Senin, Januari 12, 2009

Bernyanyi Untuk Sang Maha Hidup

Pelayan Syekh Abdul Qadir Al Jilani qs yang setia, Abu al-Ridha meriwayatkan:

Suatu hari ketika berkhotbah, Syekh berhenti di tengah sebuah kalimat, lalu berkata, “Aku tidak akan melanjutkan kecuali jika kalian memberikan seratus keping emas saat ini juga!” Orang-orang bergegas mengumpulkan seratus dinar dan meletakkannya di tanganku. Mereka lalu terpaku kebingungan. Mereka menatap syekh dengan takjub. Kubawa uang itu kepadanya. Tetapi ia mengembalikannya dan berkata, “Hai Abu al-Ridha, pergilah ke pemakaman al-Syuniziyah. Di sana, kau akan bertemu dengan seorang tua yang meniup suling di kuburan. Berikan emas ini kepadanya dan ajaklah ia untuk menemuiku!”

Aku bergegas ke pemakaman itu. Benar saja, kulihat seorang tua tengah meniup suling dan bernyanyi di kuburan . Kuucapkan salam dan kuserahkan kantong berisi emas itu kepadanya. Ia terperanjat, berteriak panjang lalu jatuh tak sadarkan diri.

Ketika ia siuman, aku mengantarnya kepada SYEKH ABDUL QADIR AL JAILANI Q.S., yang memintanya untuk naik ke mimbar. Orang itu menaiki tangga dengan seruling di bahunya. Syekh berkata kepadanya, “Sahabatku, berceritalah kepada mereka!”
Peniup seruling itu pun bercerita bahwa di masa mudanya, ia adalah peniup suling paling kesohor. Namun, ketika usianya beranjak tua, tak seorangpun yang menyewa atau ingin mendengarkan nyanyiannya. Karena sedih dan merasa diabaikan semua orang, ia bersumpah tidak akan pernah bernyanyi untuk siapa pun kecuali untuk orang mati.

Ia pun datang ke pemakaman. Ketika ia duduk di sana sambil bernyanyi dan meniup suling, kuburan yang paling dekat dengannya terbelah! Penghuni kuburan itu mengangkat kepalanya dan berkata, “Apakah kau akan terus bernyanyi untuk orang mati sepanjang umurmu?” Bernyanyilah sekali saja untuk Sang Mahahidup, untuk Allah, niscaya Dia akan memberimu jauh lebih banyak daripada apa yang pernah kau terima selama ini, bahkan lebih banyak dari apa yang pernah kau harapkan!” Ia terkejut, takut dan jatuh tak sadarkan diri, ketika sadar ia mulai bernyanyi :

Duh Tuhanku, kelak ketika aku bertemu dengan-Mu tak kumiliki bekal sedikit juga, kecuali permohonan dan harapan akan rahmat-Mu.
Semua harapanku terhimpun pada kehadiran-Mu, rugilah aku bila harapanku hampa.
Jika hanya orang baik yang diperkenankan memohon di pintu-Mu, kepada siapakan para pendosa harus mengetuk pintu permohonan?
Duh Tuhanku, jika di hari kiamat aku menghadap-Mu dengan rasa muak, mungkinkah Engkau tak berkenan menyelamatkanku dari api neraka?


Abu al-Ridho melanjutkan cerita orang itu :

Di ujung bait inilah aku datang kepadanya membawa seratus dinar dari majikanku (SYEKH ABDUL QADIR AL JAILANI Q.S. qs) sebagai imbalan atas nyanyiannya untuk Tuhannya. Karena takjub, ia tak sadarkan diri.

Seraya menangis peniup suling itu bertobat. Ia banting sulingnya ke tanah hingga patah. Syekh berkata, “Jika seperti ini pahala Allah bagi keikhlasan seseorang yang menjalani hidupnya dengan permainan, apa kira-kira pahala bagi hamba Allah yang jujur dan shaleh selama hidupnya? Pertahankan ketulusan dalam hatimu, karena tanpa keikhlasan kau tidak akan bertambah dekat kepada Tuhanmu walau sedepa.”

Syekh Tosun Bayrak, Mengenal Sang Sultan Aulia
The Secret of Secrets, Hakikat Segala Rahasia Kehidupan, Syekh Abdul Qadir Al Jailani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar