Kamis, Oktober 22, 2009

Intelektual Muda Bertasawuf? Kenapa Tidak!

Disadari atau tidak, saudara-saudara kita yang datang untuk belajar dzikir kepada wali mursyid Pangersa Abah Anom dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori :

Pertama, adalah orang-orang yang datang kepada Pangersa Abah dengan membawa segudang masalah, diantara mereka memiliki masalah dengan ketergantungan pada narkoba, tidak sedikit yang memiliki masalah dengan kesehatan fisik dan mentalnya, masalah rumah tangga seumpama belum punya pasangan, baru bercerai, kekerasan dalam rumah tangga dan lain-lain. Juga banyak yang memiliki masalah ekonomi, semisal baru di-PHK dari kantornya, salah mengurus perusahaan hingga menjadi bangkrut, problem dengan teman kerja dan atasan dan sebagainya. Banyak juga diantara mereka yang datang kepada Pangersa Abah untuk mempertahankan posisinya di kantor atau organisasi agar tetap dalam posisi itu, atau yang sedang mengejar-ngejar posisi atau jabatan tertentu.

Kedua, orang yang datang kepada Pangersa Abah karena ia memang berlatar belakang santri. Di kalangan santri tradisional biasanya belum lengkap jika ilmu-ilmu yang sudah ada padanya tanpa dilengkapi ilmu batin. Entah untuk sekadar olah kanuragan atau memang ia sudah terbiasa merafalkan wirid-wirid. Sehingga dengan tambahan wirid dari Pangersa Abah Anom diantara mereka ada yang meningkat kepercayaan dirinya.

Terakhir, orang yang datang kepada Pangersa Abah yang memang sedang dalam proses pencarian spiritual. Diantara mereka datang kepada Pangersa Abah karena baru saja mengalami pengalaman spiritual tertentu yang dalam proses selanjutnya merasa harus menemui Pangersa Abah atas dorongan pengalaman spiritual itu. Atau yang datang kepada Pangersa Abah atas dorongan proses studi intelektualitas. Mereka melakukan penelitian ilmiah secara intensif mengenai ajaran Pangersa Abah dan komunitas yang beliau pimpin, yang pada akhirnya membawa mereka pada pengalaman-pengalaman batin yang menyejukkan. Pun orang yang datang kepada Pangersa Abah atas dorongan tambahan bekal untuk pengembangan dakwah islamiyah di masyarakat.

Berbagai solusi pun diberikan Pangersa Abah, disesuaikan dengan niatan awal orang-orang yang datang kepada beliau. Untuk golongan pertama cocok untuk mereka solusi pragmatis yang bersifat instan dan hal-hal ajaib. Untuk golongan kedua solusi yang membawa pada ketentraman batin tepat sekali. Sedangkan untuk golongan ketiga mereka akan merasakan jawaban-jawaban substansial atas pertanyaan-pertanyaan selama ini melalui proses pencarian hakikat dengan mempraktekkan seluruh ajaran dari Pangersa Abah.

Memperhatikan ketiga kategori ini maka segmen dakwah TQN pun mengkristal pada kalangan-kalangan sebagai berikut :
1. Masyarakat Awam
2. Pelajar dan Mahasiswa
3. Tokoh-tokoh yang berpengaruh di masyarakat
4. Ilmuwan dan Profesional

Diibaratkan sebuah piramida, kalangan pertama adalah kalangan yang paling banyak dan berada pada lapisan terbawah, lapisan diatasnya jumlahnya agak lebih sedikit dibanding yang pertama. Diatasnya lagi kelompok ketiga. Posisi teratas ditempati oleh kelompok keempat. Untuk memperkokoh, memperluas dan meningkatkan bangunan piramida, kita harus mempertinggi puncak dan memperluas landasannya. Agar dakwah TQN semakin meluas dan diterima seluruh kelompok masyarakat, kita harus banyak menjaring keempat kelompok diatas.

Kelompok pertama adalah kelompok yang banyak berdatangan kepada Pangersa Abah tanpa melalui proses ‘penjaringan’ tertentu. Mereka bisa datang langsung dan belajar dzikir dilatarbelakangi oleh berbagai masalah yang mereka hadapi. Sedangkan tiga kelompok sisanya memerlukan pendekatan yang bersifat ilmiah dan rasional. Untuk ketiga kelompok inilah program dakwah TQN Jakarta difokuskan.

Agar dakwah TQN mampu menembus tiga kelompok ini maka para muballigh-muballighah TQN butuh pembekalan yang konstruktif, kolektif dan tepat sasaran. Untuk itu perlu berbagai pelatihan bagi para muballigh-muballighah dalam rangka pembekalan itu, semisal pelatihan dakwah transformatif, pelatihan imam khataman dan petugas manaqib, pelatihan-pelatihan yang bersifat peningkatan wawasan keagamaan, pelatihan-pelatihan bersifat psikologi semacam hypnotherapy, NLP, Spiritual Thinking dan lain-lain.

Gerakan dakwah yang menembus kalangan pelajar SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi sudah banyak dilakukan oleh kalangan aktivis islam dari berbagai macam organisasi. Mereka masuk melalui badan kerohanian Islam (rohis) di sekolah-sekolah atau kampus. Mereka berikan doktrin-doktrin keagamaan yang beragam, dari yang lembut hingga yang paling ekstrim. Dari hasil binaan melalui rohis ini banyak hal-hal positif bermunculan. Tidak sedikit kaum muda yang bergabung dalam rohis pengetahuan keagamaannya semakin meningkat. Bahkan tidak jarang diantara mereka menjadi aktivis dakwah sehingga bermunculan kader-kader dakwah yang berkelanjutan.

Sayangnya, gerakan ini dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu yang mempunyai agenda dan idealisme tertentu yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebhinekaan dan persatuan nasional. Alhasil, belum lama ini kita saksikan dalam pemberitaan di media-media nasional bahwa eksekutor bom berdaya ledak tinggi di hotel JW Marriott dan Ritz Carlton pada 17 Juli 2009 lalu adalah anak-anak muda yang baru saja lulus SLTA. Mirisnya, kedua eksekutor ini adalah aktivis kegiatan islam di lingkungannya masing-masing.

Menyikapi fenomena tersebut Korwil Jakarta merasa terpanggil untuk membenahi pola pembinaan islam pada kader-kader muda yang potensial ini. Jika kelompok-kelompok ekstrim mampu masuk ke kalangan mereka, mengapa tasawuf tidak? Tentu harus dipikirkan pola apa yang cocok agar kalangan pelajar dan mahasiswa mampu memahami ajaran tasawuf.

Pelatihan semisal kursus tasawuf tingkat dasar untuk para ikhwan-akhwat pemula dan yang belum pernah talqin dzikir kiranya cocok untuk menjaring kelompok pelajar dan mahasiswa. Hal ini pernah diujicobakan kepada mereka melalui program Pesantren Qalbu di beberapa SMP Negeri di Jakarta Pusat, SMK Negeri di Jakarta Utara dan beberapa kampus di Jakarta Pusat dan Utara. Hasilnya cukup memuaskan. Paling tidak mereka memahami bahwa sesungguhnya ada hal lain selain kajian fiqih dan aqidah dalam Islam, yakni ketasawufan yang merupakan inti dari pengamalan keislaman.

Tentu saja ini perlu disebarluaskan dan ditingkatkan kuantitasnya di berbagai belahan wilayah kota di DKI Jakarta. Karena itu pula, tepat sekali apabila kursus-kursus singkat dasar ketasawufan ini diperkenalkan kepada sekolah-sekolah tingkat SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi dengan promosi yang gencar dan terintegrasi. Perlu diingat, pola penyampaiannya pun harus disesuaikan dengan bahasa yang mereka fahami. Dengan demikian akan semakin banyak kalangan pelajar dan intelektual muda yang familiar dengan tasawuf. (han)


Selasa, Oktober 20, 2009

RAKER KORWIL JAKARTA DI HOTEL SOFYAN BETAWI

Tidak ingin kehilangan momentum YSB Ponpes Suryalaya Korwil DKI Jakarta (baca : Korwil Jakarta) dengan segera menggelar rapat kerja (raker) dengan tujuan mensinergikan seluruh potensi yang dimiliki oleh pengurus. Hadir dalam kegiatan tersebut seluruh jajaran pengurus Korwil Jakarta dan utusan dari lima perwakilan. Hotel Sofyan Betawi di Jl. Cut Meutia, Menteng Jakarta Pusat menjadi pilihan digelarnya raker yang berlangsung pada Sabtu, 10 Oktober 2009 ini.

Kegiatan Raker diawali dengan acara pembukaan. Dilanjutkan dengan Serah Terima dari Ketua Pengurus Korwil Jakarta Periode 2004-2009 kepada Ketua Pengurus Korwil Jakarta Periode 2009-2014. Drs. Azhari Baedlawi, MM selaku Ketua Korwil Jakarta periode 2004-2009 berkenan memberikan kata sambutan sebelum seremonial serah terima dilakukan.

Dalam sambutannya Pak Azhari menekankan agar kegiatan-kegiatan rutin Korwil Jakarta yang telah dilakukan sebelumnya terus dipelihara kelestariannya. Hubungan baik yang telah terbina dengan Pemda Prov DKI Jakarta diharapkan tetap diteruskan dan ditingkatkan. Beliau yakin, dengan kepemimpinan Ust. Wahfiudin dalam jajaran pengurus akan membawa Korwil Jakarta kepada kemajuan. Usai memberikan sambutan, Pa Azhari dan Ust. Wahfiudin menandatangani berita acara serah terima.

Pada kesempatan itu pula, Ust. Wahfiudin sebagai Ketua Korwil Jakarta Periode 2009-2014 menyampaikan visi misinya lima tahun ke depan. Ditegaskan oleh beliau, bahwa kontrak dasar ikhwan-akhwan TQN Suryalaya kepada Pangersa Abah Anom adalah sebuah hubungan terikat antara murid dan wali mursyid, tidak lebih dari itu. Adapun diantara para murid ada yang dipercaya menjadi wakil talqin, pengurus yayasan serba bakti baik pusat, wilayah maupun perwakilan, pengurus ibu BELLA, muballigh, pemangku manaqib, ikhwan biasa dan lain-lain, kesemuanya itu adalah predikat yang disandang dalam rangka berkhidmah kepada wali mursyid. Karena tujuannya berkhidmah maka sejak awal harus tetap diperhatikan kebersihan niat dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan setiap tugas yang sedang dan akan diembannya.

Sesuai Undang-undang mengenai Yayasan, ditegaskan yayasan adalah sebuah organisasi berbasis asset. Berbeda dengan organisasi-organisasi lainnya yang berbasis massa. Karena berbasis asset, maka kepengurusan yayasan baik di tingkat pusat, wilayah maupun perwakilan kesemuanya adalah hak preogeratif pemilik asset, dalam hal ini sesepuh pondok pesantren Suryalaya, untuk menunjuk, mengukuhkan serta melantiknya. Sifatnya top down.

Dalam kaitannya dengan Yayasan Serba Bakti, maka jika ada wilayah atau perwakilan mengusulkan beberapa nama untuk menjadi pengurus, tidak otomatis orang itu mutlak menjadi pengurus. Ia harus melalui proses pengkajian terlebih dahulu oleh pemilik asset. Baru, jika pemilik asset setuju maka ia berhak dikukuhkan dan dilantik oleh Pengurus Pusat. Surat Keputusan dan Pelantikan pun harus dikeluarkan dan dilakukan oleh Pengurus Pusat. Karena itulah pengurus Korwil tidak berhak mengeluarkan surat keputusan dan melantik pengurus perwakilan.

Dengan demikian sangat keliru jika ada yang beranggapan posisi kepengurusan di Korwil adalah sebagaimana fungsi struktural di dalam organisasi-organisasi berbasis massa. Jika dalam organisasi berbasis massa, seseorang yang tadinya berada dalam kepengurusan ranting kemudian pada periode berikutnya dipromosikan untuk duduk di kepengurusan yang lebih tinggi atau lebih luas, setingkat anak cabang, cabang, atau daerah, maka itu adalah hal yang semestinya berlaku.

Tidak demikian dengan Yayasan Serba Bakti, beralihnya kepengurusan dari perwakilan ke Korwil bukan promosi jabatan. Justru sebaliknya, jika orang-orang terbaik kredibilitas dan kapasitasnya di perwakilan lalu ditarik ke korwil, maka perwakilan akan menjadi kelimpungan ibarat ‘anak ayam yang kehilangan induknya’ . Oleh karena itu orang-orang terbaik di perwakilan sengaja tetap dipertahankan di perwakilan guna mengemban misi yang lebih mulia.

Mengenai posisi Korwil, Ust. Wahfiudin menegaskan, sesuai dengan kedudukannya maka peran utama yang harus dimainkan adalah peran KOORDINASI, menghindari peran TEKNIS OPERASIONAL yang menjadi domain kegiatan PERWAKILAN, kecuali untuk kegiatan-kegiatan yang memang tidak atau belum dapat dilakukan oleh perwakilan.

Selain peran Koordinasi, peran utama lainnya adalah MENJEMBATANI antara Pengurus Perwakilan dengan Pengurus Pusat (INTERNAL), dan dengan Lembaga-lembaga Pemerintahan/Bisnis/Ormas Islam lainnya (EKSTERNAL).

Korwil Jakarta memiliki visi antara lain :

1. Jakarta adalah pusat pemerintahan, bisnis, informasi, dan kebudayaan. Maka diperlukan organisasi yang berkarakter ‘MUDA’ agar CEKATAN dalam bertindak, KREATIF dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan yang produktif, memiliki AKSES LUAS dengan pemerintahan, dunia bisnis, dan ormas Islam lainnya dalam membangun jejaring sosial,
2. Mengingat tingkat kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas di Jakarta serta keragaman ideologi dan aliran keagamaan, maka KORWIL harus memberi perhatian besar pada REVITALISASI program-program di perwakilan agar ikhwan/akhwat TQN Jakarta dapat terlayani keperluannya dengan cara yang mudah terjangkau dari tempat tinggalnya masing-masing.

Sedangkan misi Korwil Jakarta adalah :
1. Merevitalisasi Organisasi Perwakilan
2. Mengkoordinasi Organisasi Perwakilan
3. Mengkoordinasi Pemeliharaan & Peningkatan Amaliah
4. Mengkoordinasi Pemantapan SDM
5. Mengkoordinasi Pengembangan Sarana
6. Mengkoordinasi Dakwah TQN
7. Internal: Menjembatani Pengurus Perwakilan Yayasan Serba Bakti dengan Pengurus Pusat Yayasan Serba Bakti
8. Eksternal: Menjembatani Kerjasama Yayasan Serba Bakti dengan Lembaga Pemerintahan dan Ormas lainnya

Untuk menjabarkan visi dan misi inilah para pengurus Korwil dianjurkan membuat program kerja sesuai dengan bidangnya masing-masing.(han)


Selasa, Oktober 13, 2009

Korwil Jakarta Masa Bakti 2009-2014


RAMPING STRUKTUR KAYA FUNGSI

Setelah penantian lumayan panjang, akhirnya pada 30 September 2009 pengurus baru Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya Korwil DKI Jakarta periode 2009-2014 (baca: Korwil Jakarta) dilantik juga. Kepengurusan yang dipimpin oleh Wahfiudin, SE, MBA, ini diusulkan berdasarkan hasil Musyawarah Wilayah Korwil Jakarta 18 Juli 2009 yang lalu. Setelah mendapatkan persetujuan dari sesepuh pondok pesantren, pengukuhan dan pelantikan pun dilakukan bertepatan dengan manaqib Syekh Abdul Qadir Al Jaylani qs di aula utama Masjid Nurul Asror.

Komposisi pengurus baru Korwil Jakarta berbeda dengan sebelumnya. Kini strukturnya lebih ramping. Pengurus harian hanya diawaki oleh sembilan kru, satu ketua, satu wakil ketua, dua sekretaris, dua bendahara dan tiga ketua bidang. Ada beberapa pertimbangan strategis yang diambil oleh tim formatur berkenaan dengan perampingan ini, antara lain:

1. Jakarta adalah pusat pemerintahan, bisnis, informasi, dan kebudayaan. Maka perlu disusun kepengurusan yang berkarakter ‘MUDA’ agar CEKATAN dalam bertindak, KREATIF dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan yang produktif, memiliki AKSES LUAS dengan pemerintahan, dunia bisnis, dan ormas Islam lainnya dalam membangun jejaring sosial, dan mampu MENGERAKKAN pengurus-pengurus perwakilan.

2. Sesuai dengan kedudukan sebagai KORWIL maka peran utama yang harus dimainkan adalah peran KOORDINASI, menghindari peran TEKNIS OPERASIONAL yang menjadi domain kegiatan PERWAKILAN, kecuali untuk kegiatan-kegiatan yang memang tidak atau belum dapat dilakukan oleh perwakilan.

3. Selain peran Koordinasi, peran utama lainnya adalah MENJEMBATANI antara Pengurus Perwakilan dengan Pengurus Pusat (INTERNAL), dan dengan Lembaga-lembaga Pemerintahan/Bisnis/Ormas Islam lainnya (EKSTERNAL).

4. Mengingat tingkat kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas di Jakarta, maka KORWIL harus memberi perhatian besar pada REVITALISASI program-program di perwakilan agar ikhwan/akhwat TQN Jakarta dapat terlayani keperluannya dengan cara yang mudah terjangkau dari tempat tinggalnya masing-masing.

Oleh karena itu juga untuk kepengurusan baru harus dihindari pelibatan individu-individu yang selama ini sudah memainkan peran ‘sangat strategis’ di perwakilan-perwakilan. Mereka tidak duduk di kepengurusan Korwil agar tidak terjadi kevakuman SDM di tingkat Perwakilan. Ini semua untuk menopang revitalisasi perwakilan.

5. Kepengurusan yang disusun (di luar Pembina dan Pengawas) memang sebatas unsur pimpinannya saja yaitu:
1. Ketua/Wakil Ketua
2. Sekretaris/Wakil Sekretaris
3. Bendahara/WakilBendahara
4. Ketua Bidang:
a. Pemeliharaan & Peningkatan Amaliah
b. Pengembangan Sumber Daya Manusia & Program Kegiatan
c. Pengembangan Sarana & Hubungan Kemasyarakatan

Ini dilakukan agar para Ketua Bidang dapat menyusun timnya lebih solid dan fleksibel. Solid karena dipilih dari orang yang betul-betul ‘berkompetensi’ dan ‘mampu bekerjasama’ dengan ketuanya; fleksibel karena dapat dimodifikasi sesuai tuntutan tugas, target, keadaan, dan anggaran.

Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah keseimbangan/keterwakilan kaum perempuan dalam kepengurusan, karena mayoritas penggerak kegiatan TQN di level terendah adalah kaum perempuan/ibu-ibu. Namun kesulitannya, tidak mudah mendapatkan ibu-ibu muda untuk menjadi pengurus, karena biasanya ibu-ibu muda masih terikat ketat oleh kewajiban-kewajiban rumah tangganya. Maka kriteria ‘muda’ dalam kepengurusan harus diperlonggar. Dalam kepengurusan kali ini dari 9 (sembilan) orang pengurus Korwil, 3 (tiga) di antaranya adalah ibu-ibu. Mudah-mudahan jumlah ini cukup representatif dan dapat diterima oleh kaum perempuan.

Juga tim formatur mempertimbangkan keterwakilan profesi dalam kepengurusan. Dalam kepengurusan ini ada yang berprofesi pensiunan PNS, birokrat/umara’, ulama/guru, pebisnis/wiraswasta, dan aktifis LSM. Ini dimaksudkan untuk mudah menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintahan, bisnis, dan ormas Islam lainnya; untuk kemudahan pendanaan kegiatan; juga untuk kemudahan pengembangan SDM & manajemen organisasi.

Di bawah ini struktur kepengurusan Korwil Jakarta, lengkap dengan Dewan Pembina dan Dewan Pengawas.

PEMBINA
1. KH Azhari Baedlawie
2. KH Muhammad Soleh
3. DR. Adhyaksa Dault SH. MSi.

PENGAWAS
1. Jhony Hadisuryo, SE. MBA.
2. DR. Ahmad Jauhari, MSi

PENGURUS HARIAN

Ketua : Wahfiudin, SE, MBA

Wakil Ketua : H. Muhammad Usman

Sekretaris : Drs. Saiful Bahri

Wakil Sekretaris : Handri Ramadian

Bendaraha : Dra. H. Maryani Adin

Wakil Bendahara : Dr. Imelda Datau

Ketua Bidang
Pemeliharaan dan
Peningkatan Amaliah : Andhika Darmawan, ST

Ketua Bidang
Pengembangan SDM dan
Program Kegiatan : Abdul Latif, SE, MA

Ketua Bidang
Pengembangan Sarana dan
Hubungan Kemasyarakatan : Hj. Chaya Wattimena

Mudah-mudahan kepengurusan yang ramping strukturnya namun kaya fungsinya ini dapat menjalankan tugas sebagai khadim Wali Mursyid yang kita cintai, yaitu KH Ahmad Shahibul Wafa Tajul Arifin, dalam melayani semua ikhwan/akhwat TQN dan mengembangkan dakwah Islamiyah umumnya. (Whf/Han)