Betapa tidak, sudah tiga tahun belakangan ia menganggur. Sebelumnya ia bekerja sebagai buruh pabrik di kawasan industri Cikarang. Tetapi, di penghujung tahun 2005 yang lalu ia kena PHK. Kontraknya di pabrik itu telah selesai. Ia telah mengajukan lamaran ke berbagai pabrik dan kantor. Tidak hanya di sekitar Cikarang, bahkan merambah ke Jakarta. Tapi apa daya, belum ada pabrik dan kantor yang mau menerimanya bekerja.

Rina diterima sebagai tenaga marketing. Ia sangat mudah menyesuaikan diri. Rina tenaga marketing yang smart, banyak nasabah yang terpesona dan merasa puas dengan service Rina. Atasannya begitu percaya kepadanya, hingga proyek-proyek besar banyak ditanganinya. Dua tahun berikutnya ia menjadi Manager Marketing. Penghasilan pun beranjak naik.
Lain di kantor, lain di rumah. Kesibukan di kantor menyita waktu dan tenaga Rina. Jabatannya sebagai manajer membuat ia selalu pulang hampir larut malam. Beragam meeting harus ia hadiri. Kondisi ini membuat Rina tidak bisa mengurusi rumah tangga. Anak satu-satunya yang berusia 5 tahun ia titipkan kepada Aris, suaminya. Segala kebutuhan rumah tangga kini dikelola oleh Aris. Dari urusan mencuci baju, menyapu dan mengepel lantai, memasak dan mengantar anak mereka sekolah di TK diserahkan kepada Aris.

Galih yang tekun mendengar keluh kesah Aris jadi bingung sendiri. Ia tidak bisa memberikan solusi terbaik kepada Aris kecuali menyarankan untuk terus berusaha melamar kerja ke kantor-kantor lain atau membuat usaha sendiri, walaupun kecil-kecilan. Sambil terus diiringi dengan memperbanyak shalat dan doa.
Dasar penulis, Galih mencoba menulis artikel berkenaan kondisi rumah tangga Aris. Kebetulan ia kebagian membuat jurnal ‘Polemik Keluarga’ di harian tempatnya kerja. Untuk melengkapi data-data hukum perkawinan dalam Islam, ia harus bertanya kepada gurunya.
Artikel ysang sangat manarik dan informatif, thanks
BalasHapus