Selasa, November 18, 2008

Si Kecil, Play Station dan Games Online


Galih baru saja menyalakan pc desktop di hadapannya, di dalam sebuah warnet ukuran menengah milik tetangganya. Jam dinding menunjukkan pukul 13.00 WIB siang itu. Galih berencana akan berkorespondensi dengan sejawatnya di luar negeri. Dia sendiri sebenarnya punya laptop yang bisa langsung terkoneksi dengan dunia maya. Tetapi entah mengapa laptpopnya ‘ngadat’.

Tiba-tiba ia dikejutkan celoteh anak-anak yang ramai di pintu masuk. Rupanya anak-anak SD sedang berebutan masuk warnet. Pakaian seragam putih merah masih melekat di badan. Tercium aroma asam yang timbul dari peluh mereka. Sepertinya anak-anak itu sudah sangat akrab dengan petugas warnet. Masing-masing mengeluarkan 4 lembar uang kertas ribuan dan diserahkan kepada petugas itu. “1 jam ya, Mas! 1 jam ya, Mas!” teriak mereka bersahut-sahutan. Setelah itu mereka langsung menuju jajaran desktop yang memang khusus untuk games online.

Anak-anak itu hapal benar kondisi masing-masing desktop di dalam warnet. “Jangan yang itu, Gus! Gambar di monitornya kurang bagus. Di sini saja, dekat aku”. Ujar salah seorang anak yang kelihatan sangat agresif dan lihai berselancar di games online kepada temannya yang sepertinya baru kali itu ikut bermain. Sebentar saja mereka sudah asyik dengan desktop masing-masing, sambil sesekali mengeluarkan celetukan-celetukan gembira dan kecewa ketika tokoh yang dimainkannya menang atau kalah.

Galih hanya mampu berdecak kagum. “Anak-anak SD itu pasti sering kesini,” gumam Galih. Sambil terus chatting dengan kawannya di luar negeri, pikiran Galih menerawang. Ia ingat Restu, keponakannya yang baru berusia enam tahun. Pada ulang tahunnya yang keenam beberapa bulan yang lalu, ayahnya menghadiahkan play station versi terbaru. Dia senang bukan main.

Beberapa hari berikutnya, Restu lebih sering ‘mengeram’ di dalam kamar, sibuk dengan playstationnya. Jika sudah di depan playstation ia bisa lupa makan siang. Sampai-sampai ibunya harus terus mengingatkannya untuk makan. Bukan hanya itu, Restu sudah jarang bermain dengan teman-temannya di luar rumah. Kehidupan sosialnya menjadi terbatas. Waktu belajar pun tersita oleh kesenangan barunya ini.

Fenomena ini semakin membuat resah para orangtua. Globalisasi informasi tidak bisa dibendung. Semua begitu mudah didapat. Tuntutan jaman mengharuskan semua orang, terutama di kota besar untuk akrab dengan teknologi maya. Harus ada tindakan untuk membendung situasi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar