Selasa, Maret 24, 2009

Kebajikan di Balik Jeruji


Jika Anda berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kelas IIA Pemuda Tangerang, sebuah nuansa relijius segera terefleksikan ketika melewati gerbang utama. Bangunan mesjid yang kokoh berdiri menyambut kedatangan pengunjung di Blok A yang lokasinya memang berdekatan dengan ruangan-ruangan aparatur Lapas. Pria-pria berbaju koko dan bersarung tampak di sekitar Masjid. Ada yang sedang sholat, duduk bersimpuh sambil menengadahkan tangan, berdzikir dengan khusyuk, mengaji Al Qur’an, membaca shalawat nabi dan lain-lain. Tidak tampak kesan tahanan atau narapidana di wajah mereka.

Masjid yang diberi nama At Taubah ini memang sengaja dibangun sebagai sarana tahanan dan narapidana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tidak itu saja, ternyata di Lapas ini telah berdiri Pondok Pesantren At Taubah sejak 2004 yang seluruh kegiatanya dipusatkan di Mesjid At Taubah. Namun sayangnya belum ada kurikulum yang tepat untuk membina mereka.

“Dakwah di kalangan muslim di dalam masjid-masjid, itu sudah biasa. Rata-rata jamaah adalah orang yang memang sudah rajin beribadah. Tapi, dakwah di dalam Lapas, ini luar biasa. Tahanan dan Narapidana adalah orang-orang ‘terbuang’. Kemerdekaan mereka untuk sementara dihilangkan akibat perbuatan melawan hukum. Apapun motifnya, kondisi mutakhir mereka adalah lemah (dho’if) dan mereka butuh uluran tangan kita, terutama untuk membangkitkan motivasi hidup dan membangun kedekatan dengan Sang Maha Kuasa,” ungkap ust. Wahfiudin saat berkunjung pada akhir Desember 2005. “Saya bertekad akan membantu mereka dengan menjalin kerjasama beberapa pihak guna peningkatan kualitas santri-santri pondok pesanteren di dalam Lapas ini,” lanjutnya.

Setelah melakukan lobby kesana kemari, tekad itu terwujud. Januari 2006 dimulailah program pengelolaan dan pembinaan santri-santri Pondok Pesanteren At Taubah. Dengan menggandeng beberapa lembaga zakat, diantaranya LAZNAS BSM Umat dan Dompet Dhuafa Rawamangun, ust. Wahfiudin yang juga Ketua Yayasan Aqabah Sejahtera, membentuk tim pengajar yang memiliki kurikulum khusus untuk pesantren tersebut. Selain itu diberikan beberapa bantuan material berupa kain sarung, kitab al Qur’an, Iqra, alat-alat tulis dan sarana-sarana penunjang lainnya, seperti renovasi blok khusus untuk menampung santri-santri yang telah terdaftar dan penyediaan movable white board untuk kelas-kelas. Begitu juga honor dan transport tim pengajar yang berjumlah empat orang.

Selama tiga hari dalam seminggu yaitu setiap hari Senin, Selasa dan Rabu para santri yang juga merupakan tahanan dan narapidana diberikan materi-materi keislaman berdasarkan klasifikasi yang telah dibentuk. Santri yang berjumlah 150 orang dibagi menjadi tiga kelas, yakni kelas ‘Ali, Abu Bakr dan ‘Umar. Beberapa pelajaran dasar pun diberikan seperti belajar membaca Al Qur’an metode IQRA, fiqh dasar, pengenalan metode akhlaq ihsani dengan terapi dzikir, dan lain-lain. Juga diberikan bekal ilmu kemasyarakatan berupa tata cara mengurus jenazah.

Setiap tahun program ini dievaluasi, untuk mencermati dampak yang terjadi pada para santri. Kini program tersebut telah memasuki tahun keempat. Berdasarkan pengamatan di lapangan, santri alumni yang telah selesai menjalani masa hukumannya dan kembali kepada masyarakat, beberapa di antara mereka menjadi tokoh yang disegani karena kemampuan keislamannya di atas rata-rata masyarakat awam. Mereka menjadi pemimpin agama di lokasi tempat tinggalnya.


1 komentar:

  1. mohon di pertahankan eksistensinya pesantren di LP pemuda tangerang. Bravo buat pendiri peasntren tsb,yg saya yakin bukan hanya dari luar saja,tetapi peran aktif warga binaan saat itu.turut serta mensukseskan deklarasi ponpres attaubah di Lp pemuda tangerang

    BalasHapus