Selasa, Mei 04, 2010

Membeli Waktu Papa

Arman adalah seorang karyawan perusaahan yang cukup terkenal di Jakarta, memiliki dua putra. Putra pertama baru berusia 6 tahun bernama Mahdi dan putra kedua berusia 2 tahun bernama Dika. Seperti biasa pukul 21.00 Arman sampai di rumahnya di salah satu sudut Jakarta, setelah seharian penuh bekeja di kantornya. Dalam keremangan lampu halaman rumahnya dia melihat Mahdi putra pertamanya ditemani Bik Yati pembantunya menyambut di gerbang rumah.

"Kok belum tidur Mahdi?" sapa Arman sambil mencium anaknya. Biasanya Mahdi sudah tidur ketika Arman pulang dari kantor dan baru bangun menjelang Arman berangkat ke kantor keesokan harinya.

"Mahdi menunggu Papa pulang, Mahdi mau tanya, gaji Papa itu berapa sih Pa?" kata Mahdi sambil membuntuti papanya.

"Ada apa nih kok tanya gaji papa segala?"
"Mahdi cuma pingin tahu aja kok Pa?
"Baiklah coba Mahdi hitung sendiri ya. Kerja papa sehari digaji Rp 600.000, nah… selama sebulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Coba hitung berapa gaji papa sebulan?"

"Sehari Papa kerja berapa jam Pa?" tanya Mahdi lebih lanjut.
"Sehari papa kerja 10 jam Mahdi, nah hitung sana, Papa mau melepas sepatu dulu."

Mahdi berlari ke meja belajarnya dan sibuk mencoret-coret dalam kertasnya menghitung gaji papanya. Sementara Arman melepas sepatu dan meminum teh hangat buatan istri tercintanya.

"Kalau begitu, satu bulan Papa digaji Rp 15.000.000 ya Pa? Dan satu jam papa digaji Rp 60.000" Kata Mahdi setelah mencorat-coret sebentar dalam kertasnya sambil membuntuti Arman yang beranjak menuju kamarnya.

"Nah, pinter kamu Mahdi. Sekarang Mahdi cuci kaki lalu bobok" perintah Arman. Namun Mahdi masih saja membuntuti Arman sambil terus memandang papanya yang berganti pakaian.

"Pa, boleh tidak Mahdi pinjam uang Papa Rp 5.000 saja?" tanya Mahdi dengan hati-hati sambil menundukkan kepalanya.

"Sudahlah Mahdi, nggak usah macam-macam, untuk apa minta uang malam-malam begini. Kalau mau uang besok saja. Papa ‘kan capek mau mandi dulu. Sekarang Mahdi tidur supaya besok tidak terlambat ke sekolah!"

"Tapi Pa..."
"Mahdi….!! Papa bilang tidur!" bentak Arman mengejutkan Mahdi.

Segera Mahdi beranjak menuju kamarnya. Setelah mandi Arman menengok kamar anaknya dan menjumpai Mahdi belum tidur. Mahdi sedang terisak pelan sambil memegangi sejumlah uang. Arman nampak menyesal dengan bentakannya.

Dipegangnya kepala Mahdi pelan dan berkata:

"Maafkan Papa ya Nak. Papa sayang sekali pada Mahdi” ditatapnya Mahdi anaknya dengan penuh kasih sambil ikut berbaring di sampingnya.

"Nah katakan pada Papa, untuk apa sih perlu uang malam-malam begini. Besok ‘kan bisa? Jangankan Rp 5.000, lebih banyak dari itu pun akan Papa kasih."

"Mahdi nggak minta uang Papa kok, Mahdi cuma mau pinjam. Nanti akan Mahdi kembalikan, kalau Mahdi udah menabung lagi dari uang jajan Mahdi."

"Iya, tapi untuk apa Mahdi?" tanya Arman dengan lembut.

"Mahdi udah menunggu Papa dari sore tadi, Mahdi nggak mau tidur sebelum ketemu Papa. Mahdi pengen ngajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang bahwa waktu papa berharga. Jadi Mahdi ingin membeli waktu Papa."

"Lalu?" tanya Arman penuh perhatian dan kelihatan belum mengerti.

"Tadi Mahdi membuka tabungan, ada Rp 25.000. Tapi karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp 60.000, maka untuk setengah jam berarti Rp 30.000. Uang tabungan Mahdi kurang Rp. 5.000. Maka Mahdi ingin pinjam pada Papa. Mahdi ingin membeli waktu Papa setengah jam saja, untuk menemani Mahdi main ular tangga. Mahdi rindu pada Papa." Kata Mahdi polos dengan masih menyisakan isakannya yang tertahan.

"Arman terdiam, dan kehilangan kata-kata. Bocah kecil itu dipeluknya erat-erat, bocah kecil yang menyadarkan bahwa cinta bukan hanya sekedar ungkapan kata-kata belaka namun berupa ungkapan perhatian dan kepedulian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar