(Pekalongan – Semarang – Bojonegoro – Pamekasan – Cepu – Jogjakarta)
29 Mei – 14 Juni 2009
Program Safari Dakwah merupakan kerjasama antara Bank Syariah Mandiri dengan RADIX Training Center. BSM sebagai perbankan syariah yang mempunyai semangat "rahmatan lil'alamiin” sangat mendukung program safari dakwah selama 17 hari dengan daerah tujuan: Pekalongan – Semarang – Bojonegoro – Pamekasan – Cepu dan Jogjakarta. Hal tersebut tentunya merupakan bukti nyata kehadiran BSM di tengah-tengah masyarakat dalam meningkatkan dakwah Islam secara luas selain juga untuk menggerakkan sektor ekonomi syariah. Maka dari itu saat mendengar Ust Wahfiudin dan tim RADIX akan melakukan perjalanan dakwah keliling Jateng – Jatim dari tanggal 29 Mei – 14 Juni 2009, BSM langsung berkomitmen untuk men-support kegiatan tersebut.
Selain itu misi tim Safari Dakwah mengemban tugas dari Wali Mursyid Syekh Ahmad Shahibul Wafa Tajul ‘Arifin guna pembinaan ikhwan-akhwat TQN Suryalaya di beberapa daerah. Pembinaan dengan metode training diharapkan membawa perubahan yang signifikan dalam pola dakwah para muballigh TQN Suryalaya, karena metode training Ust. Wahfiudin dan tim Radix Training Center mengandung muatan transformasi ide, semangat dan teknis dakwah tasawuf.
Jum’at 29 Mei 2009 pukul 07.20 WIB rombongan safari dakwah bergerak meninggalkan basecamp RADIX Training Center di Jl. Balai Pustaka V No.3 Rawamangun, Jakarta Timur menuju kantor pusat Bank Syariah Mandiri (BSM) yang berlokasi di Jl. MH Thamrin No. 5, Jakarta Pusat dalam rangka acara pelepasan. Rombongan terdiri dari: Ust. Abdul latif SE, MA (Co-trainer); Nugraha Romadhan, SE (Fasilitator); Hendra Yudha, S.Kom (Spesialis IT & Multimedia); Bambang Kuswara (Teknisi merangkap pengemudi). Sementara Ust. Wahfiudin SE, MBA (Koordinator dan Trainer Utama) sudah tiba lebih dulu di BSM untuk membimbing dzikir setiap jum’at pagi dari pukul 07.30 – 08.00 WIB yang dihadiri oleh keluarga besar BSM dari level direksi hingga staf.
Sesampai tim di Masjid Al-Ihsan BSM, Ust. Wahfiudin sedang menyampaikan beberapa tujuan safari dakwah, antara lain perlunya para muballigh dan guru pesantren dibekali wawasan keagamaan yang lebih luas, memperkaya konten dakwah dengan topik-topik yang aktual serta meningkatkan kompetensi dakwah melalui penguatan metodologi pembelajaran yang transformatif.
Dalam sambutannya Bapak Zaenal Fanani selaku Direktur BSM menyampaikan bahwa program safari dakwah ini sangat didukung oleh Manajemen BSM. Selain RADIX mengadakan pelatihan untuk guru-guru dan para muballigh di pondok pesantren yang dikunjungi, ust Wahfiudin juga akan mengunjungi kantor cabang BSM yang dilewati untuk muhadharah. Beberapa cabang tersebut antara lain: Pekalongan, Surabaya, Pamekasan dan Yogyakarta. Beliau juga menyampaikan rasa syukur atas kerjasama yang baik antara RADIX dengan BSM selama ini.
Selepas acara dzikir di masjid, manajemen BSM beserta beberapa karyawan bergerak ke lobby gedung untuk melepas rombongan safari dakwah. Sebelum berangkat rombongan berdoa dipimpin oleh pak Ust. Munib dilanjutkan dengan acara foto bersama dengan beberapa manajemen BSM antara lain Bp. Zaenal dan Bp. Ahmad Fauzi. Rombongan dilepas dengan senyum dan tepuk tangan yang membahana di lobby gedung sehingga membuat suasana sungguh membahagiakan dan rombongan safari dakwah merasa mendapat semangat serta energi tambahan.
Isuzu Elf warna silver yang menjadi kendaraan operasional tim safari dakwah sungguh sangat menarik perhatian. Semua sisi dari mobil tersebut dibalut dengan stiker safari dakwah transformatif yang cukup besar dan berwarna. Tampak jelas logo BSM dan Yayasan Serba Bakti Suryalaya perwakilan Jakarta Timur khususnya Rawamangun. Alhamdulillah mobil sudah dilengkapi dengan AC dan DVD Player berikut dengan TV yang menggantung dibagian interior atas sehingga dapat menjadi media penghibur selama perjalanan.
Training di Pekalongan
Daerah pertamakali yang akan dikunjungi adalah Pekalongan. Namun, sebelum ke pekalongan tim harus menjemput rekan Ust. Wahfiudin di Cirebon. Seorang mantan pendeta yang sudah masuk Islam. Pak Yudi Mulyana, begitu beliau sering disapa, adalah mantan pegawai negeri di jajaran Kantor Wilayah departemen Agama di Cirebon. Jabatan terakhirnya adalah Pembinaan Mental (Bintal) Agama Kristen, Khususnya Kepala pembinaan gereja-geraja di Cirebon. Tetapi, justru di saat menjalankan tugas itulah muncul keraguan pada keyakinan ke-kristenannya, karena intelektualitas doktor lulusan sekolah theologi ini semakin sering mempertanyakan konsep trinitas yang dianut umat nasrani. Lalu beliau semakin memperdalam agama Islam sebab ia tahu, selama belajar di sekolah theologi hanya islamlah yang mengedapankan konsep kesatuan Tuhan, yaitu Tauhid.
Akhirnya Pendeta Yudi Mulyana berikrar tauhid, mengucapkan dua kalimah syahadat di depan seorang muballigh kondang nasional. Tetapi berpindahnya beliau ke Islam berakibat hilangnya semua yang ia miliki selama ini. Ayah, ibu, saudara-saudara, istri, anak-anak semua memutuskan hubungan darinya. Begitu juga pekerjaan dan harta benda. Beliau sudah tidak memiliki apa-apa. Namun beliau yakin, Allah SWT selalu bersamanya.
Yudi Mulyana yang kini muslim banyak berkonsultasi mengenai Islam kepada beberapa muballigh kondang, termasuk Ust. Wahfiudin. Dari beberapa pembicaraan dengan Ust. Wahfiudin, Pak Yudi tertarik dengan tasawuf. Kemudian ia meminta talqin melalui Ust. Wahfiudin. Pendeta yang kini menjadi ustadz itu adalah aktivis dzikir TQN Suryalaya dan banyak pengalaman spiritualitas yang ia alami selama mengamalkan dzikir.
Pukul 18.10 tim tiba Kantor Cabang BSM Pekalongan. Ust. Wahfiudin sudah tiba lebih dahulu di BSM Pekalongan karena beliau menggunakan pesawat terbang Jakarta Semarang. Ketika tim tiba, Ust. Wahfiudin sedang memberikan ceramah untuk jajaran keluarga besar BSM Pekalongan. Usai itu Ust. Wahfiudin dan tim bersilaturahim dengan jajaran keluarga besar BSM pekalongan yang dipimpin oleh Bapak Arif, seorang Kepala Cabang yang terhitung muda. Selanjutnya tim melanjutkan perjalanan ke lokasi training.
Lokasi training di Pekalongan adalah sebuah kantor kelurahan yang ‘disulap’ menjadi ruangan training berkapasitas 200 orang. Wakil Talqin pangersa Abah di Pekalongan, KH. Jauhari Anwar menyambut tim dengan bungah. Malam itu juga setelah melakukan setting ruangan, training dilaksanakan dengan dihadiri oleh 154 peserta.
Dua hari training di Pekalongan membuat peserta puas. Apalagi tim RADIX menggunakan perlengkapan multimedia yang semakin menunjang pemahaman para peserta. Belum lagi konten yang dibawakan membuat pencerahan pada masing-masing individu peserta. Sayang, pertemuan terlalu singkat. Ikhwan Pekalongan harus kembali berpisah dengan tim RADIX, karena tim akan melanjutkan perjalanan ke Boja, Semarang.
Dalam penutupan training, Ust. Wahfiudin berpesan kepada peserta training untuk menerapkan semua yang didapat dalam dua hari training ini dalam kehidupan sehari-hari dan mengaplikasikan metode dakwahnya kepada kawan-kawan lain yang belum mengikuti training. Beliau berharap, ikhwan Pekalongan mampu menyelenggarakan pelatihan tingkat lanjut di masa yang akan datang.
Belakangan, training di Pekalongan ini mendapat apresiasi yang sangat besar dari salah satu pengemban amanah Ponpes Suryalaya, KH. Zaenal Abidin Anwar, yang juga berdarah Pekalongan. Saat itu tim mengakhiri program Safari Dakwah di Pondok Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya dan berjumpa beliau. Pa Njen (sapaan akrab KH. Zaenal Abidin Anwar) berpesan agar melanjutkan program pembinaan melalui training ini ke beberapa daerah di seluruh Nusantara dan Luar Negeri.
Bersambung….(idn/han)
Kamis, Juli 30, 2009
Selasa, Juli 28, 2009
Muswil YSB Korwil DKI Jakarta
Yayasan Serba Bakti (YSB) Ponpes Suryalaya Koordinator Wilayah (Korwil) DKI Jakarta kembali menggelar hajatan besar. Setelah berkhidmah selama kurun 2004-2009, Drs. KH. Azhari Baedlawie, MM, sang Ketua Korwil berinisiatif mengadakan sebuah musyawarah dalam rangka membentuk kepengurusan yang baru untuk masa khidmah 2009-2014.
“YSB Korwil DKI Jakarta sedang menata sistem. Di lingkungan YSB, jujur saya katakan ini baru pertama kali diadakan. Kami menyelenggarakan Musyarawah Wilayah (Muswil) untuk memilih siapa pemimpin YSB Korwil DKI Jakarta pada kepengurusan yang akan datang. Meski organisasi kita berbentuk yayasan, notabene kepengurusan di tingkat pusat hingga perwakilan harus berdasarkan persetujuan pemilik yayasan (Sesepuh pondok pesantren Suryalaya), namun untuk DKI Jakarta kami ingin pemimpin kami benar-benar dipilih dari akar rumput. Dalam hal ini, suara ikhwan-akhwat TQN Suryalaya DKI Jakarta diwakili oleh para pengurus pewakilan masing-masing wilayah kota yang menjadi peserta musyawarah.” Ujar KH. Azhari pada detik-detik menjelang pembukaan muswil.
Muswil yang bertempat di Aula Al Kautsar Jakarta Islamic School (JIS) Pondok Karya Pembangunan Jakarta Timur ini diadakan pada Sabtu 18 Juli 2009. Dihadiri oleh tujuh puluh peserta. Masing-masing lima perwakilan kota mengutus sepuluh orang wakilnya, tidak ketinggalan ibu-ibu Bella dan beberapa tamu undangan.
Turut hadir pada acara pembukaan, Ketua Umum YSB Pusat, Marsekal Muda (Purn.) H. Mahfudin Taka yang didaulat untuk memberikan sambutan dan membuka secara resmi muswil tersebut. Dalam sambutannya Pak Taka memberikan apresiasi khusus atas terselenggaranya muswil ini. Beliau menekankan perlunya organisasi yayasan yang memiliki sistem demokrasi. Tetapi tidak seperti organisasi-organisasi lain yang menganut sistem demokrasi ala Barat, organisasi YSB menganut sistem demokrasi yang berkesesuaian dengan TANBIH Syekh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad ra. Karena itu beliau berpesan agar seluruh peserta muswil memilih kata-kata yang santun apabila terjadi perdebatan dalam dinamika musyawarah.
Dalam menyikapi fenomena globalisasi, Pak Taka menyarankan pengurus Korwil DKI Jakarta periode 2009-2014 memanfaatkan kelebihan tekonologi dan informasi untuk menunjang pekerjaan para pengurus sehingga tercapai hasil yang maksimal.
Muswil Korwil DKI Jakarta terbagi dalam tiga sesi sidang, Sidang Pleno I mengagendakan Laporan Pertanggungjawaban Ketua Korwil DKI Jakarta masa khidmah 2004-2009 yang dilanjutkan dengan pandangan umum lima perwakilan kota dan pengurus Ibu Bella. Juru bicara masing-masing perwakilan seluruhnya menyatakan menerima dengan baik kinerja ketua korwil dan jajarannya. Pengurus Korwil yang dipimpin oleh Drs. KH. Azhari Baedlawie,MM dinilai telah membangun landasan yang kokoh dalam berdemokrasi serta menjalankan program-program kegiatan pembinaan ikhwan-akhwat TQN Suryalaya di DKI Jakarta.
Dalam masa baktinya, telah diselenggarakan beberapa hajat besar, yakni Musyawarah Nasional (MUNAS) YSB se-Indonesia dan luar negeri pada tahun 2006, Lokakarya Kepemimpinan Tanbih pada 1 Maret 2009, Musyawarah Wilayah (Muswil) YSB Korwil DKI Jakarta pada 18 Juli 2009, kegiatan manaqib di Masjid Islamic Center Jakarta Utara, rutin 3 bulan sekali, Manaqib di Masjid Istiqlal kerjasama dengan KH. Abdul Ghaos SM dan jajarannya pada 24 Januari 2009, Khitanan Massal Gratis untuk anak-anak kaum dhuafa di tiga lokasi dalam wilayah perwakilan Jakarta Utara dan Jakarta Timur, yakni di Cilincing, Ciracas dan Lubang Buaya hasil kerjasama dengan donatur jejaring Ust. Wahfiudin pada 7 Juli 2009, serta program-program lainnya.
Sesi kedua adalah sidang komisi, yang terbagi dalam tiga komisi, yakni Komisi A membahas Tata tertib Musyawarah Pemilihan Calon Ketua Korwil dan Program Kerja, Komisi B membahas Kelengkapan Organisasi Yayasan, Komisi C membahas Rekomendasi.
Terjadi dinamika yang menarik pada musyawarah di sidang-sidang komisi. Suasana demokrasi terbangun dengan indah. Masing-masing peserta muswil mempertahankan opini demi terciptanya sebuah proses pemilihan ketua korwil yang legitimate. Ada beberapa perdebatan sengit yang terjadi pada saat pembahasan tata tertib di Komisi A juga di komisi-komisi lain. Namun perdebatan-perdebatan itu berhasil diredam dengan solusi-solusi logis yang diterima oleh peserta sidang.
Sidang Pleno II kemudian digelar selepas sholat Ashar. Ada dua agenda dalam pleno II ini, agenda pertama , mengesahkan hasil-hasil sidang komisi setelah masing-masing jurubicara mempresentasikannya dan ditanggapi oleh peserta sidang yang lain. Agenda kedua Pemilihan Calon Ketua Korwil masa khidmat 2009-2014.
Agenda pemilihan calon ketua korwil adalah agenda puncak. Ada dua nama mengemuka dalam bursa pencalonan. Perwakilan Jakarta Selatan mencalonkan nama Ketua Korwil masa bakti 2004-2009 untuk kembali memegang kendali korwil DKI Jakarta pada periode 2009-2014, yaitu Drs. KH. Azhari Baedlawie, MM. Meski sebelumnya sang ketua Korwil pada sambutannya saat acara pembukaan menyatakan ‘TIDAK INGIN DICALONKAN KEMBALI’, beliau memberikan kesempatan kepada kader yang lebih muda, lebih agresif, memiliki pengalaman organisasi yang banyak, memiliki wawasan dan jejaring sosial, ekonomi dan politik yang luas. Beliau yakin banyak kader-kader TQN Suryalaya yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang baru saja disebutkan.
“Saya mangusulkan salah seorang calon yang sesuai dengan tuntutan tugas dan kewajiban Korwil DKI Jakarta dalam melayani umat. Setelah mencermati track record-nya, gaya kepemimpinannya dan kekharismaannya di kalangan ikhwan-akhwat TQN Suryalaya, yaitu bapak Drs. KH. Wahfiudin, MBA yang juga wakil talqin Pangersa Abah.” Ujar KH Azhari pada sambutan pembukaan.
Berturut-turut, setelah perwakilan Jakarta Selatan, maju juru bicara dari masing-masing perwakilan. Perwakilan Jakarta Pusat dengan lapang dada menghormati keputusan KH Azhari untuk tidak lagi menjadi pengurus dan menanggapi usulan KH Azhari. Dengan sepakat seluruh peserta perwakilan Jakarta Pusat mencalonkan KH. Wahfiudin, SE, MBA sebagai calon ketua Korwil periode 2009-2014.
Setali tiga uang dengan perwakilan Jakarta Barat, Timur dan Utara. Masing-masing juru bicara menyatakan mencalonkan KH. Wahfiudin, SE, MBA untuk memimpin Korwil DKI Jakarta periode 2009-2014.
Menyikapi 80% dukungan mengarah kepada KH. Wahfiudin, SE, MBA, Ketua Perwakilan Jakarta Selatan memohon untuk diijinkan bicara.
“Setelah melihat kenyataan dukungan hampir sepenuhnya kepada Kiyai Wahfiudin dan menghormati keputusan Kiayi Azhari, kami perwakilan Jakarta Selatan kemudian berembug. Keputusannya, kami mengikuti floor. Dukungan kami alihkan kepada Kiyai Wahfiudin”, Ujar H. Mursidi, Ketua Perwakilan Jakarta Selatan.
Dengan demikian secara aklamasi peserta sidang memilih KH. Wahfiudin, SE, MBA sebagai Ketua Kowil DKI Jakarta terpilih periode 2009-2014.
Tata tertib pemilihan ketua korwil menetapkan salah satu klausul, bahwa ketua terpilih harus menentukan ketua Dewan Pembina dan Ketua Dewan Pengawas saat itu juga untuk kemudian mendapatkan pengesahan dari peserta musyawarah. Sedangkan pada saat itu KH. Wahfiudin sedang mengemban tugas lain, yaitu memberikan training tasawuf untuk 360 orang karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di Medan, Sumatera Utara sejak Jum’at hingga Minggu, 17-19 Juli 2009. Artinya fisik beliau tidak berada di arena musyawarah.
Menyikapi hal tersebut, Pimpinan sidang pleno segera menghubungi KH. Wahfiudin melalui ponsel untuk memenuhi klausul pada tata tertib. Komunikasi terhubung dan KH. Wahfiudin menyampaikan kalimat-kalimat sambutan atas dipilihnya beliau menjadi Ketua Korwil DKI Jakarta masa khidmat 2009-2014 dari jarak jauh. Suara beliau kemudian disiarkan ke tengah-tengah peserta musyarawah melalui pengeras suara. Seluruh peserta mendengarkan dengan khidmat.
“Terimakasih atas kepercayaan perserta Muswil kepada saya. Bukan saya tidak mau menghadiri Muswil pada hari ini. Bukan pula sebuah kesengajaan. Kami di Medan pun sedang mengemban tugas Pangersa Abah, Jajaran direksi PT. PN III ingin seluruh karyawannya yang berjumlah 13.000 orang diajarkan dan dilatih dzikir TQN Suryalaya. Tahap sekarang, yaitu tahap pertama sedang dilatih 360 orang yang merupakan perwakilan dari 60 kebun yang tersebar di seluruh Sumatera Utara. Ini mereka yang meminta dan baru saja mereka diberi talqin dzikir”, ungkap KH. Wahfiudin melalui ponsel.
“ Saya rasa ini juga adalah salah satu Karomah Wali Mursyid pangersa Abah Anom. Tidak ada pembicaraan sebelumnya dengan pihak direksi. Tiba-tiba saja, melalui konsultan hukum dan Agama PT. PN III, Bapak Thamrin Munthe, yang juga wakil Bupati Tanjung Balai. Mereka menghubungi Majlis Dzikir Tazkirah pimpinan Bapak Amirudin MS untuk diberikan pelatihan dzikir. Namun karena kita juga pembina Majlis Dzikir Tazkirah, akhirnya Pak Amirudin meminta kami memberikan training kepada mereka, jajaran karyawan PT. PN III”, lanjut KH. Wafiudin.
“Sekali lagi kami memohon maaf atas ketidakhadiran di arena muswil. Kepercayaan seluruh peserta insya Allah akan kami emban sepenuhnya. Saya tidak bisa sendirian. Saya juga butuh kerjasama dari ikhwan-akhwat semua, terutama KH. Azhari yang telah memberikan landasan yang kokoh di jajaran Korwil, pengurus-pengurus perwakilan dan Ibu-ibu Bella”, KH. Wahfiudin mengakhiri.
Ketika ditanyakan siapa yang dicalonkan untuk menjadi Ketua Dewan Pembina dan Ketua Dewan Pengawas, KH. Wahfiudin menyebutkan KH. Azhari sebagai ketua Dewan Pembina dan H. Jonny (Ketua Korwil DKI Jakarta sebelum KH. Azhari) sebagai Ketua Dewan Pengawas. Saat itu juga pimpinan sidang pleno menanyakan kepada floor atas nama-nama yang disebut KH. Wahfiudin. Peserta muswil kemudian menyatakan persetujuannya secara serentak. Lalu pimpinan sidang pleno mengesahkan keputusan tersebut.
Purna sudah agenda muswil dilaksanakan. YSB Korwil DKI Jakarta kini memiliki figur pemimpin yang insya Allah sanggup membawa ikhwan-akhwat TQN Suryalaya Wilayah DKI Jakarta menuju ke arah perubahan yang lebih baik. Tinggal kini, kita nantikan restu dari Pengurus Pusat dan Pangersa Abah Anom untuk mengukuhkan Ketua Korwil Terpilih. (HAN)
“YSB Korwil DKI Jakarta sedang menata sistem. Di lingkungan YSB, jujur saya katakan ini baru pertama kali diadakan. Kami menyelenggarakan Musyarawah Wilayah (Muswil) untuk memilih siapa pemimpin YSB Korwil DKI Jakarta pada kepengurusan yang akan datang. Meski organisasi kita berbentuk yayasan, notabene kepengurusan di tingkat pusat hingga perwakilan harus berdasarkan persetujuan pemilik yayasan (Sesepuh pondok pesantren Suryalaya), namun untuk DKI Jakarta kami ingin pemimpin kami benar-benar dipilih dari akar rumput. Dalam hal ini, suara ikhwan-akhwat TQN Suryalaya DKI Jakarta diwakili oleh para pengurus pewakilan masing-masing wilayah kota yang menjadi peserta musyawarah.” Ujar KH. Azhari pada detik-detik menjelang pembukaan muswil.
Muswil yang bertempat di Aula Al Kautsar Jakarta Islamic School (JIS) Pondok Karya Pembangunan Jakarta Timur ini diadakan pada Sabtu 18 Juli 2009. Dihadiri oleh tujuh puluh peserta. Masing-masing lima perwakilan kota mengutus sepuluh orang wakilnya, tidak ketinggalan ibu-ibu Bella dan beberapa tamu undangan.
Turut hadir pada acara pembukaan, Ketua Umum YSB Pusat, Marsekal Muda (Purn.) H. Mahfudin Taka yang didaulat untuk memberikan sambutan dan membuka secara resmi muswil tersebut. Dalam sambutannya Pak Taka memberikan apresiasi khusus atas terselenggaranya muswil ini. Beliau menekankan perlunya organisasi yayasan yang memiliki sistem demokrasi. Tetapi tidak seperti organisasi-organisasi lain yang menganut sistem demokrasi ala Barat, organisasi YSB menganut sistem demokrasi yang berkesesuaian dengan TANBIH Syekh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad ra. Karena itu beliau berpesan agar seluruh peserta muswil memilih kata-kata yang santun apabila terjadi perdebatan dalam dinamika musyawarah.
Dalam menyikapi fenomena globalisasi, Pak Taka menyarankan pengurus Korwil DKI Jakarta periode 2009-2014 memanfaatkan kelebihan tekonologi dan informasi untuk menunjang pekerjaan para pengurus sehingga tercapai hasil yang maksimal.
Muswil Korwil DKI Jakarta terbagi dalam tiga sesi sidang, Sidang Pleno I mengagendakan Laporan Pertanggungjawaban Ketua Korwil DKI Jakarta masa khidmah 2004-2009 yang dilanjutkan dengan pandangan umum lima perwakilan kota dan pengurus Ibu Bella. Juru bicara masing-masing perwakilan seluruhnya menyatakan menerima dengan baik kinerja ketua korwil dan jajarannya. Pengurus Korwil yang dipimpin oleh Drs. KH. Azhari Baedlawie,MM dinilai telah membangun landasan yang kokoh dalam berdemokrasi serta menjalankan program-program kegiatan pembinaan ikhwan-akhwat TQN Suryalaya di DKI Jakarta.
Dalam masa baktinya, telah diselenggarakan beberapa hajat besar, yakni Musyawarah Nasional (MUNAS) YSB se-Indonesia dan luar negeri pada tahun 2006, Lokakarya Kepemimpinan Tanbih pada 1 Maret 2009, Musyawarah Wilayah (Muswil) YSB Korwil DKI Jakarta pada 18 Juli 2009, kegiatan manaqib di Masjid Islamic Center Jakarta Utara, rutin 3 bulan sekali, Manaqib di Masjid Istiqlal kerjasama dengan KH. Abdul Ghaos SM dan jajarannya pada 24 Januari 2009, Khitanan Massal Gratis untuk anak-anak kaum dhuafa di tiga lokasi dalam wilayah perwakilan Jakarta Utara dan Jakarta Timur, yakni di Cilincing, Ciracas dan Lubang Buaya hasil kerjasama dengan donatur jejaring Ust. Wahfiudin pada 7 Juli 2009, serta program-program lainnya.
Sesi kedua adalah sidang komisi, yang terbagi dalam tiga komisi, yakni Komisi A membahas Tata tertib Musyawarah Pemilihan Calon Ketua Korwil dan Program Kerja, Komisi B membahas Kelengkapan Organisasi Yayasan, Komisi C membahas Rekomendasi.
Terjadi dinamika yang menarik pada musyawarah di sidang-sidang komisi. Suasana demokrasi terbangun dengan indah. Masing-masing peserta muswil mempertahankan opini demi terciptanya sebuah proses pemilihan ketua korwil yang legitimate. Ada beberapa perdebatan sengit yang terjadi pada saat pembahasan tata tertib di Komisi A juga di komisi-komisi lain. Namun perdebatan-perdebatan itu berhasil diredam dengan solusi-solusi logis yang diterima oleh peserta sidang.
Sidang Pleno II kemudian digelar selepas sholat Ashar. Ada dua agenda dalam pleno II ini, agenda pertama , mengesahkan hasil-hasil sidang komisi setelah masing-masing jurubicara mempresentasikannya dan ditanggapi oleh peserta sidang yang lain. Agenda kedua Pemilihan Calon Ketua Korwil masa khidmat 2009-2014.
Agenda pemilihan calon ketua korwil adalah agenda puncak. Ada dua nama mengemuka dalam bursa pencalonan. Perwakilan Jakarta Selatan mencalonkan nama Ketua Korwil masa bakti 2004-2009 untuk kembali memegang kendali korwil DKI Jakarta pada periode 2009-2014, yaitu Drs. KH. Azhari Baedlawie, MM. Meski sebelumnya sang ketua Korwil pada sambutannya saat acara pembukaan menyatakan ‘TIDAK INGIN DICALONKAN KEMBALI’, beliau memberikan kesempatan kepada kader yang lebih muda, lebih agresif, memiliki pengalaman organisasi yang banyak, memiliki wawasan dan jejaring sosial, ekonomi dan politik yang luas. Beliau yakin banyak kader-kader TQN Suryalaya yang sesuai dengan kriteria-kriteria yang baru saja disebutkan.
“Saya mangusulkan salah seorang calon yang sesuai dengan tuntutan tugas dan kewajiban Korwil DKI Jakarta dalam melayani umat. Setelah mencermati track record-nya, gaya kepemimpinannya dan kekharismaannya di kalangan ikhwan-akhwat TQN Suryalaya, yaitu bapak Drs. KH. Wahfiudin, MBA yang juga wakil talqin Pangersa Abah.” Ujar KH Azhari pada sambutan pembukaan.
Berturut-turut, setelah perwakilan Jakarta Selatan, maju juru bicara dari masing-masing perwakilan. Perwakilan Jakarta Pusat dengan lapang dada menghormati keputusan KH Azhari untuk tidak lagi menjadi pengurus dan menanggapi usulan KH Azhari. Dengan sepakat seluruh peserta perwakilan Jakarta Pusat mencalonkan KH. Wahfiudin, SE, MBA sebagai calon ketua Korwil periode 2009-2014.
Setali tiga uang dengan perwakilan Jakarta Barat, Timur dan Utara. Masing-masing juru bicara menyatakan mencalonkan KH. Wahfiudin, SE, MBA untuk memimpin Korwil DKI Jakarta periode 2009-2014.
Menyikapi 80% dukungan mengarah kepada KH. Wahfiudin, SE, MBA, Ketua Perwakilan Jakarta Selatan memohon untuk diijinkan bicara.
“Setelah melihat kenyataan dukungan hampir sepenuhnya kepada Kiyai Wahfiudin dan menghormati keputusan Kiayi Azhari, kami perwakilan Jakarta Selatan kemudian berembug. Keputusannya, kami mengikuti floor. Dukungan kami alihkan kepada Kiyai Wahfiudin”, Ujar H. Mursidi, Ketua Perwakilan Jakarta Selatan.
Dengan demikian secara aklamasi peserta sidang memilih KH. Wahfiudin, SE, MBA sebagai Ketua Kowil DKI Jakarta terpilih periode 2009-2014.
Tata tertib pemilihan ketua korwil menetapkan salah satu klausul, bahwa ketua terpilih harus menentukan ketua Dewan Pembina dan Ketua Dewan Pengawas saat itu juga untuk kemudian mendapatkan pengesahan dari peserta musyawarah. Sedangkan pada saat itu KH. Wahfiudin sedang mengemban tugas lain, yaitu memberikan training tasawuf untuk 360 orang karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di Medan, Sumatera Utara sejak Jum’at hingga Minggu, 17-19 Juli 2009. Artinya fisik beliau tidak berada di arena musyawarah.
Menyikapi hal tersebut, Pimpinan sidang pleno segera menghubungi KH. Wahfiudin melalui ponsel untuk memenuhi klausul pada tata tertib. Komunikasi terhubung dan KH. Wahfiudin menyampaikan kalimat-kalimat sambutan atas dipilihnya beliau menjadi Ketua Korwil DKI Jakarta masa khidmat 2009-2014 dari jarak jauh. Suara beliau kemudian disiarkan ke tengah-tengah peserta musyarawah melalui pengeras suara. Seluruh peserta mendengarkan dengan khidmat.
“Terimakasih atas kepercayaan perserta Muswil kepada saya. Bukan saya tidak mau menghadiri Muswil pada hari ini. Bukan pula sebuah kesengajaan. Kami di Medan pun sedang mengemban tugas Pangersa Abah, Jajaran direksi PT. PN III ingin seluruh karyawannya yang berjumlah 13.000 orang diajarkan dan dilatih dzikir TQN Suryalaya. Tahap sekarang, yaitu tahap pertama sedang dilatih 360 orang yang merupakan perwakilan dari 60 kebun yang tersebar di seluruh Sumatera Utara. Ini mereka yang meminta dan baru saja mereka diberi talqin dzikir”, ungkap KH. Wahfiudin melalui ponsel.
“ Saya rasa ini juga adalah salah satu Karomah Wali Mursyid pangersa Abah Anom. Tidak ada pembicaraan sebelumnya dengan pihak direksi. Tiba-tiba saja, melalui konsultan hukum dan Agama PT. PN III, Bapak Thamrin Munthe, yang juga wakil Bupati Tanjung Balai. Mereka menghubungi Majlis Dzikir Tazkirah pimpinan Bapak Amirudin MS untuk diberikan pelatihan dzikir. Namun karena kita juga pembina Majlis Dzikir Tazkirah, akhirnya Pak Amirudin meminta kami memberikan training kepada mereka, jajaran karyawan PT. PN III”, lanjut KH. Wafiudin.
“Sekali lagi kami memohon maaf atas ketidakhadiran di arena muswil. Kepercayaan seluruh peserta insya Allah akan kami emban sepenuhnya. Saya tidak bisa sendirian. Saya juga butuh kerjasama dari ikhwan-akhwat semua, terutama KH. Azhari yang telah memberikan landasan yang kokoh di jajaran Korwil, pengurus-pengurus perwakilan dan Ibu-ibu Bella”, KH. Wahfiudin mengakhiri.
Ketika ditanyakan siapa yang dicalonkan untuk menjadi Ketua Dewan Pembina dan Ketua Dewan Pengawas, KH. Wahfiudin menyebutkan KH. Azhari sebagai ketua Dewan Pembina dan H. Jonny (Ketua Korwil DKI Jakarta sebelum KH. Azhari) sebagai Ketua Dewan Pengawas. Saat itu juga pimpinan sidang pleno menanyakan kepada floor atas nama-nama yang disebut KH. Wahfiudin. Peserta muswil kemudian menyatakan persetujuannya secara serentak. Lalu pimpinan sidang pleno mengesahkan keputusan tersebut.
Purna sudah agenda muswil dilaksanakan. YSB Korwil DKI Jakarta kini memiliki figur pemimpin yang insya Allah sanggup membawa ikhwan-akhwat TQN Suryalaya Wilayah DKI Jakarta menuju ke arah perubahan yang lebih baik. Tinggal kini, kita nantikan restu dari Pengurus Pusat dan Pangersa Abah Anom untuk mengukuhkan Ketua Korwil Terpilih. (HAN)
Lembaga Bahasa dan Ilmu Al Qur’an (LBIQ)
Meningkatkan Pemahaman Islam dengan Mempelajari Al Qur’an
Dalam membina mental spiritual warganya khususnya di bidang pendalaman Ilmu Al Qur’an dan Bahasa Arab, Pemerintah DKI Jakarta membentuk sebuah lembaga pembelajaran. Lembaga itu adalah Lembaga Bahasa dan Ilmu al-Qur’an (LBIQ). Di dalam lembaga yang mirip perguruan tinggi ini diselenggarakan dua buah program, yakni Program Reguler dan Non Reguler.
Untuk Program Reguler, LBIQ memberikan pengajaran membaca al Qur’an, Bahasa Arab dan Bahasa Arab Qur’ani. Pengajaran Membaca Al Qur’an diselenggarakan setiap hari Selasa dan Kamis, sedangkan pengajaran Bahasa Arab dan Bahasa Arab Qur’ani setiap hari Senin, Rabu dan Jum’at. Program Reguler pelaksanaannya dibagi dalam 3 shift. Shift I pukul 08.00-10.00 WIB, Shift II pukul 10.00-12.00 WIB dan Shift III pukul 13.00-15.00 WIB.
Program Non Reguler menyelenggarakan Halaqah Kader Agama, Halaqah Guru Pembina (Halgubin), Pendidikan Guru Bahasa Arab (PGBA), Pendidikan Guru Agama (PGA), Kajian Al Qur’an, Studi Naskah dan Ulumul Qur’an (SNUQ) dan Tahsinuttilawah. Program Non regular dilaksanakan seminggu sekali setelah selesai Program Reguler yaitu sekitar pukul 15.30-17.00, Senin s.d. Kamis.
LBIQ tidak memungut biaya sepeser pun dalam program pengajaran ini, karena itu banyak sekali warga yang berminat untuk mengikutinya. Tercatat, sejak awal berdirinya, yaitu tahun 2004 hingga tahun 2008 berturut-turut untuk Pengajaran Membaca Al-Qur’an, Bahasa Arab dan Bahasa Arab Qur’ani peserta LBIQ semakin meningkat. Catatan terakhir, di tahun 2008 ada 4281 warga yang mengikuti program pengajaran Membaca Al Qur’an, 2015 warga mengikuti program pengajaran Bahasa Arab dan 714 warga mengikuti program pengajaran Bahasa Arab Qur’ani.
Lokasi LBIQ pada mulanya terletak di kawasan Tanah Abang, kemudian pada awal tahun 2008 LBIQ berpindah ke gedung kantor Walikota Jakarta Selatan yang lama, tepatnya di Jl. Trunojoyo 1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Diapit oleh Gedung Sekretariat ASEAN dan Gedung Mabes Kepolisian Republik Indonesia. LBIQ menempati dua lantai di BLOK V, yaitu di lantai 5 dan 6. Tersedia 9 ruang belajar untuk para peserta, dari Ruang A hingga Ruang I.
Lembaga yang dipimpin oleh H. Damanudin Ibnu Majani, SE, Msi ini merekrut tim dosen dari berbagai perguruan tinggi di DKI Jakarta. Sebagian besar dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Biasanya LBIQ membuka pendaftaran baru untuk Program Reguler tiga bulan sekali, Pendaftaran yang terdekat ini akan dibuka pada 10-12Agustus 2009 Pukul 09.00-15.00 WIB. Tidak ada persyaratan khusus untuk bisa masuk menjadi peserta LBIQ. Calon peserta hanya disyaratkan menyerahkan fotocopy KTP/identitas diri lainnya (Tidak harus DKI Jakarta), Pasfoto ukuran 3X4 berwarna tiga lembar, mengisi formulir pendaftaran dan membayar kupon ZIS sebesar Rp.10.000,- saja. Untuk menghubungi petugas pendaftaran silakan hubungi (021) 722 4238.
Selanjutnya akan diadakan tes tulis dan lisan untuk menyaring calon peserta. Hasil tes ini akan mengklasifikasikan para calon peserta pengajaran Bahasa Arab dan Bahasa Arab Qur'ani dalam 9 kategori, yaitu Dasar 1 hingga Dasar 3, Menengah 1 hingga Menengah 3 dan Lanjutan 1 hingga Lanjutan 3. Sedangkan untuk Program membaca Al Qur'an di bagi dalam Dasar 1 hingga Dasar 2, Menengah 1 hingga menengah 2 dan Tartil 1 hingga Tartil 2.
Calon-calon peserta yang telah lulus tes akan memulai belajarnya seminggu kemudian. Dalam tiga bulan mereka akan menempa pelajaran dari tiga program yang diselenggarakan sesuai dengan klasifikasi tingkatannya. Di akhir bulan ke-3, para peserta akan menerima ujian kenaikan tingkat, berupa tes tulis dan lisan. Dengan demikian peserta LBIQ butuh waktu 9 kali 3 bulan atau kurang lebih 2,5 tahun untuk menuntaskan pendidikannya dari tingkat Dasar 1 hingga Lanjutan 3.
Sedang untuk Program Non Reguler, masa belajarnya lebih pendek dari Program Reguler, yaitu hanya satu tahun saja. Pelaksanannya pun hanya seminggu sekali. Biasanya pembukaan untuk pendaftaran peserta baru dilaksanakan pada awal tahun.
Peserta LBIQ terdiri dari berbagai latar belakang, diantara mereka ada mahasiswa atau mahasiswi yang sedang menempa ilmu di perguruan tinggi lain, pedagang, karyawan lepas, para ustadz, ibu-ibu rumah tangga, para pensiunan dan lain-lain.
Terlihat kesibukan di lokasi LBIQ ketika pergantian waktu belajar. Ratusan orang menapaki anak-anak tangga, naik dan turun dari lantai 1 hingga lantai 6 dengan penuh semangat. Demi menekuni dan keinginan kuat untuk menguasi ilmu-ilmu Al Qur’an dan Bahasa Arab meski sebagian besar peserta usianya tidak lagi muda.
Semoga Allah SWT memberkahi dan memudahkan mereka menimba ilmuNYa. (han)
Dalam membina mental spiritual warganya khususnya di bidang pendalaman Ilmu Al Qur’an dan Bahasa Arab, Pemerintah DKI Jakarta membentuk sebuah lembaga pembelajaran. Lembaga itu adalah Lembaga Bahasa dan Ilmu al-Qur’an (LBIQ). Di dalam lembaga yang mirip perguruan tinggi ini diselenggarakan dua buah program, yakni Program Reguler dan Non Reguler.
Untuk Program Reguler, LBIQ memberikan pengajaran membaca al Qur’an, Bahasa Arab dan Bahasa Arab Qur’ani. Pengajaran Membaca Al Qur’an diselenggarakan setiap hari Selasa dan Kamis, sedangkan pengajaran Bahasa Arab dan Bahasa Arab Qur’ani setiap hari Senin, Rabu dan Jum’at. Program Reguler pelaksanaannya dibagi dalam 3 shift. Shift I pukul 08.00-10.00 WIB, Shift II pukul 10.00-12.00 WIB dan Shift III pukul 13.00-15.00 WIB.
Program Non Reguler menyelenggarakan Halaqah Kader Agama, Halaqah Guru Pembina (Halgubin), Pendidikan Guru Bahasa Arab (PGBA), Pendidikan Guru Agama (PGA), Kajian Al Qur’an, Studi Naskah dan Ulumul Qur’an (SNUQ) dan Tahsinuttilawah. Program Non regular dilaksanakan seminggu sekali setelah selesai Program Reguler yaitu sekitar pukul 15.30-17.00, Senin s.d. Kamis.
LBIQ tidak memungut biaya sepeser pun dalam program pengajaran ini, karena itu banyak sekali warga yang berminat untuk mengikutinya. Tercatat, sejak awal berdirinya, yaitu tahun 2004 hingga tahun 2008 berturut-turut untuk Pengajaran Membaca Al-Qur’an, Bahasa Arab dan Bahasa Arab Qur’ani peserta LBIQ semakin meningkat. Catatan terakhir, di tahun 2008 ada 4281 warga yang mengikuti program pengajaran Membaca Al Qur’an, 2015 warga mengikuti program pengajaran Bahasa Arab dan 714 warga mengikuti program pengajaran Bahasa Arab Qur’ani.
Lokasi LBIQ pada mulanya terletak di kawasan Tanah Abang, kemudian pada awal tahun 2008 LBIQ berpindah ke gedung kantor Walikota Jakarta Selatan yang lama, tepatnya di Jl. Trunojoyo 1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Diapit oleh Gedung Sekretariat ASEAN dan Gedung Mabes Kepolisian Republik Indonesia. LBIQ menempati dua lantai di BLOK V, yaitu di lantai 5 dan 6. Tersedia 9 ruang belajar untuk para peserta, dari Ruang A hingga Ruang I.
Lembaga yang dipimpin oleh H. Damanudin Ibnu Majani, SE, Msi ini merekrut tim dosen dari berbagai perguruan tinggi di DKI Jakarta. Sebagian besar dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Biasanya LBIQ membuka pendaftaran baru untuk Program Reguler tiga bulan sekali, Pendaftaran yang terdekat ini akan dibuka pada 10-12Agustus 2009 Pukul 09.00-15.00 WIB. Tidak ada persyaratan khusus untuk bisa masuk menjadi peserta LBIQ. Calon peserta hanya disyaratkan menyerahkan fotocopy KTP/identitas diri lainnya (Tidak harus DKI Jakarta), Pasfoto ukuran 3X4 berwarna tiga lembar, mengisi formulir pendaftaran dan membayar kupon ZIS sebesar Rp.10.000,- saja. Untuk menghubungi petugas pendaftaran silakan hubungi (021) 722 4238.
Selanjutnya akan diadakan tes tulis dan lisan untuk menyaring calon peserta. Hasil tes ini akan mengklasifikasikan para calon peserta pengajaran Bahasa Arab dan Bahasa Arab Qur'ani dalam 9 kategori, yaitu Dasar 1 hingga Dasar 3, Menengah 1 hingga Menengah 3 dan Lanjutan 1 hingga Lanjutan 3. Sedangkan untuk Program membaca Al Qur'an di bagi dalam Dasar 1 hingga Dasar 2, Menengah 1 hingga menengah 2 dan Tartil 1 hingga Tartil 2.
Calon-calon peserta yang telah lulus tes akan memulai belajarnya seminggu kemudian. Dalam tiga bulan mereka akan menempa pelajaran dari tiga program yang diselenggarakan sesuai dengan klasifikasi tingkatannya. Di akhir bulan ke-3, para peserta akan menerima ujian kenaikan tingkat, berupa tes tulis dan lisan. Dengan demikian peserta LBIQ butuh waktu 9 kali 3 bulan atau kurang lebih 2,5 tahun untuk menuntaskan pendidikannya dari tingkat Dasar 1 hingga Lanjutan 3.
Sedang untuk Program Non Reguler, masa belajarnya lebih pendek dari Program Reguler, yaitu hanya satu tahun saja. Pelaksanannya pun hanya seminggu sekali. Biasanya pembukaan untuk pendaftaran peserta baru dilaksanakan pada awal tahun.
Peserta LBIQ terdiri dari berbagai latar belakang, diantara mereka ada mahasiswa atau mahasiswi yang sedang menempa ilmu di perguruan tinggi lain, pedagang, karyawan lepas, para ustadz, ibu-ibu rumah tangga, para pensiunan dan lain-lain.
Terlihat kesibukan di lokasi LBIQ ketika pergantian waktu belajar. Ratusan orang menapaki anak-anak tangga, naik dan turun dari lantai 1 hingga lantai 6 dengan penuh semangat. Demi menekuni dan keinginan kuat untuk menguasi ilmu-ilmu Al Qur’an dan Bahasa Arab meski sebagian besar peserta usianya tidak lagi muda.
Semoga Allah SWT memberkahi dan memudahkan mereka menimba ilmuNYa. (han)
Kamis, Juli 09, 2009
Bahasa Sunda, Ada apa denganmu?
Bahasa Sunda merupakan bahasa yang diciptakan dan digunakan oleh orang Sunda dalam berbagai keperluan komunikasi kehidupan mereka. Tidak diketahui kapan bahasa ini lahir, tetapi dari bukti tertulis yang merupakan keterangan tertua, berbentuk prasasti berasal dari abad ke-14.
Prasasti dimaksud di temukan di Kawali Ciamis, dan ditulis pada batu alam dengan menggunakan aksara dan Bahasa Sunda (kuno). Diperkirakan prasasti ini ada beberapa buah dan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana (1397-1475).
Salah satu teks prasasti tersebut berbunyi “Nihan tapak walar nu siya mulia, tapak inya Prabu Raja Wastu mangadeg di Kuta Kawali, nu mahayuna kadatuan Surawisésa, nu marigi sakuliling dayeuh, nu najur sakala désa. Ayama nu pandeuri pakena gawé rahayu pakeun heubeul jaya dina buana” (inilah peninggalan mulia, sungguh peninggalan Prabu Raja Wastu yang bertakhta di Kota Kawali, yang memperindah keraton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan sekeliling ibukota, yang menyejahterakan seluruh negeri. Semoga ada yang datang kemudian membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama berjaya di dunia).
Dapat dipastikan bahwa Bahasa Sunda telah digunakan secara lisan oleh masyarakat Sunda jauh sebelum masa itu. Mungkin sekali Bahasa Kw’un Lun yang disebut oleh Berita Cina dan digunakan sebagai bahasa percakapan di wilayah Nusantara sebelum abad ke-10 pada masyarakat Jawa Barat kiranya adalah Bahasa Sunda (kuno), walaupun tidak diketahui wujudnya.
Bukti penggunaan Bahasa Sunda (kuno) secara tertulis, banyak dijumpai lebih luas dalam bentuk naskah, yang ditulis pada daun (lontar, enau, kelapa, nipah) yang berasal dari zaman abad ke-15 sampai dengan 180. Karena lebih mudah cara menulisnya, maka naskah lebih panjang dari pada prasasti. Sehingga perbendaharaan katanya lebih banyak dan struktur bahasanya pun lebih jelas.
Contoh bahasa Sunda yang ditulis pada naskah adalah sebagai berikut:
(1) Berbentuk prosa pada Kropak 630 berjudul Sanghyang Siksa Kandang Karesian (1518) “Jaga rang héés tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tamba ponyo, ulah urang kajongjonan. Yatnakeun maring ku hanteu” (Hendaknya kita tidur sekedar penghilang kantuk, minum tuak sekedar penghilang haus, makan sekedar penghilang lapar, janganlah berlebih-lebihan. Ingatlah bila suatu saat kita tidak memiliki apa-apa!)
(2) Berbentuk puisi pada Kropak 408 berjudul Séwaka Darma (abad ke-16) “Ini kawih panyaraman, pikawiheun ubar keueung, ngaranna pangwereg darma, ngawangun rasa sorangan, awakaneun sang sisya, nu huning Séwaka Darma” (Inilah Kidung nasihat, untuk dikawihkan sebagai obat rasa takut, namanya penggerak darma, untuk membangun rasa pribadi, untuk diamalkan sang siswa, yang paham Sewaka Darma).
Tampak sekali bahwa Bahasa Sunda pada masa itu banyak dimasuki kosakata dan dipengaruhi struktur Bahasa Sanskerta dari India. Setelah masyarakat Sunda mengenal, kemudian menganut Agama Islam, dan menegakkan kekuasaan Agama Islam di Cirebon dan Banten sejak akhir abad ke-16. Hal ini merupakan bukti tertua masuknya kosakata Bahasa Arab ke dalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda.
Di dalam naskah itu terdapat 4 kata yang berasal dari Bahasa Arab yaitu duniya, niyat, selam (Islam), dan tinja (istinja). Seiring dengan masuknya Agama Islam kedalam hati dan segala aspek kehidupan masyarakat Sunda, kosa kata Bahasa Arab kian banyak masuk kedalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda dan selanjutnya tidak dirasakan lagi sebagai kosakata pinjaman.
Kata-kata masjid, salat, magrib, abdi, dan saum, misalnya telah dirasakan oleh orang Sunda, sebagaimana tercermin pada perbendaharaan bahasanya sendiri. Pengaruh Bahasa Jawa sebagai bahasa tetangga dengan sesungguhnya sudah ada sejak Zaman Kerajaan Sunda, sebagaimana tercermin pada perbendaharaan bahasanya. Paling tidak pada abad ke-11 telah digunakan Bahasa dan Aksara Jawa dalam menuliskan Prasasti Cibadak di Sukabumi. Begitu pula ada sejumlah naskah kuno yang ditemukan di Tatar Sunda ditulis dalam Bahasa Jawa, seperti Siwa Buda, Sanghyang Hayu.
Namun pengaruh Bahasa Jawa dalam kehidupan berbahasa masyarakat Sunda sangat jelas tampak sejak akhir abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-19 sebagai dampak pengaruh Mataram memasuki wilayah ini. Pada masa itu fungsi Bahasa Sunda sebagai bahasa tulisan di kalangan kaum elit terdesak oleh Bahasa Jawa, karena Bahasa Jawa dijadikan bahasa resmi dilingkungan pemerintahan. Selain itu tingkatan bahasa atau Undak Usuk Basa dan kosa kata Jawa masuk pula kedalam Bahasa Sunda mengikuti pola Bahasa Jawa yang disebut Unggah Ungguh Basa.
Dengan penggunaan penggunaan tingkatan bahasa terjadilah stratifikasi social secara nyata. Walaupun begitu Bahasa Sunda tetap digunakan sebagai bahasa lisan, bahasa percakapan sehari-hari masyarakat Sunda. Bahkan di kalangan masyarakat kecil terutama masyarakat pedesaan, fungsi bahasa tulisan dan bahasa Sunda masih tetap keberadaannya, terutama untuk menuliskan karya sastera WAWACAN dengan menggunakan Aksara Pegon.
Sejak pertengahan abad ke 19 Bahasa Sunda mulai digunakan lagi sebagai bahasa tulisan di berbagai tingkat sosial orang Sunda, termasuk penulisan karya sastera. Pada akhir abad ke 19 mulai masuk pengaruh Bahasa Belanda dalam kosakata maupun ejaan menuliskannya dengan aksara Latin sebagai dampak dibukanya sekolah-sekolah bagi rakyat pribumi oleh pemerintah.
Pada awalnya kata BUPATI misalnya, ditulis boepattie seperti ejaan Bahasa Sunda dengan menggunakan Aksara Cacarakan (1860) dan Aksara Latin (1912) yang dibuat oleh orang Belanda. Selanjutnya, masuk pula kosakata Bahasa Belanda ke dalam Bahasa Sunda, seperti sepur, langsam, masinis, buku dan kantor.
Dengan diajarkannya di sekolah-sekolah dan menjadi bahasa komunikasi antar etnis dalam pergaulan masyarakat, Bahasa Melayu juga merasuk dan mempengaruhi Bahasa Sunda. Apalagi setelah dinyatakan sebagai bahasa persatuan dengan nama Bahasa Indonesia pada Tahun 1928. Sejak tahun 1920-an sudah ada keluhan dari para ahli dan pemerhati Bahasa Sunda, bahwa telah terjadi Bahasa Sunda Kamalayon, yaitu Bahasa Sunda bercampur Bahasa Melayu.
Sejak tahun 1950-an keluhan demikian semakin keras karena pemakaian Bahasa Sunda telah bercampur (direumbeuy) dengan Bahasa Indonesia terutama oleh orang-orang Sunda yang menetap di kota-kota besar, seperti Jakarta bahkan Bandung sekalipun. Banyak orang Sunda yang tinggal di kota-kota telah meninggalkan pemakaian Bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari di rumah mereka. Walaupun begitu, tetap muncul pula di kalangan orang Sunda yang dengan gigih memperjuangkan keberadaan dan fungsionalisasi Bahasa Sunda di tengah-tengah masyarakatnya dalam hal ini Sunda dan Jawa Barat. Dengan semakin banyaknya orang dari keluarga atau suku bangsa lain atau etnis lain yang menetap di Tatar Sunda kemudian berbicara dengan Bahasa Sunda dalam pergaulan sehari-harinya. Karena itu, kiranya keberadaan Bahasa Sunda optimis bakal terus berlanjut.
Disadur dari Sumber :
Ensiklopedia Sunda - Pustaka Jaya
Disadur dari http : reno overwoker.com
Prasasti dimaksud di temukan di Kawali Ciamis, dan ditulis pada batu alam dengan menggunakan aksara dan Bahasa Sunda (kuno). Diperkirakan prasasti ini ada beberapa buah dan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana (1397-1475).
Salah satu teks prasasti tersebut berbunyi “Nihan tapak walar nu siya mulia, tapak inya Prabu Raja Wastu mangadeg di Kuta Kawali, nu mahayuna kadatuan Surawisésa, nu marigi sakuliling dayeuh, nu najur sakala désa. Ayama nu pandeuri pakena gawé rahayu pakeun heubeul jaya dina buana” (inilah peninggalan mulia, sungguh peninggalan Prabu Raja Wastu yang bertakhta di Kota Kawali, yang memperindah keraton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan sekeliling ibukota, yang menyejahterakan seluruh negeri. Semoga ada yang datang kemudian membiasakan diri berbuat kebajikan agar lama berjaya di dunia).
Dapat dipastikan bahwa Bahasa Sunda telah digunakan secara lisan oleh masyarakat Sunda jauh sebelum masa itu. Mungkin sekali Bahasa Kw’un Lun yang disebut oleh Berita Cina dan digunakan sebagai bahasa percakapan di wilayah Nusantara sebelum abad ke-10 pada masyarakat Jawa Barat kiranya adalah Bahasa Sunda (kuno), walaupun tidak diketahui wujudnya.
Bukti penggunaan Bahasa Sunda (kuno) secara tertulis, banyak dijumpai lebih luas dalam bentuk naskah, yang ditulis pada daun (lontar, enau, kelapa, nipah) yang berasal dari zaman abad ke-15 sampai dengan 180. Karena lebih mudah cara menulisnya, maka naskah lebih panjang dari pada prasasti. Sehingga perbendaharaan katanya lebih banyak dan struktur bahasanya pun lebih jelas.
Contoh bahasa Sunda yang ditulis pada naskah adalah sebagai berikut:
(1) Berbentuk prosa pada Kropak 630 berjudul Sanghyang Siksa Kandang Karesian (1518) “Jaga rang héés tamba tunduh, nginum twak tamba hanaang, nyatu tamba ponyo, ulah urang kajongjonan. Yatnakeun maring ku hanteu” (Hendaknya kita tidur sekedar penghilang kantuk, minum tuak sekedar penghilang haus, makan sekedar penghilang lapar, janganlah berlebih-lebihan. Ingatlah bila suatu saat kita tidak memiliki apa-apa!)
(2) Berbentuk puisi pada Kropak 408 berjudul Séwaka Darma (abad ke-16) “Ini kawih panyaraman, pikawiheun ubar keueung, ngaranna pangwereg darma, ngawangun rasa sorangan, awakaneun sang sisya, nu huning Séwaka Darma” (Inilah Kidung nasihat, untuk dikawihkan sebagai obat rasa takut, namanya penggerak darma, untuk membangun rasa pribadi, untuk diamalkan sang siswa, yang paham Sewaka Darma).
Tampak sekali bahwa Bahasa Sunda pada masa itu banyak dimasuki kosakata dan dipengaruhi struktur Bahasa Sanskerta dari India. Setelah masyarakat Sunda mengenal, kemudian menganut Agama Islam, dan menegakkan kekuasaan Agama Islam di Cirebon dan Banten sejak akhir abad ke-16. Hal ini merupakan bukti tertua masuknya kosakata Bahasa Arab ke dalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda.
Di dalam naskah itu terdapat 4 kata yang berasal dari Bahasa Arab yaitu duniya, niyat, selam (Islam), dan tinja (istinja). Seiring dengan masuknya Agama Islam kedalam hati dan segala aspek kehidupan masyarakat Sunda, kosa kata Bahasa Arab kian banyak masuk kedalam perbendaharaan kata Bahasa Sunda dan selanjutnya tidak dirasakan lagi sebagai kosakata pinjaman.
Kata-kata masjid, salat, magrib, abdi, dan saum, misalnya telah dirasakan oleh orang Sunda, sebagaimana tercermin pada perbendaharaan bahasanya sendiri. Pengaruh Bahasa Jawa sebagai bahasa tetangga dengan sesungguhnya sudah ada sejak Zaman Kerajaan Sunda, sebagaimana tercermin pada perbendaharaan bahasanya. Paling tidak pada abad ke-11 telah digunakan Bahasa dan Aksara Jawa dalam menuliskan Prasasti Cibadak di Sukabumi. Begitu pula ada sejumlah naskah kuno yang ditemukan di Tatar Sunda ditulis dalam Bahasa Jawa, seperti Siwa Buda, Sanghyang Hayu.
Namun pengaruh Bahasa Jawa dalam kehidupan berbahasa masyarakat Sunda sangat jelas tampak sejak akhir abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-19 sebagai dampak pengaruh Mataram memasuki wilayah ini. Pada masa itu fungsi Bahasa Sunda sebagai bahasa tulisan di kalangan kaum elit terdesak oleh Bahasa Jawa, karena Bahasa Jawa dijadikan bahasa resmi dilingkungan pemerintahan. Selain itu tingkatan bahasa atau Undak Usuk Basa dan kosa kata Jawa masuk pula kedalam Bahasa Sunda mengikuti pola Bahasa Jawa yang disebut Unggah Ungguh Basa.
Dengan penggunaan penggunaan tingkatan bahasa terjadilah stratifikasi social secara nyata. Walaupun begitu Bahasa Sunda tetap digunakan sebagai bahasa lisan, bahasa percakapan sehari-hari masyarakat Sunda. Bahkan di kalangan masyarakat kecil terutama masyarakat pedesaan, fungsi bahasa tulisan dan bahasa Sunda masih tetap keberadaannya, terutama untuk menuliskan karya sastera WAWACAN dengan menggunakan Aksara Pegon.
Sejak pertengahan abad ke 19 Bahasa Sunda mulai digunakan lagi sebagai bahasa tulisan di berbagai tingkat sosial orang Sunda, termasuk penulisan karya sastera. Pada akhir abad ke 19 mulai masuk pengaruh Bahasa Belanda dalam kosakata maupun ejaan menuliskannya dengan aksara Latin sebagai dampak dibukanya sekolah-sekolah bagi rakyat pribumi oleh pemerintah.
Pada awalnya kata BUPATI misalnya, ditulis boepattie seperti ejaan Bahasa Sunda dengan menggunakan Aksara Cacarakan (1860) dan Aksara Latin (1912) yang dibuat oleh orang Belanda. Selanjutnya, masuk pula kosakata Bahasa Belanda ke dalam Bahasa Sunda, seperti sepur, langsam, masinis, buku dan kantor.
Dengan diajarkannya di sekolah-sekolah dan menjadi bahasa komunikasi antar etnis dalam pergaulan masyarakat, Bahasa Melayu juga merasuk dan mempengaruhi Bahasa Sunda. Apalagi setelah dinyatakan sebagai bahasa persatuan dengan nama Bahasa Indonesia pada Tahun 1928. Sejak tahun 1920-an sudah ada keluhan dari para ahli dan pemerhati Bahasa Sunda, bahwa telah terjadi Bahasa Sunda Kamalayon, yaitu Bahasa Sunda bercampur Bahasa Melayu.
Sejak tahun 1950-an keluhan demikian semakin keras karena pemakaian Bahasa Sunda telah bercampur (direumbeuy) dengan Bahasa Indonesia terutama oleh orang-orang Sunda yang menetap di kota-kota besar, seperti Jakarta bahkan Bandung sekalipun. Banyak orang Sunda yang tinggal di kota-kota telah meninggalkan pemakaian Bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari di rumah mereka. Walaupun begitu, tetap muncul pula di kalangan orang Sunda yang dengan gigih memperjuangkan keberadaan dan fungsionalisasi Bahasa Sunda di tengah-tengah masyarakatnya dalam hal ini Sunda dan Jawa Barat. Dengan semakin banyaknya orang dari keluarga atau suku bangsa lain atau etnis lain yang menetap di Tatar Sunda kemudian berbicara dengan Bahasa Sunda dalam pergaulan sehari-harinya. Karena itu, kiranya keberadaan Bahasa Sunda optimis bakal terus berlanjut.
Disadur dari Sumber :
Ensiklopedia Sunda - Pustaka Jaya
Disadur dari http : reno overwoker.com
Kamis, Juli 02, 2009
Mengharap Figur Pemimpin Berwawasan Global
Menyongsong Musda YSB Korwil DKI Jakarta 18 Juli 2009
Oleh : Handri Ramadian*)
Sambil menulis artikel ini, penulis mencari informasi mengenai tema globalisasi melalui telepon selular di dunia maya. Tidak membutuhkan waktu lama, cukup dengan 30 detik saja, mbah google telah memberikan ratusan informasi yang saya cari. Informasi ini mudah saya dapatkan tanpa harus memiliki modem sebagai penghubung laptop dan server google nun jauh di negeri Paman Sam sana. Telepon selular generasi mutakhir telah memiliki fasilitas modem built in sebagai media yang turut mempermudah pencarian informasi ini.
Inilah realitas kehidupan yang dihadapi masyarakat modern saat ini, serba cepat, mudah dan akurat. Memang, belum semua kemudahan teknologi informasi dapat dinikmati oleh semua penduduk Indonesia, tetapi paling tidak di berbagai kota besar di seluruh Indonesia kemudahan dan kenyamanan ini sudah menjadi trend.
Penduduk Indonesia, terutama yang tinggal di Ibukota sejak era 90-an mulai mengenal dunia internet. Intensitasnya semakin meningkat semenjak berbagai regulasi yang diatur pemerintah mendukung penuh arus globalisasi di dunia teknologi dan informasi. Warung-warung internet tumbuh bak jamur di sudut-sudut kota. Kita menjadi lebih sering melihat anak-anak sekolah seusia SD hingga mahasiswa nongkrong di depan komputer selepas jam belajar untuk bermain game online, bergabung dalam situs pertemanan semisal friendster atau facebook. Bahkan ada yang sudah memiliki situs pribadi gratisan melalui jasa seumpama blogger, wordpress atau multiply sebagai sarana aktualisasi diri atau menjalankan bisnis online kecil-kecilan.
Akibatnya masyarakat Jakarta menjadi lebih pintar, lebih kritis dan lebih agresif. Tidak mudah mempercayai sebuah informasi yang datang kepadanya. Mereka akan selalu melakukan chek and rechek atas semua informasi sebelum membuat sebuah keputusan.
Begitu juga dengan informasi religius. Mereka tidak akan langsung mempercayai sebuah dalil agama yang diberikan seorang penceramah, meski penceramah itu terkenal alim dan memiliki popularitas. Mereka akan melakukan crosschek ke penceramah-penceramah lain atau mencari sendiri kebenaran informasi itu melalui dunia internet.
Hal ini menjadi sebuah tantangan khusus dalam usaha dakwah. Seorang da’i abad 21 dituntut untuk cepat belajar dan menguasai permasalahan sosial masyarakat secara menyeluruh dan mampu menyikapi dengan bijak. Tidak hanya dalil agama saja namun harus mampu menyelami berbagai aspek kehidupan termasuk kemajuan teknologi dan informasi.
Dalam kaitan dengan usaha dakwah, dakwah Thariqat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) Ponpes Suryalaya belum menyentuh seluruh masyarakat Jakarta. Berdasarkan buku jadwal manaqib tahun 2009 yang diterbitkan oleh Yayasan Serba Bakti (YSB) Pontren Suryalaya Korwil DKI Jakarta, tercatat ada 84 tempat. Jika kita asumsikan yang tidak tercatat sebanyak 50%-nya dan rata-rata yang hadir pada majlis manaqib tersebut 100 orang maka pengamal TQN Suryalaya di Jakarta yang aktif baru sekitar 12.600-an orang. Ini berarti kurang dari 2% jumlah penduduk Jakarta yang sudah mencapai 12 juta lebih.
Sudah menjadi tugas dan kewajiban setiap ikhwan untuk membantu Mursyid menyebarkan dan mengembangkan ajaran TQN Suryalaya yang merupakan bagian dari ruh Islam. Semua aktivis dzikir TQN Suryalaya pasti telah merasakan nikmat dan berkah mengamalkan amalan ini. Tapi, kenikmatan dan ketenangan pribadi tidak cukup. Perlu ditularkan kepada umat muslim lainnya. Kesadaran untuk turut menularkan berita gembira ini kepada seluruh mukmin sudah sering digembar-gemborkan oleh banyak muballigh TQN Suryalaya, baik di forum manaqib di Pontren Suryalaya maupun di tempat-tempat lain.
Kita memerlukan sistem dakwah yang terorganisir untuk mewujudkan cita-cita Pondok Pesantren Suryalaya menjadi Pusat Tarekat Asia Tenggara sebagaimana dicetuskan pada ulang tahun 1 abad Pondok Pesantren Suryalaya pada 5 September 2005. Sebuah sistem yang sesuai dengan pendekatan kehidupan masyarakat global.
TQN Suryalaya memiliki banyak muballigh berkompeten dalam disiplin ilmu keislaman. Tidak sedikit juga ikhwan-akhwat yang memiliki kapabilitas cendekia dalam disiplin ilmu umum dan eksak. Pebisnis sukses aktivis dzikir TQN Suryalaya pun jumlahnya sangat banyak. Begitu juga organisatoris handal yang memiliki segudang pengalaman organisasi di masyarakat, entah itu LSM atau partai politik. Jika semua potensi itu digabungkan dan dengan menggunakan metode dakwah yang tepat, niscaya percepatan jumlah aktivis dzkir TQN Suryalaya akan mengalami peningkatan drastis.
Sebenarnya Pangersa Abah Anom telah menyediakan wadah untuk menggabungkan potensi-potensi itu, yakni Yayasan Serba Bakti (YSB). Melalui YSB, ikhwan-akhwat dapat menyalurkan kiprah khidmahnya.
Selain di pusat, YSB telah memiliki banyak koordinator wilayah di hampir seluruh provinsi Indonesia termasuk DKI Jakarta.
Karena berkedudukan di Ibukota Negara, YSB Korwil DKI Jakarta memegang peranan yang sangat penting dalam merealisasikan tugas membangun masyarakat, bangsa dan negara yang gemah ripah repeh rapih, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur sebagaimana yang dipesankan Pangersa Abah Anom dalam sambutannya saat acara pelantikan pengurus YSB Korwil DKI Jakarta masa bakti 2004-2009.
Ia diharapkan menjadi tolok ukur keberhasilan pembinaan ikhwan-akhwat material dan spiritual. Ia menjadi perantara komunikasi Pontren Suryalaya dengan pemerintah pusat. Ia menjadi pintu gerbang komunitas internasional sebelum masuk ke dalam lingkaran persaudaraan TQN Ponpes Suryalaya. Ia menjadi filter akibat gencarnya arus informasi yang masuk tanpa batas melalui media globalisasi. Setidaknya itulah yang bisa dirasakan dari sudut pandang kedudukan wilayahnya.
Sadar dengan kedudukan strategis ini, pengurus yang akan mengakhiri masa baktinya pada Agustus 2009 berinisiatif menyelenggarakan Musyawarah Daerah (Musda) pada 18 Juli 2009. Melalui Musda, pengurus berharap ada kandidat-kandidat ketua umum yang datang dari ikhwan-akhwat dan kandidat-kandidat terpilih tersebut kemudian diajukan kepada pengurus pusat YSB dan Sesepuh Pontren Suryalaya.
Berlandaskan tantangan-tantangan yang dihadapi pada era globalisasi ini, setidaknya ada beberapa kriteria pendukung bagi kandidat yang akan diajukan sebagai Ketua, antara lain:
1. Aktif dalam kegiatan-kegiatan riyadhoh yang diajarkan Pangersa Abah Anom, seperti dzikir harian, khataman dan manaqiban.
2. Memiliki jiwa kepemimpinan sesuai Tanbih Syekh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad.
3. Memiliki sikap rela berkorban demi kepentingan bersama sesuai tuntunan Syekh Mursyid Pangersa Abah Anom.
4. Memiliki visi universal dan global.
5. Memiliki jejaring sosial yang luas.
6. Memiliki komitmen mengedepankan kesejahteraan ikhwan-akhwat melalui program-program pembinaan pada lini-lini strategis kehidupan.
Pembaca yang budiman, di luar sana, banyak bertebaran komunitas-komunitas spiritual semacam komunitas kita. Masing-masing komunitas mempunyai cara-cara khusus dalam mengembangkan dakwah yang pada hakikatnya bertujuan sama, yaitu mengharap ridho Allah SWT. Cara-cara khusus itu belakangan menjadi identitas komunitas-komunitas tersebut. Sebut saja Ust. Arifin Ilham dengan komunitas Az Zikra-nya, Ust. Yusuf Mansur dengan komunitas Wisata Hati dan program PPA-nya. Komunitas Tarekat Murabithun dengan program Kembali ke Dinar-Dirham. Komunitas Tarekat Shidiqiyyah dengan program renovasi rumah tidak layak huni untuk para anggotanya.
Demikian, Pangersa Abah Anom yang banyak memiliki ide kreatif telah mempelopori beberapa kegiatan terbarukan, salah satunya rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba melalui program inabah, jauh sebelum komunitas-komunitas yang kita sebut di atas melakukan programnya. Tetapi sebagai murid, rasa-rasanya belum banyak yang kita lakukan untuk kemaslahatan umat sebagai wujud khidmah kepada beliau.
Melalui khidmah dalam kepengurusan YSB, baik di pusat, wilayah maupun perwakilan, hendaknya menjadi motivator untuk lebih banyak berbuat mensejahterakan umat. Caranya...? Tuangkan ide kreatif anda, berfikir out of the box dan laksanakan ide tersebut. Insya Allah, Pangersa Abah selalu membimbing kita dalam setiap langkah kebajikan yang kita tempuh.
Semoga melalui tulisan ini, pembaca menjadi tergugah untuk sama-sama bersinergi meraih kemuliaan di hadapan Allah SWT dan diakui sebagai murid Yang Mulia Wali Mursyid KH. Ahmad Shahibul Wafa Tajul ‘Arifin.
*)Trainer dan Muballigh, Co-Trainer Radix Training Center-Jakarta, Ketua Korps Muballigh Aqabah Sejahtera-Jakarta, Alumnus Pelatihan Muballigh Tasawuf (PMT) Angkatan I Yayasan Aqabah Sejahtera-Jakarta..
Oleh : Handri Ramadian*)
Sambil menulis artikel ini, penulis mencari informasi mengenai tema globalisasi melalui telepon selular di dunia maya. Tidak membutuhkan waktu lama, cukup dengan 30 detik saja, mbah google telah memberikan ratusan informasi yang saya cari. Informasi ini mudah saya dapatkan tanpa harus memiliki modem sebagai penghubung laptop dan server google nun jauh di negeri Paman Sam sana. Telepon selular generasi mutakhir telah memiliki fasilitas modem built in sebagai media yang turut mempermudah pencarian informasi ini.
Inilah realitas kehidupan yang dihadapi masyarakat modern saat ini, serba cepat, mudah dan akurat. Memang, belum semua kemudahan teknologi informasi dapat dinikmati oleh semua penduduk Indonesia, tetapi paling tidak di berbagai kota besar di seluruh Indonesia kemudahan dan kenyamanan ini sudah menjadi trend.
Penduduk Indonesia, terutama yang tinggal di Ibukota sejak era 90-an mulai mengenal dunia internet. Intensitasnya semakin meningkat semenjak berbagai regulasi yang diatur pemerintah mendukung penuh arus globalisasi di dunia teknologi dan informasi. Warung-warung internet tumbuh bak jamur di sudut-sudut kota. Kita menjadi lebih sering melihat anak-anak sekolah seusia SD hingga mahasiswa nongkrong di depan komputer selepas jam belajar untuk bermain game online, bergabung dalam situs pertemanan semisal friendster atau facebook. Bahkan ada yang sudah memiliki situs pribadi gratisan melalui jasa seumpama blogger, wordpress atau multiply sebagai sarana aktualisasi diri atau menjalankan bisnis online kecil-kecilan.
Akibatnya masyarakat Jakarta menjadi lebih pintar, lebih kritis dan lebih agresif. Tidak mudah mempercayai sebuah informasi yang datang kepadanya. Mereka akan selalu melakukan chek and rechek atas semua informasi sebelum membuat sebuah keputusan.
Begitu juga dengan informasi religius. Mereka tidak akan langsung mempercayai sebuah dalil agama yang diberikan seorang penceramah, meski penceramah itu terkenal alim dan memiliki popularitas. Mereka akan melakukan crosschek ke penceramah-penceramah lain atau mencari sendiri kebenaran informasi itu melalui dunia internet.
Hal ini menjadi sebuah tantangan khusus dalam usaha dakwah. Seorang da’i abad 21 dituntut untuk cepat belajar dan menguasai permasalahan sosial masyarakat secara menyeluruh dan mampu menyikapi dengan bijak. Tidak hanya dalil agama saja namun harus mampu menyelami berbagai aspek kehidupan termasuk kemajuan teknologi dan informasi.
Dalam kaitan dengan usaha dakwah, dakwah Thariqat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) Ponpes Suryalaya belum menyentuh seluruh masyarakat Jakarta. Berdasarkan buku jadwal manaqib tahun 2009 yang diterbitkan oleh Yayasan Serba Bakti (YSB) Pontren Suryalaya Korwil DKI Jakarta, tercatat ada 84 tempat. Jika kita asumsikan yang tidak tercatat sebanyak 50%-nya dan rata-rata yang hadir pada majlis manaqib tersebut 100 orang maka pengamal TQN Suryalaya di Jakarta yang aktif baru sekitar 12.600-an orang. Ini berarti kurang dari 2% jumlah penduduk Jakarta yang sudah mencapai 12 juta lebih.
Sudah menjadi tugas dan kewajiban setiap ikhwan untuk membantu Mursyid menyebarkan dan mengembangkan ajaran TQN Suryalaya yang merupakan bagian dari ruh Islam. Semua aktivis dzikir TQN Suryalaya pasti telah merasakan nikmat dan berkah mengamalkan amalan ini. Tapi, kenikmatan dan ketenangan pribadi tidak cukup. Perlu ditularkan kepada umat muslim lainnya. Kesadaran untuk turut menularkan berita gembira ini kepada seluruh mukmin sudah sering digembar-gemborkan oleh banyak muballigh TQN Suryalaya, baik di forum manaqib di Pontren Suryalaya maupun di tempat-tempat lain.
Kita memerlukan sistem dakwah yang terorganisir untuk mewujudkan cita-cita Pondok Pesantren Suryalaya menjadi Pusat Tarekat Asia Tenggara sebagaimana dicetuskan pada ulang tahun 1 abad Pondok Pesantren Suryalaya pada 5 September 2005. Sebuah sistem yang sesuai dengan pendekatan kehidupan masyarakat global.
TQN Suryalaya memiliki banyak muballigh berkompeten dalam disiplin ilmu keislaman. Tidak sedikit juga ikhwan-akhwat yang memiliki kapabilitas cendekia dalam disiplin ilmu umum dan eksak. Pebisnis sukses aktivis dzikir TQN Suryalaya pun jumlahnya sangat banyak. Begitu juga organisatoris handal yang memiliki segudang pengalaman organisasi di masyarakat, entah itu LSM atau partai politik. Jika semua potensi itu digabungkan dan dengan menggunakan metode dakwah yang tepat, niscaya percepatan jumlah aktivis dzkir TQN Suryalaya akan mengalami peningkatan drastis.
Sebenarnya Pangersa Abah Anom telah menyediakan wadah untuk menggabungkan potensi-potensi itu, yakni Yayasan Serba Bakti (YSB). Melalui YSB, ikhwan-akhwat dapat menyalurkan kiprah khidmahnya.
Selain di pusat, YSB telah memiliki banyak koordinator wilayah di hampir seluruh provinsi Indonesia termasuk DKI Jakarta.
Karena berkedudukan di Ibukota Negara, YSB Korwil DKI Jakarta memegang peranan yang sangat penting dalam merealisasikan tugas membangun masyarakat, bangsa dan negara yang gemah ripah repeh rapih, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur sebagaimana yang dipesankan Pangersa Abah Anom dalam sambutannya saat acara pelantikan pengurus YSB Korwil DKI Jakarta masa bakti 2004-2009.
Ia diharapkan menjadi tolok ukur keberhasilan pembinaan ikhwan-akhwat material dan spiritual. Ia menjadi perantara komunikasi Pontren Suryalaya dengan pemerintah pusat. Ia menjadi pintu gerbang komunitas internasional sebelum masuk ke dalam lingkaran persaudaraan TQN Ponpes Suryalaya. Ia menjadi filter akibat gencarnya arus informasi yang masuk tanpa batas melalui media globalisasi. Setidaknya itulah yang bisa dirasakan dari sudut pandang kedudukan wilayahnya.
Sadar dengan kedudukan strategis ini, pengurus yang akan mengakhiri masa baktinya pada Agustus 2009 berinisiatif menyelenggarakan Musyawarah Daerah (Musda) pada 18 Juli 2009. Melalui Musda, pengurus berharap ada kandidat-kandidat ketua umum yang datang dari ikhwan-akhwat dan kandidat-kandidat terpilih tersebut kemudian diajukan kepada pengurus pusat YSB dan Sesepuh Pontren Suryalaya.
Berlandaskan tantangan-tantangan yang dihadapi pada era globalisasi ini, setidaknya ada beberapa kriteria pendukung bagi kandidat yang akan diajukan sebagai Ketua, antara lain:
1. Aktif dalam kegiatan-kegiatan riyadhoh yang diajarkan Pangersa Abah Anom, seperti dzikir harian, khataman dan manaqiban.
2. Memiliki jiwa kepemimpinan sesuai Tanbih Syekh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad.
3. Memiliki sikap rela berkorban demi kepentingan bersama sesuai tuntunan Syekh Mursyid Pangersa Abah Anom.
4. Memiliki visi universal dan global.
5. Memiliki jejaring sosial yang luas.
6. Memiliki komitmen mengedepankan kesejahteraan ikhwan-akhwat melalui program-program pembinaan pada lini-lini strategis kehidupan.
Pembaca yang budiman, di luar sana, banyak bertebaran komunitas-komunitas spiritual semacam komunitas kita. Masing-masing komunitas mempunyai cara-cara khusus dalam mengembangkan dakwah yang pada hakikatnya bertujuan sama, yaitu mengharap ridho Allah SWT. Cara-cara khusus itu belakangan menjadi identitas komunitas-komunitas tersebut. Sebut saja Ust. Arifin Ilham dengan komunitas Az Zikra-nya, Ust. Yusuf Mansur dengan komunitas Wisata Hati dan program PPA-nya. Komunitas Tarekat Murabithun dengan program Kembali ke Dinar-Dirham. Komunitas Tarekat Shidiqiyyah dengan program renovasi rumah tidak layak huni untuk para anggotanya.
Demikian, Pangersa Abah Anom yang banyak memiliki ide kreatif telah mempelopori beberapa kegiatan terbarukan, salah satunya rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba melalui program inabah, jauh sebelum komunitas-komunitas yang kita sebut di atas melakukan programnya. Tetapi sebagai murid, rasa-rasanya belum banyak yang kita lakukan untuk kemaslahatan umat sebagai wujud khidmah kepada beliau.
Melalui khidmah dalam kepengurusan YSB, baik di pusat, wilayah maupun perwakilan, hendaknya menjadi motivator untuk lebih banyak berbuat mensejahterakan umat. Caranya...? Tuangkan ide kreatif anda, berfikir out of the box dan laksanakan ide tersebut. Insya Allah, Pangersa Abah selalu membimbing kita dalam setiap langkah kebajikan yang kita tempuh.
Semoga melalui tulisan ini, pembaca menjadi tergugah untuk sama-sama bersinergi meraih kemuliaan di hadapan Allah SWT dan diakui sebagai murid Yang Mulia Wali Mursyid KH. Ahmad Shahibul Wafa Tajul ‘Arifin.
*)Trainer dan Muballigh, Co-Trainer Radix Training Center-Jakarta, Ketua Korps Muballigh Aqabah Sejahtera-Jakarta, Alumnus Pelatihan Muballigh Tasawuf (PMT) Angkatan I Yayasan Aqabah Sejahtera-Jakarta..
The Laddies Dzikr
Alunan kalimat thoyyibah membahana di salah satu sudut ruang tamu sebuah rumah besar di bilangan Tawes, Rawamangun. Para pedzikir terdiri dari wanita-wanita paruh baya yang duduk bersimpuh tawadhu dan khusyu’. Duduk di posisi terdepan, sendirian, seorang imam laki-laki memimpin dzikir dengan bersemangat. Suaranya mantap. Hentakan-hentakan begitu terasa. Diikuti beriringan oleh jamaah dzikir di belakangnya.
Kalimat-kalimat tahlil menyeruak dari lisan-lisan yang rindu kasih sayang Ilahi. Membentuk ritme yang berpola. Melahirkan kondisi cinta yang tak terbendung. Cinta pada Sang Maha Penyayang.
Komunitas bernama Majlis Ta’lim Roudlotul Jannah ini bertempat di Jl. Tawes No. 36 Rawamangun, kira-kira 500 meter sebelah timur terminal Rawamangun, Jakarta Timur. Kegiatan Dzikir dilakukan setiap hari Senin Pagi pukul 08.30 s.d. 10.00 WIB. Dibimbing oleh seorang Ustadz jebolan Pelatihan Muballigh Tasawuf (PMT) Yayasan Aqabah Sejahtera sejak tahun 2005.
Adalah Ibu Hj Danila, seorang wanita berdarah Palembang yang telah merelakan ruang tamu lapangnya untuk selalu dijadikan halaqah dzikir oleh insan-insan perindu Ilahi. Tidak hanya majlis dzikir saja, ta’lim pun selalu dilakukan pada tiap hari jum’at pagi di halaman rumahnya yang juga luas dengan penceramah yang selalu berganti-ganti.
Majlis ta’lim yang pada 6 Februari 2009 lalu genap berusia duapuluh delapan tahun ini selalu istiqomah memperbaharui keimanan anggotanya dengan berbagai kajian dari beragam disiplin keislaman. Banyak da’i terkenal ibukota yang rutin membagikan ilmunya kepada jamaah majlis ta’lim, antara lain Ust. Wahfiudin, Ust. Umay, Ust. Arifin Ilham dan lain-lain.
Berbeda dengan kajian setiap Jum’at pagi, kajian setiap senin pagi diisi dengan aktifitas dzikir Thariqat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) Ponpes Suryalaya. Sebenarnya mereka sudah pernah bertemu dengan KH. Ahmad Shahibul Wafa Tajul ‘Arifin pada era 80-an saat rombongan pengajian berkunjung ke ponpes yang beliau pimpin. Namun karena tidak ada pembinaan setelah kunjungan itu mereka hanya menjadi pengamal pasif.
Baru setelah Ust. Wahfiudin kembali hadir di tengah-tengah mereka pada tahun 2005, Majlis Ta’lim Raoudlatul Jannah berkomitmen untuk istiqomah mengamalkan dzikir ini. Beberapa minggu kemudian Ust. Wahfiudin menugaskan salah satu asistennya untuk memimpin dzikir pada setiap senin pagi.
Selain dzikir harian, kegiatan ditambah dengan dzikir khataman pada Senin ketiga dan Shalat Tasbih berjamaah setiap Senin kedua dan Senin terakhir.
Alhamdulillah, keistiqomahan itu membawa peningkatan pada keimanan yang mereka rasakan. Pelan-pelan berkah dzikir mengalir pada setiap sendi dan peredaran darah masing-masing jamaah. Thiflul Ma’ani semakin hari semakin tumbuh dan berkembang, menghasilkan benih-benih kerinduan untuk berjumpa dengannya.
Kalimat-kalimat tahlil menyeruak dari lisan-lisan yang rindu kasih sayang Ilahi. Membentuk ritme yang berpola. Melahirkan kondisi cinta yang tak terbendung. Cinta pada Sang Maha Penyayang.
Komunitas bernama Majlis Ta’lim Roudlotul Jannah ini bertempat di Jl. Tawes No. 36 Rawamangun, kira-kira 500 meter sebelah timur terminal Rawamangun, Jakarta Timur. Kegiatan Dzikir dilakukan setiap hari Senin Pagi pukul 08.30 s.d. 10.00 WIB. Dibimbing oleh seorang Ustadz jebolan Pelatihan Muballigh Tasawuf (PMT) Yayasan Aqabah Sejahtera sejak tahun 2005.
Adalah Ibu Hj Danila, seorang wanita berdarah Palembang yang telah merelakan ruang tamu lapangnya untuk selalu dijadikan halaqah dzikir oleh insan-insan perindu Ilahi. Tidak hanya majlis dzikir saja, ta’lim pun selalu dilakukan pada tiap hari jum’at pagi di halaman rumahnya yang juga luas dengan penceramah yang selalu berganti-ganti.
Majlis ta’lim yang pada 6 Februari 2009 lalu genap berusia duapuluh delapan tahun ini selalu istiqomah memperbaharui keimanan anggotanya dengan berbagai kajian dari beragam disiplin keislaman. Banyak da’i terkenal ibukota yang rutin membagikan ilmunya kepada jamaah majlis ta’lim, antara lain Ust. Wahfiudin, Ust. Umay, Ust. Arifin Ilham dan lain-lain.
Berbeda dengan kajian setiap Jum’at pagi, kajian setiap senin pagi diisi dengan aktifitas dzikir Thariqat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) Ponpes Suryalaya. Sebenarnya mereka sudah pernah bertemu dengan KH. Ahmad Shahibul Wafa Tajul ‘Arifin pada era 80-an saat rombongan pengajian berkunjung ke ponpes yang beliau pimpin. Namun karena tidak ada pembinaan setelah kunjungan itu mereka hanya menjadi pengamal pasif.
Baru setelah Ust. Wahfiudin kembali hadir di tengah-tengah mereka pada tahun 2005, Majlis Ta’lim Raoudlatul Jannah berkomitmen untuk istiqomah mengamalkan dzikir ini. Beberapa minggu kemudian Ust. Wahfiudin menugaskan salah satu asistennya untuk memimpin dzikir pada setiap senin pagi.
Selain dzikir harian, kegiatan ditambah dengan dzikir khataman pada Senin ketiga dan Shalat Tasbih berjamaah setiap Senin kedua dan Senin terakhir.
Alhamdulillah, keistiqomahan itu membawa peningkatan pada keimanan yang mereka rasakan. Pelan-pelan berkah dzikir mengalir pada setiap sendi dan peredaran darah masing-masing jamaah. Thiflul Ma’ani semakin hari semakin tumbuh dan berkembang, menghasilkan benih-benih kerinduan untuk berjumpa dengannya.
Langganan:
Postingan (Atom)