darul Istiqomah, Kawasan Lengkong, Tegal. Tidak jauh dari Guci. Tim bersilaturahmi dengan pimpinan pondok bapak KH. Nadhori, ulama karismatik dan penyebar dakwah TQN Suryalaya di Kabupaten Tegal sejak tahun tujuhpuluhan. Awal berdakwah TQN Suyalaya di lingkungan tempat tinggalnya tidak banyak orang yang mengikutinya. Dalam sepuluh tahun pertama, hanya delapan orang yang mau ikut beliau berdzikir TQN Suryalaya. Tapi kini, setelah 40 tahun sudah lebih dari 4000 orang ditalqin dan mengamalkan dzikir TQN Suryalaya.
Di Pondok Pesantren Darul Istiqomah, ratusan ikhwan-akhwat TQN kabupaten Tegal tengah bersiap menerima Kursus Tasawuf singkat dari Tim Safari Dakwah. Meskipun rata-rata usia peserta sudah lanjut, namun tidak mengurangi semangat mereka untuk menerima paparan ilmu tashawuf yang disampaikan secara illmiah dan menggunakan perlengkapan multimedia dari Ust. Wahfiudin.
Tidak hanya itu, bahkan ada di antara peserta yang memiliki keterbatasan fisik. Mata tidak mampu melihat, tapi semangat belajar tidak mau kalah dengan yang sehat. Pak Tardjo, begitu beliau sering disapa, memaksakan dirinya hadir untuk menerima pancaran ruhaniah lewat Waly Mursyid melalui wakil talqinnya. Sungguh, fenomena unik para pengamal TQN Suryalaya di daerah-daerah yang tim kunjungi banyak memberikan inspirasi. (han/gusrif)
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar